argumen negara Islam
argumen negara Islam

Jangan Salah Paham dengan Istilah Islam Nusantara

Islam Nusantara memuat dua kata yang menjadi istilah; “Islam” dan “Nusantara”. Islam adalah agama yang memuat beberapa ajaran penting yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw untuk mengatur kehidupan manusia baik kaitannya dengan sang pencipta atau kepada sesama makhluk. Sementara Nusantara merupakan kumpulan pulau-pulau yang membentuk satu negara Indonesia. Dengan demikian dapat dipahami Islam Nusantara adalah ajaran-ajaran Islam yang berada di Nusantara.

Kegagalan dalam memahami istilah ini ternyata sangat luar biasa. Terkadang karena kebencian dan faktor politik lalu menjeburkan diri dalam nista pengkafiran. Islam Nusantara dianggap bagian Islam baru yang dianggap kafir. Tentu hal ceroboh dan bodoh seperti itu karena kurangnya tabayyun dan memahami maksud yang sebenarnya. Mari kita ulas dengan pikiran jernih dan arif.

Islam memuat tiga ajaran penting di dalamnya, yaitu: 1) Tauhid. Ajaran ini berisi tentang keimanan seseorang kepada Allah, Rasul_Nya, kitab-kitab, malaikat, hari akhir serta qadha’ dan qadhar. 2) Akhlak dan Tasawwuf. Ajaran ini menitik beratkan kepada sikap dan tindakan seseorang, apakah dinilai baik atau buruk. 3) Fiqh. Ajaran ini berkaitan tentang kebenaran apa yang dilakukan oleh seseorang menurut syariat Islam. Sehingga dalam Fiqh memuat beberapa hukum-hukum yang mengatur perbuatan manusia kepada Allah swt sebagai bentuk ibadah atau kepada sesama makhluk agar tercipta kenyamanan dan ketentraman dalam berkehidupan dan berkebangsaan di tengah-tengah masyarakat yang majemuk.

Tiga ajaran Islam tersebut terbagi menjadi dua; yaitu ajaran Islam yang bersifat tsawabit dan ada yang bersifat mutaghayir. Ajaran Islam yang bersifat tsawabit artinya ajaran Islam yang tidak bisa berubah kapan pun dan dimanamun. Sementara ajaran mutaghayir adalah ajaran Islam yang berpotensi berubah sesuai perkembangan zaman dan tempat karena untuk mewujudkan kemaslahatan.

Ajaran Islam yang pertama (Tauhid) dan yang kedua (akhlak dan tasawwuf) termasuk ajaran yang tsawabit. Pada ajaran yang pertama (Tauhid), keimanan seseorang kepada Allah swt tidak berubah karena adanya perubahan zaman. Sejak masa Nabi Muhammad saw setiap muslim mengakui dan berkeyakinan bahwa dzat yang berhak disembah hanyalah Allah swt dan Nabi Muhammad saw merupakan utusan_Nya. Keyakinan tersebut tetap ada dan tidak berubah hingga saat ini. Sekalipun ada banyak musibah ketuhanan Allah swt dan Rasulan Nabi Muhammad saw tetap tidak tergantikan di hati setiap muslim. Dan ini berlaku dimana pun, baik di Saudi Arabia, Indonesia, Amerika, China dan negara-negara di belahan dunia ini.

Pada ajaran kedua (akhlak dan tashawwuf) juga tidak akan berubah karena perubahan masa dan tempat. Pencurian, perampokan, perzinahan, kapan pun dan dimana pun terjadi adalah sikap yang disepakati sejak masa Nabi Muhammad saw hingga sekarang sebagai sikap yang buruk. Ini pun juga berlaku di semua negara bahkan semua agama. Sementara sikap bersih-bersih, bergotong royong, membantu orang yang terkena musibah, sikap seperti ini sejak masa Nabi Muhammad saw hingga saat ini dinilai sebagai sikap yang baik dan indah.

Sementara pada ajaran Fiqh masih perlu dipilah menjadi dua; Pertama Fiqh Qat’i, yaitu ajaran-ajaran Fiqh yang sudah qat’i dari Allah swt sehingga tidak ada ruang ijtihad bagi siapa pun dalam hal ini. Konsekwensinya, Pada Fiqh Qat’i, tidak akan terwujud khilafiyah (perbedaan pendapat) di kalangan ummat Islam. Yang termasuk ranah Fiqh Qat’i, adalah shalat lima waktu. Sejak Islam pertama kali ada, shalat lima waktu hukumnya wajib, tidak kemudian karena ada perubahan zaman dan tempat kemudian shalat lima waktu hukumnya menjadi sunnah atau haram. Begitu juga rakaat shalat lima waktu yang telah ditentukan sejak awal oleh syariat Islam. Sampai hari kiamat nanti jumlah rakaat shalat maghrib tetaplah tiga rakaat, isya’ empat rakaat, subuh dua rakaat, dzuhur dan ashar empat rakaat. Tidak kemudian karena adanya perkembangan zaman dan kesibukan manusia lalu jumlah rakaat shalat menjadi berubah. Untuk Fiqh Qat’i ini juga masuk ke dalam ajaran Islam yang tsawabit.

Kedua Fiqh Ijtihadi. Yang dimaksud Fiqh Ijtihadi adalah ajaran fiqh yang dilakukan berdasarkan ijtihad ulama untuk memperoleh kemaslahatan sesama ummat manusia. Karena bercita-cita untuk mewujudkan kemaslahatan bersama, tentu Fiqh ini akan menyesuaikan keadaan waktu dan tempat. Seperti adzan Jum’at dua kali. Pada masa Rasulullah saw adzan Jum’at hanya dilakukan satu kali ketika khatib hendak melakukan khutbah, namun pada masa Sayyidina Utsman bin Affan ra karena ummat muslim sudah berkembang pesat dan berada di mana-mana, sehingga adzan Jum’at dilakukan dua kali agar yang berada di kejauhan masjid dapat menututi shalat Jum’at.

Jika pada masa Nabi Muhammad saw tidak ada pencatatan al Qur’an karena ummat Islam tidak merasa penting dengan pencatatan al Qur’an, tetapi kemaslahatan al Qur’an berubah di masa Abu Bakar Asshiddiq akibat banyak para penghafal al Qur’an gugur di medan perang, sehingga perlu melakukan pencatatan al Qur’an agar tidak mudah dimasuki teks-teks yang bukan al Qur’an ke dalam al Qur’an. Jika pada masa Nabi Muhammad saw tidak wajib mempelajari ilmu nahwu, ilmu sharraf, ilmu tafsir dan ilmu hadits, karena tentang keislaman sudah dapat ditanyakan langsung kepada Nabi Muhammad saw, tetapi saat ini wajib mempelajari ilmu-ilmu tersebut untuk mendapatkan pemahaman yang kaffah tentang Islam.

Artinya, ajaran Islam yang diperoleh dari hasil ijtihad ini sangat memungkinkan berbeda-beda sesuai waktu dan tempat karena kemaslahatan dan kebutuhan individu manusia yang berbeda-beda.

Begitu juga ajaran Islam di Nusantara ini. Bisa saja ajaran yang berada dinegara Saudi Arabia tidak bisa diberlakukan di Indonesia karena kemaslahatan yang berbeda. Contoh sederhana, bagi warga Indonesia tidak wajib melaksanakan ibadah haji jika tidak ada kendaraan ke Makkah. Karena untuk menuju Makkah yang sangat jauh dari Indonesia tidak bisa ditempuh dengan jalan kaki. Sehingga kendaraan menjadi syarat wajibnya haji bagi warga Indonesia. Hukum ini tentu berbeda dengan  ummat Islam yang berdekatan dengan Makkah. Kendaraan tidak wajib bagi mereka karena tanpa kendaraan mereka bisa sampai dengan mudah ke Makkah. Begitu juga tradisi tahlilan, selamatan kelahiran dan ajaran-ajaran Islam yang berkembang di Nusantara lainnya. Ini sebenarnya ruh dari Qaidah Fiqh:

تَغَيُّرُ الْأَحْكَامِ بِتَغَيُّرِ الْأَزْمَانِ وَالْأَمْكَانِ

Artinya: “Perubahan hukum sangat dipengaruhi dengan perubahan waktu dan tempat”

Dari paparan di atas maka dapat dipahami bahwa Islam Nusantara bukan ajaran Islam baru yang menentang ajaran-ajaran Islam Qat’i (seperti Tauhid, Tashawwuf, akhlak dan Fiqh Qat’i), tetapi Islam Nusantara merupakan ajaran-ajaran Islam yang berkembang di Nusantara akibat ijtihad ulama Nusantara untuk kemaslahatan-kemaslahatan yang terus berkembang di Nusantara. Sehingga Islam Nusantara hanya bergerak dalam ranah Fiqh Ijtihadi saja, tidak sampai pada masalah aqidah, Tasawwuf dan Fiqh Qat’i.

Wallahua’lam

Bagikan Artikel ini:

About M. Jamil Chansas

Dosen Qawaidul Fiqh di Ma'had Aly Nurul Qarnain Jember dan Aggota Aswaja Center Jember

Check Also

membaca al-quran

Membaca Al Qur’an di Kuburan Menurut Ibn Qayyim Al Jauziyah

Di antara tradisi Ahlussunnah wal Jama’ah yaitu melakukan ziarah kubur. Bahkan menurut Ibn Hazm sebagaimana …

shalat jamaah perempuan

Posisi Yang Utama Bagi Perempuan Saat Menjadi Imam Shalat

Beberapa hari belakangan ini sempat viral di media sosial tentang video yang menampilkan seorang perempuan …