undangan non muslim
undangan non muslim

Fikih Toleransi (6): Menghadiri Undangan Non Muslim

Toleransi yang sejatinya merupakan ajaran Islam mulai menipis, bahkan dianggap bukan ajaran Islam. Ini terjadi di Indonesia yang dihuni oleh mayoritas muslim. Problematika bangsa Indonesia yang paling serius adalah menipisnya toleransi yang mengancam retaknya persatuan.

Banyak faktor yang melatarinya. Salah satunya adalah maraknya berita hoaks di media digital tentang wacana keagamaan yang disalah artikan. Seringkali dijumpai penyampaian ilmu keagamaannya dengan penafsiran sembarangan tanpa rujukan yang jelas. Kadang sampai pada berani menafsirkan al Qur’an dan hadis tanpa merujuk pada tafsir-tafsir para ulama, seperti tafsir al Thabari, Ibnu Katsir, al Qurthubi, al Wasith li al Thanthawi, tafsir Jalalain, dan lain-lain.

Di antara yang sering dipermasalahkan adalah menghadiri undangan non muslim. Hal ini dianggap mengamini keyakinan mereka. Karena itu, penting untuk melihat pendapat ulama fikih tentang hukum menghadiri undangan non muslim.

Dalam kitab Hasyiatu al Jamal dijelaskan syarat-syarat menghadiri undangan sehingga menjadi wajib atau sunnah. Di antaranya, yang mengundang atau yang diundang sama-sama beragama Islam. Karena itu, tidak sunnah menghadiri undangan non muslim karena antara muslim dan non muslim tidak ada ikatan kasih sayang. Namun begitu, menghadiri undangan kafir dzimmi tetap disunnahkan walaupun kadar kesunnahannya di bawah kesunnahan menghadiri undangan muslim.

Dalam al Qur’an Allah berfirman, “Allah tidak melarang kalian berbuat baik dan berlaku adil kepada orang-orang yang tidak memerangi kalian karena agama dan tidak (pula) mengusir kalian dari negeri kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. (al Mumtahanah: 8).

Dari Anas bin Malik, ia berkata, “Ada seorang Yahudi mengundang Nabi untuk menikmati hidangan roti gandum dengan acar hangat, Nabi pun menghadiri undangan tersebut”.

Ayat al Qur’an dan hadis ini dijadikan hujjah oleh para ulama bolehnya menghadiri undangan non muslim. Muslim tetap dianjurkan untuk hadir di saat diundang oleh non muslim seperti dalam acara pernikahan dan acara-acara yang lain sebagai bentuk penghormatan dan perlakuan adil terhadap mereka.

Tentu dengan syarat dalam acara tersebut tidak diisi dengan aktivitas kemaksiatan. Kalau dalam acara itu kemaksiatan ditampakkan secara jelas, maka dilarang untuk hadir, sekalipun yang mengundang adalah sesama muslim.

Bagikan Artikel ini:

About Faizatul Ummah

Alumni Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo dan Bendahara Umum divisi Politik, Hukum dan Advokasi di PC Fatayat NU KKR

Check Also

Toa masjid

Toa dan Sejarah Tadarus Al Qur’an di Bulan Ramadan

Ramadan kali ini pun tak luput dari perdebatan soal pengeras suara (TOA). Polemik bermula dari …

manfaat tidur

Hati-hati, Ternyata Ada Tidur yang Membatalkan Puasa

Pemahaman tekstual terhadap dalil agama bisa berakibat fatal. Pemaknaan apa adanya tersebut berkontribusi memberikan informasi …