terorisme dalam fikih
terorisme

Doktrin Kelompok Teror (1) : Mendasarkan Al-Baqarah ayat 191 sebagai Pembenaran Membunuh

“Bunuhlah mereka  di mana pun kamu jumpai”, begitulah potongan ayat itu dikutip dengan menggelegar oleh mereka. Bagi kelompok teror, membunuh aparat dan siapapun yang dianggap musuh adalah benar dengan mendasarkan pada kutipan ayat tersebut.

Ayat tersebut adalah surat al-Baqarah 191 dengan redaksi yang lengkap : Bunuhlah mereka (yang memerangimu) di mana pun kamu jumpai dan usirlah mereka dari tempat mereka mengusirmu. Padahal, fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan. Lalu janganlah kamu perangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangimu di tempat itu. Jika mereka memerangimu, maka perangilah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.

Jika dibaca secara lengkap akan mulai muncul kekeliruan yang dipahami kelompok ini. Ayat tersebut berbicara dalam konteks perang dalam mempertahankan diri terhadap mereka yang menyerang umat Islam. Perang adalah bagian dari strategi untuk mempertahankan nyawa umat Islam.

Harus dipahami adalah syarat perang ketika mereka mendahului untuk memerangi. Bahkan larangan untuk berperang tanah haram atau juga bulan haram bisa dianulir jika mereka melakukan penyerangan.

Ini juga menjadi salah satu kaidah dalam fikih mencegah keburukan yang lebih besar diutamakan. Artinya, menghormati tanah haram bisa ditangguhkan jika ancaman nyata yang lebih besar datang ketika orang kafir menyerang terlebih dahulu di tanah haram. Umat Islam pun diperbolehkan melakukan perang di area tersebut.

Lihatlah bagaimana ayat ini menjadi panduan sekaligus etika perang dalam Islam yang berjenjang penuh dengan persyaratan. Perang bukan karena nafsu dan kebencian yang bisa dilakukan di mana pun dan kepada siapapun sebagaimana kelompok teror yang sering memenggal ayat al-Quran sebagai pembenaran.

Tingkatan perang yang diatur dalam ayat tersebut adalah perang untuk mempertahankan nyawa. Perang dilarang di tanah suci dan bulan suci. Namun, perang di area dan waktu tersebut bisa dilakukan ketika umat Islam mendapatkan serangan.  Ibnu Katsir juga menjelaskan bahwa peperangan yang dilakukan tujuannya tak lain ialah mempertahankan diri.

Lihatlah bagaimana ayat ini mengatur dengan begitu teratur ihwal peperangan. Dan jangan lupakan dan jangan dipotong hanya membaca al-Baqarah 191. Kita harus melihat lanjutan ayat berikutnya yang berbunyi : Namun, jika mereka berhenti (memusuhimu), sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Perintah perang bukan ibadah yang konstan dan fundamental dalam Islam. Tetapi, perang sebagai pengorbanan paling tinggi karena mengorbankan yang paling berharga karena itulah disebut jihad, merupakan ibadah yang dinamis dan fleksibel.

Kewajiban perang ini adalah perintah yang membutuhkan syarat dari luar atau disebut faktor eksternal. Tidak boleh disejajarkan dengan ibadah semisal Shalat, Puasa, Zakat dan Haji yang memang menjadi kewajiban terus menerus bagi umat Islam yang membutuhkan syarat internal. Bahkan dalam kondisi darurat pun shalat harus dilaksanakan dengan pendekatan rukhsah.

Berbeda dengan perang dalam Islam. Perang adalah wajib ketika musuh menyerang. Namun, ketika musuh menyerah dan berhenti memusuhi dan menimbulkan fitnah, kewajiban ini berhenti. Jihad yang harus dilakukan bukan perang, tetapi memberikan pengampunan dan pemaafan bagi mereka. Sikap ini juga bentuk jihad karena membutuhkan kelapangan hati.

Maka, ketika Rasulullah menaklukkan Makkah di mana Rasulullah diusir oleh para kafir Quraisy, apakah Nabi melakukan pembalasan? Nabi memaafkan dan mendeklarasikan Kota Makkah sebagai suci hingga hari kiamat tidak ada peperangan. Jika ada seorang diperkenankan berperang di Mekah dengan alasan bahwa Rasulullah pernah melakukan serupa itu, katakanlah kepadanya, bahwa Allah mengizinkan hal itu kepada Rasul-Nya dan tidak mengizinkan kepada kamu. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Upaya memahami ayat di atas harus pula mengikutkan ayat berikutnya yakni al-Baqarah 193 yang berbungi : Perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah dan agama (ketaatan) hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti (melakukan fitnah), tidak ada (lagi) permusuhan, kecuali terhadap orang-orang zalim.”

Ayat ini sekali lagi harus dilandaskan pada prinsip perang dalam Islam jika mereka memerangi. Umat Islam diperintahkan memerangi mereka sampai tidak ada fitnah yang dapat merusak umat Islam. Berhentilah ketika sudah tidak ada fitnah dan permusuhan, kecuali kepada orang dzalim di antara mereka yang tetap mempertahankan diri pada permusuhan.

Ayat Al-Baqarah 191 adalah bagian dari ayat-ayat dalam Al-Quran yang mengatur tindakan dalam konteks perang, khususnya dalam pertahanan diri. Ayat ini mengizinkan tindakan perang sebagai tindakan terakhir dalam situasi di mana umat Islam diserang fisik dan dianiaya. Tujuannya adalah untuk melindungi umat Muslim dan memastikan keadilan dalam situasi konflik.

Ketika perang sebagai jalan terakhir dilakukan, jangan tertipu dengan tafsir teroris, kembali lah pada ayat al-baqarah 190 : “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” [Q.S. al-Baqarah: 190].

Apa kategori melampuai batas dalam peperangan? Menurut Hasan al-Basri yang dimaksud melampaui batas yakni melakukan hal-hal yang dilarang dalam perang antara lain, mencincang musuh, curang, membunuh wanita dan anak, orang lanjut usia, para rahib dan pendeta-pendeta yang ada di dalam gereja-gereja dan mereka yang tidak terlibat dalam perang atau tidak memusuhi umat Islam.

Dari pemahaman yang utuh tersebut kita bisa simpulkan sesungguh kelompok teror yang seringkali mengatasnamakan agama bukan melakukan tafsir, tetapi memenggal ayat dan mengeksploitasi ayat demi kepentingan dan pembenaran mereka. Karena itulah berhati-hatilah umat Islam khususnya generasi muda yang kerap menjadi korban dari cara mereka mendoktrin dan menumbalkan generasi muda.

Bagikan Artikel ini:

About Farhan

Check Also

tionghoa dan islamisasi nusantara-by AI

Jejak yang Terlupakan: Etnis Tionghoa dalam Islamisasi Nusantara

Seberapa sering kita mendengar nama-nama besar dalam sejarah Islam di Nusantara? Seberapa banyak kita mengingat …

kubah masjid berlafaskan allah 200826174728 473

Segala Sesuatu Milik Allah : Jangan Campuradukkan Pemikiran Teologis dengan Etika Sosial

Segala sesuatu yang di alam semesta adalah milik Allah. Dialah Pencipta dan Raja segala raja …