Sebagian umat Islam ada yang melarang untuk bermu’amalah dengan non muslim, termasuk jual beli. Sebab, kata mereka, Nabi tidak pernah melakukan transaksi jual beli dengan non muslim. Hal ini kemudian memicu tumbuhnya sikap antipati terhadap non muslim, bahkan menjadi sebab persemaian benih kebencian. Pada momen-momen politik eskalasinya meningkat sampai pada tahap pemboikotan terhadap produk non muslim.
Pemahaman seperti ini tentu harus dikaji ulang. Apakah benar transaksi dengan non muslim hukumnya haram? Bukankah persoalan transaksi seperti jual beli adalah kebutuhan setiap individu yang sifatnya alami? Bahkan di daerah tertentu transaksi dengan non muslim menjadi keharusan.
Hakamat Basyir Yasin dalam karyanya Samahatu al Islam fi al Ta’amul ma’a ghairi al Muslimin menulis, Rasulullah menganjurkan sikap toleransi dalam transaksi jual beli. Beliau bersabda, “Allah mengasihi seseorang yang toleran dalam jual beli dan ketika memutuskan sesuatu”. Hadis ini bisa ditemukan dalam Shahih Bukhari, Kitabul Buyu’, bab Suhulah wa al Samahah. Hadis ini sifatnya umum, mencakup transaksi sesama muslim dan non muslim.
Mengomentari hadis Nabi di atas, Ibnu Hajar dalam Fathu al Bari menulis, redaksi hadis “Allah mengasihi seseorang” memiliki dua kemungkinan makna, yaitu doa dan berita. Ibnu Habib al Maliki dan Ibnu Baththal berpendapat kalimat tersebut adalah doa.
Hadis ini adalah anjuran untuk toleran mengedepankan akhlak terpuji dalam transaksi jual beli, baik sesama muslim maupun non muslim. Dan, juga sebagai penegasan terhadap bolehnya melakukan transaksi dengan non muslim dan larangan mempersulit orang lain.
Sikap toleran dalam mu’amalah dengan non muslim dicontohkan oleh Nabi sendiri ketika beliau menggadaikan baju perangnya kepada orang Yahudi bernama Abu Syahm sebagimana hadis riwayat Aisyah. Pada saat yang lain beliau juga menerima hibah dari seorang pendeta Yahudi bernama Mukhairik.
Telah jelas bahwa transaksi dengan non muslim hukumnya boleh seperti telah dicontohkan oleh Nabi. Tidak ada alasan untuk mengharamkannya. Tentu saja dengan catatan transaksi tersebut sesuai dengan syariat Islam. Seperti, barang yang diperdagangkan adalah suci, bukan barang yang diharamkan untuk diperjualbelikan, bukan barang ilegal dan seterusnya.