koki saat puasa
koki saat puasa

Koki atau Emak-emak Mencicipi Makanan Saat Puasa Ramadhan, Bolehkah?

Juru masak, para ibu, atau siapapun yang sedang beraktivitas memasak makanan tentu harus menentukan cita rasa makanannya dengan cara dicicipi. Tetapi apabila sedang berpuasa tentu ada problem tersendiri terkait kebolehan mencicipi makanan. Oleh karena itu terkadang mereka tidak melakukannya khawatir batal.

Kalau makanan tersebut untuk menu keluarga barangkali tidak terlalu masalah. Suami atau anak-anak akan maklum bila ada salah satu menu yang rasanya kurang pas. Terlalu asin atau sebaliknya. Namun bagi seorang koki restoran, warung makan dan sejenisnya hal itu akan sangat beresiko.

Dengan demikian, perlu penjelasan bagaimana sesungguhnya hukum mencicipi makanan bagi mereka yang sedang menjalankan ibadah puasa. Batal atau tidak?.

Secara global pembatal puasa hanya terbatas pada tiga hal, yaitu makan, minum dan jima’ (berhubungan badan). Ulama kemudian mengembangkan pembatal puasa pada yang semakna dengan tiga sebab tersebut.

Imam Nawawi, misalnya, dalam Raudhah al Thalibin membuat suatu kaidah, setiap sesuatu yang masuk ke dalam tubuh melalui lubang asli pada tubuh membatalkan puasa. Beliau melanjutkan, “Tolak ukur (batal atau tidak) adalah sampainya sesuatu ke dalam rongga (perut) atau otak melalui lubang asli yang ada di tubuh, seperti hidung, telinga dan dubur”.

Imam Nawawi dalam kitabnya al Majmu’ juga menulis sebuah kaedah “Segala aktivitas makan dapat membatalkan puasa, sekalipun makan batu kerikil, biji-bijian, kayu, rumput, dan sejenisnya berupa sesuatu yang tidak umum dikonsumsi serta tidak menguatkan tubuh. Semua itu membatalkan puasa”.

Pertanyaannya, apakah mencicipi masuk dalam kategori makan?. Pertanyaan ini sesungguhnya telah dijawab oleh hadis Nabi, dari Ibnu Abbas, ia berkata:

لَا بَأْسَ أَنْ يَذُوْقَ اْلخَلَّ اَوِ الشَّيْئَ مَالَمْ يَدْخُلْ حَلَقَهُ وَهُوَ صَائِمٌ. رواه البخاري

“ Tidak mengapa bagi mereka yang sedang berpuasa mencicipi cuka atau makanan lainnya selama tidak masuk ke kerongkongan”(HR. Bukhari).

Hadis ini memberi penegasan bahwa hanya sekedar mencicipi makanan tidak membatalkan puasa. Makna yang sama sebenarnya bisa dipahami dari kaidah ulama yang menyatakan makan apapun membatalkan puasa.

Makan adalah aktivitas mengunyah, lalu ditelan lewat ketenggorokan menuju tempat pencernaan (perut). Sedangkan mencicipi hanya meletakkan makanan di ujung lidah kemudian untuk mengetahui rasanya saja kemudian dikeluarkan lagi.

Abdullah bin Hijaz al Syarqawi dalam kitabnya Hasyiyatu al Syarqawi ‘ala Tuhfati al Thullab menulis:

وَمَحَلُّ اْلكَرَاهَةِ اِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَاجَةُ اَمَّا الطَّبَّاخُ رَجُلًا كَانَ اَوْ اِمْرَأَةً وَمَنْ لَهُ صَغِيْرٌ يُعَلِّلُهُ فَلَا يُكْرَهُ فِيْ حَقِّهِمَا

“Orang yang sedang berpuasa makruh mencicipi makanan bila tanpa tujuan tertentu. Akan tetapi, bagi koki atau juru masak, laki-laki atau perempuan, hukumnya tidak makruh karena ada tujuannya. Begitu pula orang tua yang mengecap makanan untuk mengobati anaknya yang masih kecil”.

Sampai di sini telah jelas bahwa hukum mencicipi makanan makruh apabila tidak memiliki tujuan yang jelas. Sebaliknya, hukum makruh itu hilang bila mencicipi makanan tersebut ada tujuannya. Seperti ingin mengetahui kadar asin, asam dan sebagainya.

Wallahu a’lam   

Bagikan Artikel ini:

About Faizatul Ummah

Alumni Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo dan Bendahara Umum divisi Politik, Hukum dan Advokasi di PC Fatayat NU KKR

Check Also

Toa masjid

Toa dan Sejarah Tadarus Al Qur’an di Bulan Ramadan

Ramadan kali ini pun tak luput dari perdebatan soal pengeras suara (TOA). Polemik bermula dari …

manfaat tidur

Hati-hati, Ternyata Ada Tidur yang Membatalkan Puasa

Pemahaman tekstual terhadap dalil agama bisa berakibat fatal. Pemaknaan apa adanya tersebut berkontribusi memberikan informasi …