Banjir Mereda, Dosa Terampuni

Mungkin untruk sementara waktu warga Ibu kota Jakarta dan sekitarnya, bisa bernafas lega. Pasalnya, banjir, yang beberapa hari ini merendam Ibu Kota, kini berangsur surut dan kondisi mulai pulih kembali. Pedagang bisa meneruskan berdagangnya. Pegawai bisa masuk kantor lagi, dan guru bisa mengajar lagi tanpa risau akan genangan air yang merintangi.

Patutlah bersyukur. Banjir dengan segala dimensi pemaparannya adalah musibah. Musibah didatangkan bukan untuk disambut dengan dengan tangisan, namun harus disambut dengan senyuman. Kenapa?

Pertama, Karena musibah berupa banjir, itu adalah musibah kecil. Meskipun banyak kerugian dan terpaan derita yang menuntut simpati, tetapi bencana ini hanya bagian kecil dari musibah yang harus diterima dengan ikhlas dan sabar.

Kedua, musibah yang sesungguhnya, menurut Ibnu Arabi, adalah hilangnya ajaran-ajaran Nabi Muhammad dalam denyut nadi kehidupan manusia. Selagi masih diberi kekuatan untuk mengamalkan ajaran Nabi seperti shalat, dan lainnya, banjir itu hanya catatan kecil yang tak perlu dikhawatirkan. Ahkam al-qur’an, 4/143.

Ketiga, musibah sejatinya, sebagai proses sterilisasi dosa-dosa manusia. Rasulullah bersabda:

أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهَا ، زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” مَا مِنْ مُصِيْبَةٍ تُصِيْبُ الْمُسْلِمَ إِلاَّ كَفَّرَ اللّٰهُ بِهَا عَنْهُ ، حَتّٰى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا

Sesungguhnya ‘Aisyah ra. Istri Nabi Muhammad saw. Berkata: Rasulullah bersabda: “ tidaklah suatu musibah yang menimpa seorang muslim, kecuali Allah akan menutupi kesalahannya, dengan sebab musibah tersebut walaupun musibah itu hanya berupa tertusuk duri” HR. Bukhari 5325.

Bertolak dari hadits ini, Imam al-Jashshash mengatakan, tak semestinya seorang muslim yang terkena musibah merasa risau, galau atau bahkan sedih. Di balik musibah itu pasti ada pahala besar yang akan diberikan oleh Allah. Dan pahala itulah yang nantinya mampu menutupi dosa, hingga tak terlihat. Ahkam al-Qur’an, 1/117

Soal kebaikan besar telah menanti bagi orang yang terkena musibah, telah digamblangkan oleh al-Qur’an

وَبَشِّرِ الصابرين الذين إِذَآ أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا للَّهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَاجِعونَ أولئك عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وأولئك هُمُ المهتدون

Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Inna lillahi wainna ilaihi raji’un.” Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. QS: al-Baqarah 155-157

Menghadapi musibah dengan ‘sabar’ memang butuh keahlian khusus. Keahlian, yang tidak bisa didapatkan di bangku sekolah, namun hanya bisa diperoleh dengan komitmen keimanan dan kontinuitas amal shalih.

Perhatiakan ayat di atas. Rahasia dibalik musibah. Pertama, orang yang terkena musibah akan dihadiahkan dengan ‘reward’ yang sangat luar biasa berupa kegembiraan tiada tara.

Kedua, kegembiraan itu berwujud keberkahan hidup, maka tunggulah kejayaan dan kesuksesan bagi masyarakat Jakarta. Keduanya seakan telah menanti di ujung lorong masa depan.

Ketiga, keberkahan hidup itu dikarenakan mereka mendapatkan petunjuk hidup yang benar. Maka, wahai Saudaraku, warga Jakarta, seperti judul Buku “habis gelap terbitlah terang” sambutlah kehidupan yang luar biasa pasca meredanya banjir ini. Tetap semangat, dan istiqamah dalam beramal shalih. Selamat tinggal duka, selamat datang suka.