tolong menolong
tolong menolong

Empati di Tengah Pandemi : Anjuran Islam Untuk Menolong Sesama Tanpa Memandang Agama

Budaya gotong royong dan tolong menolong sebagai ciri khas bangsa Indonesia sepatutnya bertambah kuat dan kokoh di era Pandemi Covid-19 yang masih berlangsung sampai saat ini. Solidaritas kemanusiaan semestinya hadir dengan tensi yang lebih tinggi antar anak bangsa yang sama-sama tinggal di rumah besar Indonesia.

Dampak yang paling terasa akibat Covid-19 adalah kesulitan ekonomi. Masyarakat yang tergolong ekonomi lemah semakin tak berdaya. Bahkan untuk pemenuhan kebutuhan harian saja sangat sulit. Untuk itu solidaritas dan upaya saling tolong menolong yang dalam bahasa agama Islam disebut ukhuwah (persaudaraan) memang seharusnya lebih digiatkan. Anak-anak bangsa harus saling bahu-membahu mengurai dampak akibat Pandemi yang menyengsarakan sebagian masyarakat ini.

Namun, masih ada segelintir orang yang berpikiran sempit. Bahwa solidaritas dan upaya menolong bisa bernilai ibadah dan berpahala apabila terjadi sesama muslim. Dalam pandangan mereka tidak ada faedah apa-apa menolong mereka yang beda agama.

Karena itu penting mengetahui bagaimana sebenarnya konsep Islam tentang tolong menolong, apakah memang menganjurkan sesama agama atau tidak disekat oleh agama?

Membaca Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (5/196), ulama fikih sepakat, memberikan pertolongan kepada orang lain yang berada dalam kondisi sangat membutuhkan hukumnya wajib. Misal memberi makan dan minum kepada mereka yang sangat membutuhkan untuk kelangsungan hidupnya. Demikian pula wajib menolong mereka dari sesuatu yang bisa membahayakan hidup, seperti kebakaran dan tenggelam.

Dalam literatur yang diterbitkan oleh kementerian urusan wakaf dan agama Kuwait tersebut juga dijelaskan secara terperinci apakah kewajiban itu bersifat fardhu ‘ain (kewajiban individual) atau fardhu kifayah (kewajiban kolektif)?

Apabila yang mampu memberikan pertolongan hanya satu orang, maka hukumnya fardhu ‘ain. Bila satu orang tersebut tidak memberikan pertolongan, hanya dirinya saja yang berdosa. Namun jika bisa diberikan oleh beberapa orang maka hukumnya fardhu kifayah. Konsekwensinya, satu orang saja yang memberikan pertolongan menggugurkan kewajiban yang lain.

Izzuddin bin Abdissalam dalam Qawa’id al Ahkam fi Mashalih al Anam (1/66) menjelaskan, bahwa menolong seseorang yang dilindungi secara hukum (bukan kafir harbi) yang sedang tenggelam harus didahulukan dari shalat fardhu. Dengan pengertian, ia wajib menolong orang yang tenggelam lebih dulu setelah itu mengganti shalatnya.

Begitu pula orang yang berpuasa, jika melihat seseorang yang tenggelam atau terancam diterkam binatang buas, sementara ia tidak bisa menolongnya kalau tidak membatalkan puasa karena fisiknya lemah, maka wajib membatalkan puasanya.

Hal ini, karena pada posisi tersebut, ia bisa memperoleh dua kemaslahatan sekaligus. Menolong dan mengganti kewajiban setelah itu. Qadha’ shalat dan puasa.

Apakah yang ditolong harus sama agamanya atau tidak?

Dijelaskan oleh Ibnu Hajar al Haitami dalam Tuhfatu al Muhtaj fi Syarhi al Minhaj (9/220), wajib menolong orang yang sedang didera bahaya baik muslim atau non muslim yang mau hidup berdampingan dengan orang Islam (kafir dzimmi).

Dengan demikian, solidaritas dan upaya menolong orang lain tidak dibatasi oleh sekat-sekat agama. Apalagi ego suku, ras, dan golongan. Maka berpikir sempit bahwa tidak bernilai pahala menolong selain muslim merupakan pemahaman yang bertolak belakang dengan ajaran Islam.

Bagikan Artikel ini:

About Khotibul Umam

Alumni Pondok Pesantren Sidogiri

Check Also

sirah nabi

Pesan Nabi Menyambut Ramadan

Bulan Ramadan, atau di Indonesia familiar dengan sebutan Bulan Puasa, merupakan anugerah yang diberikan Allah …

imam ahmad bin hanbal

Teladan Imam Ahmad bin Hanbal; Menasehati dengan Bijak, Bukan Menginjak

Sumpah, “demi masa”, manusia berada dalam kerugian. Begitulah Allah mengingatkan dalam al Qur’an. Kecuali mereka …