dakwah dengan pendekatan budaya

Dakwah dengan Pendekatan Budaya sesuai Anjuran al-Quran

Ada maqalah yang sangat menarik bahwa Al-haq bilâ nizham yaghlibuhul bâthil binizham.” Artinya : kebenaran tanpa metode (aturan) akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir dengan baik. Metode menjadi sangat penting yang tidak kalah pentingnya dari subtansi. Kebaikan akan menjadi buruk ketika dilakukan dengan metode yang buruk.

Begitu pula dalam berdakwah. Dakwah yang sejatinya memiliki subtansi yang baik akan menjadi kontra produktif jika dilakukan dengan dengan metode yang buruk. Karena itulah, Al-Quran mengajarkan pentingnya metode dakwah. Bukan sekedar memahami esensi dakwah, tetapi bagaimana seorang juga belajar metode berdakwah.

Salah satu yang diajarkan dalam al-Quran adalah tentang metode berdakwah. Dalam al-Quran disebutkan : Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk. (An-Naḥl [16]:125).

Saya ingin memfokuskan dengan kata hikmah. Hikmah adalah kebijaksanaan dalam berdakwah. Menurut Al-Qurthubi, hikmah berarti menyampaikan kebenaran dengan tepat, sesuai dengan situasi dan kondisi orang yang diajak bicara. Pendakwah harus menggunakan kata-kata yang halus, masuk akal, dan menghindari cara yang kasar atau menyinggung perasaan.

Metode hikmah di samping menuntut kekuatan logika dan dalil yang kuat, di sisi lain menuntut kebijaksanaan dalam memilih kata yang tepat dan efektif. Kemampuan dalam memahami konteks sosial, budaya dan karakteristik audiens. Secara sederhana, pendakwah harus memahami dan mengadaptasi dakwah dengan pendekatan yang sesuai dengan kultur sosial masyarakat.

Metode hikmah ini sesuai dengan hadis Nabi: Kami, para Nabi, diperintahkan Allah untuk berbicara (mengajak) kepada masyarakat sesuai dengan tingkat akal pikiran mereka.” Kadar akal ini berarti akdar intelektual, bahasa dan sosio kultural masyarakat.

Pendakwah harus mendekati masyarakat dengan pendekatan budaya, bukan memilih jalan yang anti pati terhadap kebudayaan dan tradisi masyarakat. Pendekatan terbaik dalam berdakwah adalah dengan kebiasaan, adat istiadat, dan kebudayan masyarakat.

Kepentingan pendekatan budaya ini agar esensi dakwah mudah diterima dan masyarakat tidak anti pati terhadap Islam. Menyebarkan Islam dengan memerangi budaya atau menyalah-nyalahkan kebiasaan masyarakat akan menimbulkan resistensi sosial.

Karena itulah, Sayyidina Ali bin Abi Thalib mengatakan “Berbicaralah kepada masyarakat melalui bahasa dan cara yang mereka mengerti. Apakah kalian ingin Allah dan Rasul-Nya didustakan?”.

Inilah sebenarnya kecanggihan para penyebar Islam, khususnya Wali Songo yang sukses menyebarkan Islam di Nusantara. Wali Songo menjadikan budaya sebagai instrument dalam menyebarkan Islam. Budaya dijadikan alat pendukung dalam mengenalkan Islam dengan mudah dan bisa diterima masyarakat.

Kebudayaan, kebiasaan, adat dan tradisi di Nusantara tidak dihilangkan. Wali Songo tidak menolak kebudayaan, tetapi melakukan transformasi kebudayaan dengan cara perubahan struktur nilai, norma, dan pola pikir masyarakat dalam memaknai budayanya. Ada rekonstruksi budaya yang diinternalisasi oleh ajaran Islam, tanpa merobohkan tatanan budaya yang ada.

Proses rekonstruksi nilai budaya ini menjadi sangat penting dalam dakwah. Inilah sebenarnya pengertian dari hikmah dalam berdakwah. Kesuksesan metode hikmah dengan rekonstruksi budaya ini menjadi salah satu hasil yang sampai saat ini bisa kita rasakan. Islam menyatu dalam budaya masyarakat, tanpa menghilangkan budaya. Islam menjadi kekal dalam kebudayaan masyarakat.

Dalam konteks saat ini, pilihan kebudayaan sebagai sarana dakwah telah berkembang. Berdakwah dengan musik, berdakwah dengan perangkat digital, berdakwah dengan gaya milenial dan sebagainya merupakan pilihan yang terus berkembang dalam beradaptasi dengan kebudayaan.

Intinya, dakwah harus dilakukan dengan metode hikmah sebagaimana diajarkan dalam al-Quran, yakni dengan argumen yang logis, dalil yang kokoh dan kebijaksanaan dalam memahami struktur dan kultur sosial yang ada. Semuanya perlu kematangan dan pengalaman dalam berdakwah. Berdakwah bukan sekedar menyampaikan, tetapi memahami metode untuk menyampaikan secara efektif. Salah satunya dengan memahami akal, bahasa dan budaya masyarakat.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

BRIN Moderasi Beragama

Moderasi beragama Bukan Sekadar Konsep Akademik, Tapi Jalan Tengah Untuk Beragama secara Damai, Inklusif, dan Berkeadaban

Jakarta — Meningkatnya berbagai aksi kekerasan yang mengatasnamakan agama menunjukkan bahwa paham radikal masih memiliki …

Prof M Suaib Tahir PhD

Jihad Palsu di Balik “Ukhuwah Global”: Umat Diminta Waspada Propaganda ISIS

Jakarta — Kelompok teroris ISIS kembali menyebarkan propaganda bermuatan ajakan jihad ke berbagai negara konflik, …