Ide Calon Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo yang akan mewajibkan seluruh anggota polisi mempelajari kitab kuning terbilang cerdas. Patut diacungi dua jempol. Pasalnya, polri selama ini sangat disibukkan oleh usaha melawan gerakan terorisme. Walaupun sebenarnya terorisme tidak identik dengan Islam, tapi faktanya sebagian dari pelaku terorisme mayoritas beragama Islam.
Ide ini dibilang cerdas karena memang aksi teror berujung pembunuhan pangkal sebabnya karena pemahaman agama yang lemah, tidak komprehensif, tidak syumul (luas), dan memahami sebatas kulit luarnya saja. Akibatnya adalah fanatisme; kelompok, aliran dan madhab.
Akan tetapi, usul saya kepada Listyo, jangan membatasi pelajaran kitab kuning pada satu madhab saja, harus lintas empat madhab. Sebab doktrin madhab fikih tertentu akhirnya akan menanam benih fanatisme dan ogah menerima perbedaan. Selain itu, harus juga diwarnai dengan pengenalan materi maqashidus syariah sebagai elemen penting dalam pembentukan hukum fikih.
Tentang pentingnya belajar fikih lintas madhab ini, Sayyid Alawi al Maliki dalam karyanya Manhajus Salaf fi Fahmin Nushus berkata, semakin luas kefaqihan dan wawasan antar madhabnya, pencari ilmu tidak akan mudah menyalahkan orang lain.
Artinya, sikap fanatik buta yang selama ini ditampilkan oleh sebagian umat Islam akarnya karena sempit dan sedikitnya literatur keagamaan yang dikuasi. Lebih-lebih panutannya juga demikian adanya. Karenanya, walaupun komitmen terhadap satu madhab itu harus bila sudah menjadi pedoman fikihnya, tetapi salah besar dan fatal bila menutup diri dari pendapat madhab lain.
Setelah hal itu selesai, berikutnya yang harus dijalankan adalah upaya mengenalkan konsep maqashidus syariah sebagai inti sari dari hukum fikih. Sebab semua upaya imam madhab, baik istinbat maupun istidlal, acuannya adalah maqashidus syariah, salah satu teori dalam ilmu ushul fikih. Pada kesempatan lain, dengan ijin Allah, penulis akan membahasnya secara detail.
Tentang peran penting maqashidus syariah bukan hanya bisa bijak dalam menyikapi masail fikhiyyah (masalah-masalah fikih) saja. Lebih dari itu semua, secara otomatis akan menanamkan sikap moderat pada seseorang yang memahaminya.
Salah seorang ulama yang membincangkan urgensi maqashidus syariah adalah Imam Abu Ishaq Ibrahim al Syatibi dalam kitabnya, I’tisham. Tulisnya, siapa yang tidak memahami maqashidus syariah secara mendalam, ia akan memahami syariat tidak sesuai dengan wajahnya.
Siapa yang nanti menjadi pemateri dari rencana program kitab kuning Listyo ini? Tentu mereka yang alim baca kitab, fakih dan ushuli serta memiliki wawasan kebangsaan yang baik. Tipe pribadi seperti ini banyak dimiliki oleh kiai-kiai dan ustad-ustad pesantren, cendikiawan muslim yang memiliki kompetensi serta para pegiat keilmuan keislaman. Walaupun tidak banyak tipe seperti ini, tapi masih dibilang lumayan.
Kenapa harus seperti ini? Muhammad Zabidi dalam karyanya Al Ijtihad fi Manathil Hukmi menyebut Faqih (ahli fikih) adalah orang yang memiliki potensi dan terlatih menjawab masail Fiqhiyyah (masalah-masalah hukum fikih), bukan orang yang hanya hafal masail fiqhiyyah saja, tapi tidak bisa melakukan istinbat dan istidlal.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah