Kebiasaan membaca khutbah Jum’at dengan durasi waktu yang lama banyak dijumpai di masjid-masjid, terutama di perkotaan. Biasanya, disela-sela rukun-rukun khutbah diselipkan mau’idzatul hasanah untuk sekedar mengingatkan jamaah dengan materi keagamaan tertentu. Waktu yang sangat lama justru membuat banyak jamaah yang tidur saat pembacaan khutbah Jumat.
Akan tetapi, apabila dikaji ulang khutbah bukan tempat ajang orasi, ceramah, dan sejenisnya. Kalaupun ada wasiat untuk bertakwa kepada Allah pada salah satu rukun khutbah itu hanya sekedarnya saja dan tidak boleh terlalu lama.
Seperti kita maklum, rukun khutbah ada lima. Pertama, memuji Allah dengan menggunakan kalimat hamdun dan kalimat yang seakar dengannya serta lafad “Allah”. Kedua, bershalawat kepada Rasulullah. Ketiga, wasiat dengan takwa kepada Allah di kedua khutbah. Keempat membaca satu ayat al Qur’an pada salah satu dua khutbah. Dan, kelima berdoa untuk kaum mukminin di khutbah terakhir.
Lima rukun ini bisa selesai dalam rentang waktu kurang dari lima menit. Namun kenyataannya, khutbah Jum’at bisa berlangsung sampai lama sekali, bahkan bisa satu jam. Hal ini tentu akan mengurangi khidmah dan semangat untuk khusyu’ ketika shalat Jum’at karena terlalu lama menunggu khutbah selesai.
Anjuran Rasulullah Kepada Para Khatib
Dari ‘Ammar bin Yasir, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya lamanya shalatnya seseorang dan pendeknya khutbahnya merupakan pertanda pemahamannya (yang mendalam)”. (HR. Muslim).
Makna hadis ini, seperti dijelaskan dalam kitab Ibanatu al Ahkam karya Sayyid Alawi bin Abbas al Maliki, bukti kealiman seseorang yang mengerjakan shalat ada dua. Yakni, pertama, shalatnya lama seukuran tidak mematahkan makmum. Durasi lama shalat tidak sampai pada batas yang dilarang. Kedua, khutbahnya singkat, isinya padat, bahasanya mudah dimengerti, memberi kesan mendalam kepada para jamaah dan meresap ke dalam kalbu mereka. Tingkat khutbah yang paling hebat ini hanya bisa dilakukan oleh Nabi karena beliau dianugerahi “Jawami’ al Kalim”, yaitu bahasa yang singkat padat namun berbobot tinggi.
Dari hadis ini kita paham bahwa Nabi menganjurkan khutbah Jum’at dalam waktu yang singkat dengan bahasa yang padat berisi atau dengan diksi kata yang tidak mubadzir. Pemahaman lain dari hadis ini, khutbah seharusnya tidak boleh lebih lama dari shalat Jum’at.
Kesimpulannya, khutbah sebaiknya dilakukan dengan singkat, tapi memuat peringatan-peringatan yang mampu menyadarkan dan menyentuh hati jama’ah. Khutbah yang singkat menunjukkan kealiman seseorang, sementara khutbah yang sangat lama menunjukkan sebaliknya.