shalat banjir
shalat banjir

Bagaimana Tata Cara Shalat bagi Para Korban Banjir?

Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi setiap muslim yang sudah baligh, sehat badan dan juga berakal sehat.  Shalat memiliki kedudukan yang sangat penting dan mendasar dalam Islam, yang tidak bisa disejajarkan dengan ibadah-ibadah yang lain. Rasulullah bersabda dalam sebuah hadistnya, “Perjanjian antara kami dengan mereka (orang kafir) adalah mengenai shalat, barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah). 

Pentinya ibadah shalat sehingga menjadi parameter dari ibadah muslim yang lain. Jika ibadah shalatnya baik dan benar akan tampak keseluruhan ibadah dan akhlaknya. Sehingga shalat menjadi kewajiban yang sebisa mungkin dalam kondisi apapun harus tetap dilaksanakan. Bagaimana jika sakit? Islam memberikan kemudahan dengan shalat yang memungkinkan untuk dilakukan baik berdiri, duduk, berbaring hingga hanya memberikan isyarat.

Saking pentingnya shalat dalam perjalanan pun orang tetap harus memperhatikan shalat. Ketika kondisi tidak memungkinkan maka shalatlah dalam kendaraan dengan toleransi arah kiblat yang diyakini. Jika pun tidak bisa tepat waktu, Islam memberikan rukhshah dengan menjamak (mengumpulkan) dan mengqashar (meringkas) shalat dengan syarat-syarat tertentu.

Semua aturan itu untuk menegaskan betapa pentingnya shalat bagi umat Islam. Lalu, pertanyaannya bagaimana pelaksanaan shalat dalam kondisi di tengah musibah seperti banjir? Banyak persoalan yang muncul ketika banjir. Pertama tentu tentang bersuci dengan wudhu dengan langkanya air bersih. Kedua, di mana seharusnya melaksanakan shalat di tengah genangan seperti itu?

Kita tahu bahwa salah satu syarat sah shalat adalah suci dari hadast besar maupun hadast yang kecil, dan cara bersuci dari hadast yakni menggunakan air yang suci. Lantas bagaimana cara bersuci bagi korban banjir?

Ketika kondisi banjir dan seorang masih memungkinkan mencari sumber air yang bersih untuk wudhu’ lakukanlah wudhu dengan air tersebut. Namun apabila sulit mendapatkan air bersih maka diperbolehkan bagi korban banjir bersuci dengan menggunakan air banjir yang keruh meskipun yang telah tercampur dengan tanah dan debu. Tentu dengan catatan air banjir yang digunakan tidak terdapat komponen najis yang dapat merubah warna, rasa dan bau dari air tersebut secara nyata.

Asy-Syaikh Al-‘Allamah Al-Faqih ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Bafadhal Al-Hadhrami dalam kitab al-Muqaddimah al-Hadramiyah mengatakan, “Perubahan air sebab diamnya air (dalam waktu lama), sebab debu, lumut, dan sebab sesuatu yang menetap dalam tempat menetapnya air dan tempat berjalannya air merupakan hal yang tidak dipermasalahkan” (Al-Muqaddimah Al-Hadhramiyyah).

Artinya dalam kondisi tersebut tidak ada alasan bagi seseorang untuk merasa sulit untuk mencari air sebagai sarana wudhu’. Lalu persoalannya, di manakah seseorang harus shalat? Apabila semua tempat telah tergenang air apakah boleh tetap melakukan solat diatas genangan air tersebut?

Dalam Shahih Bukhari 2/80, maktabah syamilah, Dari Yahya dari Abu Salamah berkata, “Aku bertanya kepada Abu Sa’id Al Khudri”. Ia lalu menjawab, “Pada suatu hari ada banyak awan lalu turun hujan lebat hingga atap Masjid menjadi bocor oleh air hujan. Waktu itu atap masih terbuat dari daun pohon kurma. Ketika shalat dilaksanakan, aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sujud di atas air dan lumpur hingga tampak sisa tanah becek pada dahi beliau.”

Tidak ada halangan untuk tidak menjalankan shlat meski dalam keadaan lantai tergenang maupun becek, selama tidak adanya indikasi najis yang nyata di dalamnya. Dan tidak diperbolehkan bagi umat shalat di atas tempat yang telah diketahui kenajisannya. Misalnya, melakukan sholat di atas genangan darah atau timbunan bangkai. Sedangkan bila menjalankan shalat di atas air banjir yang tidak dapat dipastikan kenajisannya maka hukumnya kembali kepada hukum asal air mutlak.

Perlu diingat bahwa bagi seseorang yang masih ragu dengan perubahan air banjir yang telah tercampur tanah atau lebih dominan karena tercampur benda yang lain, maka dalam kondisi keraguan seperti ini air berstatus suci dan menyucikan. Sebab hukum asal dari air adalah suci, dan kesucian tersebut tidak menjadi hilang hanya disebabkan suatu keraguan. 

Wallahualam

Bagikan Artikel ini:

About Imam Santoso

Check Also

nabi musa

Testament : The Story of Moses di Netflix, Bagaimana Nabi Musa Versi Al-Quran?

Film tentang Nabi Musa di Netflix cukup mendapatkan respon positif dari permisa. Film berjudul Testament …

hakikat zakat fitrah

Hakikat Zakat Fitrah : Laku Spiritual dan Solusi Sosial

Selain berpuasa sebagai bentuk ibadah, Ramadan juga menjadi momen bagi umat Islam untuk meningkatkan kedermawanan …