jihad
jihad

Jihad secara Damai? Begini Caranya Meraihnya!

Katakanlah: ‘Apakah akan kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannnya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. al-Kahfi: 103-104).

Ayat di atas terasa menggelitik, sebab membicarakan suatu kelompok beragama yang mengira bahwa mereka adalah sebaik-baik golongan, padahal sejatinya mereka merugi dan hina karena melakukan perbuatan yang sia-sia dalam kehidupan di dunia ini. Di antara wujud kelompok ini adalah terorisme, yang kerap mempolitisir teks agama sebagai alat justifikasi aksinya brutalnya. Dengan dalih atas nama jihad, mereka merencanakan dan melakukan aksi bom bunuh diri dan sejenisnya. Laku seperti ini dianggap yang paling benar.

Islam adalah agama kasih sayang, bukan agama yang mengajarkan kekejaman. Segala bentuk kekerasan yang dapat merugikan hajat hidup banyak orang tidak dibenarkan oleh agama. Dalam fatwa MUI, terorisme termasuk perbuatan haram.

Islam sebagai agama damai dan penuh rahmah juga sudah termaktub dengan jelas dalam beberapa dalil dalam Alquran dan hadis. Diantaranya, Allah berfirman, “Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta.” (QS. al-Anbiya’: 107). Bahkan Rasulullah pun bersabda tentang dirinya: “Aku adalah pembawa kasih sayang dan petunjuk.” (HR. al-Hakim).

Maka dari itu, salah kaprah apabila jihad dimaknai sebagai amaliyah untuk menciptakan kekerasan, seperti bom bunuh diri yang terjadi pada bulan Maret kemarin. Jihad, terutama di Indonesia saat ini, harus dimaknai secara sehat dan beradab. Artinya, jihad dapat dilakukan dengan cara-cara sejuk dan damai. Apakah jihad semacam ini bisa dan ada tuntunannya? Jawabannya ‘ada’. Mari simak dengan seksama uraian di bawah ini.

Pertama, jihad ilmu.

Jangan salah, menuntut ilmu merupakan bagian dari pelaksanaan jihad dalam Islam. Hal ini sebagaimana petunjuk Alquran:

وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةٗۚ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةٖ مِّنۡهُمۡ طَآئِفَةٞ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ 

Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. at-Taubah [9]: 122).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa umat Islam jangan tertuju pada satu fokus saja yang mengakibatkan terjadinya penumpukan kekuatan dalam satu bidang saja, melainkan harus fokus pada bidang lainnya. Oleh karena itu, adalah sebuah keharusan bagi umat Islam ada orang atau kelompok yang mendalami ilmu agama untuk memenuhi kebutuhan dasar umat. Dalam arti lain, bentuk jihadnya adalah dengan belajar dan mengajarkan ilmu agama dengan baik dan benar.

Jihad ilmu semacam ini sangat diperlukan dan justru bisa terus dilakukan sepanjang hayat. Tak perlu repot-repot merakit bom dan menyusun strategi untuk meledakkannya yang kemudian diklaim sebagai aksi jihad. Cukup belajar dan mengajar dengan sungguh-sungguh, maka itu termasuk jihad, amal jariyah pun diperoleh.

Kedua, jihad ekonomi.

Jihad itu tujuannya untuk menciptakan sebuah perubahan ke arah yang lebih baik. Di antara medan jihad yang masih memerlukan sosok yang berani, tekun dan kompeten adalah ekonomi. Inilah medan jihad yang sesungguhnya dan yang paling mendesak untuk digarap dengan serius.

Ada sebuah riwayat yang menarik untuk kita renungkan bersama. Ka’ab bin ‘Ujrah menceritakan bahwa, pada suatu ketika, Rasulullah Saw sedang duduk bersama para sahabat. Di sela-sela itu, kemudian lewatlah seorang lelaki dengan penuh semangat dan rasa optimisme yang tinggi. Para sahabat kemudian ada yang melontarkan pertanyaan kepada Nabi: “Wahai Rasulullah, seandainya ini termasuk (jihad) di jalan Allah.” Rasulullah pun menjawabnya: “Jika dia keluar bekerja untuk keperluan anaknya yang masih kecil, berarti dia berada di jalan Allah. Jika ia keluar karena hendak menjaga dirinya dari meminta-minta, berarti dia di jalan Allah. Dan jika dia keluar untuk pamer dan menyombongkan diri, berarti dia di jalan syetan.” (HR. At-Thabrani).

Ketiga, jihad politik.

Para ulama sepakat bahwa politik merupakan bagian integral kehidupan beragama. Oleh karena itu, umat Islam harus menjadikan bidang politik, yang dapat mempengaruhi seluruh kehidupan, sebagai ladang jihad yang pahalanya besar. Tentu jihad dalam bidang ini bukan dengan cara menghalalkan segala cara sebagaimana yang sudah lazim terjadi di republik ini.

Melalui kebijakan-kebijakan politik yang memimak pada hajat hidup orang banyak dan menjaga tegaknya agama hukumnya wajib. Bahkan, jihad politik dengan cara mengkritik para penguasa dzalim termasuk jihad yang utama. Hal ini seperti dinubuahkan oleh Rasulullah berikut:

Dari Abu Said al-Khudri, Rasulullah bersabda: “Jihad yang paling utama adalah mengucapkan kalimat kebenaran di hadapan penguasa yang dzalim.” (HR. Turmudzi).

Tentu saja, hal tersebut adalah bagian kecil dari bentuk jihad politik. Masih banyak lagi bentuk jihad dalam bidang politik, seperti memperbaiki sistem yang korup, membenahi atau mensejahterakan taraf hidup rakyat dan lainnya.

Demikian beberapa kegiatan yang bernilai jihad dalam Islam yang bisa dimaksimalkan. Mari gelorakan jihad yang damai ini kepada seluruh umat Islam, terutama kepada mereka yang terindikasi terpapar paham radikal.

Bagikan Artikel ini:

About Ahmad Ali Mashum

Check Also

QS At Taubah Ayat

Bomber Polsek Astana Anyar Kutip QS. At-Taubah Ayat 29, Mari Telisik Tafsirnya!

Pasca peristiwa bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar pada Rabu (7/12/2022), ada sebuah motor …

kehidupan luar bumi

Isyarat Al-Quran tentang Makhluk dan Kehidupan di Luar Bumi

Pada pertengahan 2019 silam, dunia dikejutkan oleh temuan yang menyebutkan bahwa para astronom telah menemukan …