meniadakan shalat jumat
meniadakan shalat jumat

Bolehkah Meniadakan Sementara Shalat Jumat Gara-gara Corona?

Bolehkah meniadakan sementara shalat jumat dengan alasan virus corona? Sudah cukupkah alasan virus ini menjadi legalitas dalam meniadakan sementara shalat jumat?


Ada yang berkata Shalat Jum’at itu hari raya (id) bagi orang-orang fakir miskin, bahkan shalat jum’at itu haji bagi mereka. Shalat Jum’at adalah ritual ibadah sekali dalam sepekan. Rupa-rupanya, ritual ini cukup praktis untuk menyampaikan pesan-pesan keagamaan dan memupuk kebersamaan.

Oleh karenanya, shalat berjamaah, satu satunya sarana penting untuk merajut harmoni umat. Maka tak heran, bila agama menganjurkan (sunnah) memakai wangi-wangian sebelum berangkat ke shalat jumat, karena di sana akan shalat bersama orang lain.

Merebaknya virus corona di berbagai termasuk di Indonesia telah memantik kewaspadaan bahkan kepanikan. Beberapa kebijakan mulai dilakukan dengan mengurangi aktfiitas berkumpul hingga meliburkan sekolah seperti di Solo dan Jakarta.

Termasuk kebijakan pembatasan aktifitas berkumpul adalah shalat jamaah dan shalat jumat. Di beberapa negara seperti Iran dan Singapura telah mengeluarkan kebijakan meniadakan sementara shalat jumat karena tingkat sebaran yang mulai tinggi. Sementara untuk Arab Saudi dan Malaysia mempersingkat waktu shalat jumat.

Lalu bagaimana pandangan fikih dalam melihat kebijakan meniadakan sementara shalat jumat karena alasan virus corona? Apakah virus corona termasuk alasan kuat untuk menjadi sebab kebolehan tidak melakukan shalat jumat?

Dalil Wajibnya Shalat Jumat

Sebelum mengurai alasan-alasan meniadakan sementara shalat jumat, penting sekali untuk melihat dasar kewajiban shalat jumat.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya : Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat di hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.QS:al-Jumu’ah:9

Syekh Ismail hakki al-Barusawi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “shalat” itu adalah shalat Jum’at. Sementara Abdullah Ibnu Abbas melengkapi keterangan tafsir al-Barusawi. Bahwa yang dimaksud “mengingat Allah” itu adalah mendengarkan khutbah Imam dan shalat jum’at bersama Imam. Ruh al-bayan, 15/323 Tanwir al-Miqbas, 2/86.

Abu Abdillah Muhammad Ibn Abdurrahman al-Dimasyqi mengatakan berdasarkan ayat ini semua Ulama’ sepakat (Hanafiyah, Malikiyyah, Syafiiyah dan Hanabilah) bahwa hukum shalat Jum’at adalah wajib. (Rahmah al-Ummah Fi Ikhtilaf al-Aimmah, 54).

Alasan-Alasan Untuk Tidak Shalat Jum’at

Sebenarnya meniadakan sementara shalat jumat sudah menjadi persoalan klasik. Karena itulah tidak kesulitan untuk menemukan justifikasi hukum atas kasus ini. Hanya saja penting untuk melihat indikator yang menyebabkan kebolehan tidak shalat jumat tersebut.

Dalam kajian fikih klasik ada istilah Udzr al-Jama’ah (alasan-alasan untuk meninggalkan Jama’ah), termasuk juga Shalat Jum’at. Alasan-alasan itu, Pertama, hujan deras. Hingga bila memaksa pergi untuk shalat jum’at pakaiannya akan basah kuyub walaupun memakai paying atau mantel.

Kedua, jalan menuju masjid becek dan licin, sehingga jika berjalan menuju masjid pasti terpelangting jatuh.

Ketiga, suhu udara yang sangat panas sehingga keringat bisa membasahi pakaian shalat. atau sangat dingin hingga tidak akan fokus melakukan shalat jum’at karena menggigil kedinginan.

Keempat, gangguan penyakit yang membahayakan dan merepotkan (masyaqqah al-maradh). Seperti virus corona tergolong penyakit yang masyaqqah merepotkan dan membahayakan. (Fath al-Mu’in, Zainuddin al-Malibari, 39).

Soal alasan yang terakhir, yaitu adanya gangguan penyakit yang merepotkan dan membahayakan, al-Bujairami menambahkan penyakit itu betul-betul mengganggu kekhusyuan Jama’ah dalam menunaikan shalat Jum’at. (Hasyiyah al-Bujairami, 5/85).

Meniadakan sementara shalat jum’at gara-gara virus corona mendapatkan legalitas fikih. Senyampang virus itu betul- betul diyakini akan menimbulkan mudharat besar. Artinya, butuh alat ukur lain dalam menilai apakah penyakit itu betul-betul pada tingkat yang membuat sulit dan mudharat dalam pelaksanaan shalat jumat.

Alat ukur tersebut bukan lagi instrument fikih, tetapi pendekatan medis dan kebijakan negara. Tentu ini membutuhkan maklumat Negara untuk menginformasikan bahwa Negara sedang dalam keadaan darurat nasional oleh corona.

Ketika ada dasar ilmiah melalui dunia medis dan maklumat negara sejatinya sudah cukup absah untuk meniadakan shalat jumat. Dasar ilmiah medis dan kebijakan negara bisa menjadi indikator bahwa corona adalah penyakit yang membahayakan dan merepotkan dan bisa menjadi penyebab kebolehan meniadakan sementara shalat jumat.

Wallahu a’lam bi al-shawab

Bagikan Artikel ini:

About Abdul Walid

Alumni Ma’had Aly Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo

Check Also

hewan yang haram

Fikih Hewan (1): Ciri Hewan yang Haram Dimakan

Soal halal-haram begitu sentral dan krusial dalam pandangan kaum muslimin. Halal-haram merupakan batas antara yang …

tradisi manaqib

Tradisi Membaca Manaqib, Adakah Anjurannya ?

Salah satu amaliyah Nahdhiyyah yang gencar dibid’ahkan, bahkan disyirikkan adalah manaqiban. Tak sekedar memiliki aspek …