sejarah maulid nabi
perayaan maulid nabi

Lima Landasan Hadis Merayakan Maulid Nabi SAW

Beberapa fenomena terkait dengan kompilasi berbagai riwayat hadis dalam satu praktik kegiatan agama banyak dilakukan oleh masyarakat urban. Di Jabodetabek misalnya banyak yang menyediakan makanan serta minuman bagi jamaah salat Jumat. Di dalam hadis Rasulullah, tidak ada suatu kegiatan salat berjamaah di masjid yang diberikan makanan atau minuman secara berjamaah atau bergiliran. Pada waktu bulan Maulid Nabi SAW juga terjadi abstraksi praktik hadis perayaan maulid. Misalnya di beberapa masjid dan sekolah diadakan pengajian, dan selawatan dengan peserta laki-laki atau perempuan yang campur baur menjadi satu.

Beberapa pamflet yang disebar guna merekrut warga untuk antusias mengikuti pengajian Maulid Nabi SAW, dan banyak disisipi hadis tentang pahala keutamaan merayakan kelahiran Nabi, pahala bagi mereka yang ikut belajar ilmu agama serta hadis-hadis lainnya. Bahkan terkadang para pesertanya tidak mengerti hadis mana saja yang dijadikan dasar untuk kegiatan tersebut. Uniknya, beberapa masjid juga menyertakan tema kajian, pembicara hingga menu yang akan disajikan. Tentunya fenomena Maulid Nabi SAW bersama seperti dilakukan oleh masyarakat urban tidak pernah terjadi pada masa Rasulullah.

Landasan Hadis Merayakan Maulid Nabi SAW

Perayaan Maulid Nabi mengajukan beberapa hadis yang dianggap sebagai dasar legitimasi praktik tersebut. Namun semuanya hanya memberikan hadis yang berkaitan dengan tema-tema yang ada dalam maulid seperti berpuasa pada hari Senin, mencintai Rasulullah, membaca salawat kepada beliau, dan lainnya. Al-Bantani mengemukakan hal yang berbeda. Dia secara jelas menggunakan kalimat qâl Rasulullah dalam menulis dasar hadis maulid. Hadis tersebut secara jelas menyebutkan perayaan maulid Rasulullah. Berikut ini adalah redaksi hadis yang diklaim mendasari perayaan maulid:

 قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم من عظم مولدي كنت شفيعا له يوم القيامة

“Barangsiapa yang mengagungkan hari kelahiranku, maka aku akan memberi pertolongan padanya pada hari kiamat.”

قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم من أنفق درمها يف مولدي فكأمنا أنفق جبال من الذهب يف سبيل هللا تعاىل

“Barang siap yang memberikan sedekah satu dirham di hari kelahiranku, maka seakan-akan ia memberi sedekah sebesar gunung emas di jalan Allah”.

Beberapa redaksi di atas dianggap tidak ada sandaran riwayatnya oleh kelompok yang ketat dalam periwayatan hadis. Artinya mereka beranggapan bahwa hadis tersebut mungkin saja ada riwayatnya, namun tidak ditemukan dalam kitab kanonik hadis. Bahkan sebagian mengatakan hadis tersebut adalah hadis palsu yang tidak boleh diriwayatkan. Oleh karena itu, hadis-hadis di atas yang disebut tanpa snâd dan tidak ada dalam koleksi hadis kanonik dianggap sebagai hadis yang sangat lemah, bahkan masuk dalam kategori hadis palsu.

Namun begitu, jika mengikuti pola hadis kelompok tasawuf, ada beberapa tema pokok yang dapat diambil dari redaksi yang dianggap hadis perayaan maulid di atas, yaitu anfaq (memberikan infak atau sedekah), ‘azzam (memberikan penghormatan), mawlid al-nabî (kelahiran Rasulullah), shafî’ (pemberi syafaat), yawm al-qiyâmah (hari kiamat), dan sabîl Allâh (jalan Allah).

Sedangkan jika keutamaan maulid diperluas pada pendapat (athar) sahabat Abû Bakr, ‘Umar bin al-Khattab, Uthmân bin ‘Affân, dan ‘Alî bin Abî Tâlib, maka tema hadis yang ada ditambahi dengan rafîq fî al-jannah (teman di surga), qirâ’at almawlid (membaca maulid), khurûj min al-dunyâ atau maut (kematian), îmân (keimanan), ihyâ al-Islâm(menghidupkan Islam), dan shahâdat yawm waq‘at Badr wa Hunayn (ikut perang Badar dan Hunain). Ada juga tambahan beberapa keutamaan maulid lainnya dari Imam al-Syafi’I (w. 204/820) dan al-Sarri al-Saqti (w. 252/867).

Menurut al-Suyuti dan beberapa pendukungnya, tema-tema hadis yang digunakan untuk legitimasi perayaan maulid terdapat dalam beberapa kitab kanonik hadis. Namun ia hanya menyebut beberapa saja, misalnya seperti hari Senin adalah hari lahir Rasulullah (dhâk yawm wulidt fih) dan bahwa Rasulullah adalah orang yang paling mulia di bumi (ana sayyid walad Adam wa la fakhr). Nawawi al-Bantani juga menambahkan hadis man ahabbanî kan ma‘î fî al-jannah sebagai pendukung perayaan maulid. Jika menelusuri lebih lanjut dalam kitab hadis kanonik, tema-tema di atas akan ditemukan dalam beberapa kitab kanonik sebagaimana uraian di bawah ini:

Pertama, anfaq (memberikan infak atau sedekah) dan sabilillah. Hadis tentang memberi infak atau sedekah banyak dijumpai dalam kitab hadis. Misalnya dalam riwayat Abu Hurairah dalam Sahih al-Bukhari nomor 1897, 2841, 3216, 3666, dan lainnya yang menerangkan tentang sedekah di jalan Allah. Hadis ini sekaligus berkenaan dengan tema sabîl Allâh.

Kedua, ‘Azzam (memberikan penghormatan). Hadis tentang memberi penghormatan kepada Rasulullah misalnya tentang Mu’az bin Jabal yang meminta izin untuk menghormati Rasulullah dalam Musnad Ahmad nomor 19403, dan juga hadis dalam Jami‘ al-Tirmizi nomor 2032 yang menjelaskan tentang penghormatan kepada orang mukmin.

Ketiga, Mawlid al-nabî (kelahiran Rasulullah). Hadis tentang kelahiran Rasulullah banyak dijumpai dalam kitab hadis. Misalnya dalam Sunan al-Darimi hadis nomor 5 dan 7, dan Jami‘ al-Tirmizi nomor 3619.

Keempat, Shafî’ (pemberi syafaat). Hadis tentang Rasulullah memberikan syafaat dapat dijumpai dalam S{ah}âh} Muslim nomor 2278.

Kelima, Yawm al-qiyâmah (hari kiamat). Hadis tentang hari kiamat banyak dijumpai dalam kitab hadis. Misalnya dalam S{ah}âh} Muslim hadis nomor 24 dan 52.

Jika merujuk pada gagasan isnâd-cum-matn, hadis akan berkembang dari versi paling pendeknya di masa-masa awal menjadi versi panjang di kemudian hari. Namun dalam kasus maulid, beberapa hadis yang memuat berbagai macam tema kemudian dijadikan satu menjadi hadis man ‘azzam, man anfaq, dan lain sebagainya. Berbagai macam tema yang ada di atas sebenarnya sudah disepakati oleh ahli hadis, ahli fikih maupun ahli tasawuf. Namun hadis yang dipermasalahkan adalah versi ringkasnya yang menggunakan qal Rasulullah.

Jika kelompok ahli hadis dan ahli fikih melihat bahwa man ‘azzam dan lainnya tidak ada di dalam kitab hadis, maka perayaan maulid tidak ada dasarnya. Sedangkan kelompok ahli tasawuf melihat bahwa man ‘azzam memiliki esensi ajaran Islam yang terdiri dari enam tema di atas, dan tema tersebut dapat dilacak dalam kitab kanonik hadis.

Bagikan Artikel ini:

About Ahmad Syah Alfarabi

Check Also

bulan rajab

Mari Mengambil Keutamaan Bulan Rajab di Momen Tahun Baru

Malam 1 Rajab 2025 jatuh pada tahun baru Masehi 2025.  Tahun baru, seringkali menjadi momen …

Khatib Salat Jumat

Sejarah Khutbah Jumat Membaca Surah An-Nahl Ayat 90, Serta Memetik Kandungan Makna Dalam QS An-Nahl Ayat 90

Surah An-Nahl ayat 90 menjadi salah satu ayat yang penuh makna dan pelajaran, baik dari …