Shalat maktubah (shalat lima waktu) ibarat mandi disungai lima kali dengan air nan jernih dan segar. Pasti bersih dan menyegarkan. Tak heran bila al-Qur’an memastikan shalat adalah pengerem nafsu untuk melakukan kekejian dan kemungkaran.
Menurut Syaikh Zainuddin al-Malibari, kewajiban shalat itu ma’lum min al-din bi al-dharurah, kewajibannya sudah diketahui secara pasti dari agama atau bahasa ilmiahnya adalah dogma (kebenarannya tidak bisa ditawar tawar lagi) oleh karena kewajibannya sudah menjadi dogma, maka siapapun yang mengingkarinya dianggap sebagai orang yang berdosa besar kafir yang darahnya halal dialirkan. Fath al-Muin, 3
Banyak ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang kewajiban shalat diantaranya terdapat dalam surat al-Baqarah, 43, 83, 110, surat al-Nisa’,77 suart yunus 87, Nur 56, Rum 31, muzzammil, 20 yang berbunyi
اقيموا الصلاة
Tegakkanlah/laksanakanlah shalat.
Imam Syarbini mencoba mensyarahi tegakkanlah shalat dengan jagalah shalat selamanya, bukan hanya yang wajib, yang sunnah pun harus dijaga. Mughni al-Muhtaj, 2.
Lalu siapa sajakah yang diwajibkan untuk melakukan shalat ini. Yang wajib melaksanakan shalat ini adalah, Pertama, orang islam. Kedua, orang Mukallaf (orang yang terkena beban untuk melaksanakan perintah dan larangan agama). Ketiga, orang yang suci dari hadats.
Masih wajibkah orang tua yang sudah renta melakukan shalat. Mungkin kalau saya balik pertanyaannya. Apakah orang tua yang sudah tua renta tergolong orang mukallaf (orang yang terkena beban untuk melaksanakan perintah dan larangan agama).
Untuk menjawab ini saya mulai dengan konsep Ahliyah al-Ada’. Apa itu Ahliyah al-Ada’? Ahliyah al-Ada’ adalah kecakapan seseorang untuk melaksanakan perintah dan larangan. Tolok ukur dari Ahliyah al-Ada’ ini adalah akal budi. Dan indikator adanya akal ini adalah usia baligh.
Keadaan manusia sehubungan dengan Ahliyah al-Ada’ itu ada tiga keadaan.
Pertama, seseorang yang sama sekali tidak memiliki Ahliyah al-Ada’, seperti anak kecil dimasa kecilnya, dan orang gila di masa gilanya. Artinya dua orang ini tidak dibebankan untuk melaksanakan perintah seperti perintah shalat dan lain lain. Kenapa, karena dua orang ini walaupun memiliki akal namun akal nya tidak sempurna.
Kedua, seseorang yang memiliki Ahliyah al-Ada’ namun tidak lengkap. Seperti anak kecil sebelum mencapai usia baligh. Seperti juga orang idiot. Dua orang ini bukan tidak memiliki akal namun akalnya tidak berfungsi dengan sempurna. Dalam muamalah, dua orang ini boleh melakukan transaksi yang bisa mendatangkan manfaat saja. Dalam hal ibadah seperti shalat, karena semua ibadah itu mengandung manfaat, maka ibdah yang dilakukan oleh dua orang ini sah.
Ketiga, seseorang yang memiliki Ahliyah al-Ada’ secara sempurna. Seperti seseorang yang sudah baligh usianya.
Masihkah orang tua renta yang sudah pikun wajib shalat. mengacu kepada Ahliyah al-Ada’. Orang pikun masuk dalam kategori kedua sama dengan orang idiot. Artinya orang pikun masih dianggap layak dan pantas untuk melaksanakan perintah termasuk shalat dan larangan. Abdul Wahab Khalaf,138
Lalu bagaimana cara shalatnya?
Tatacara untuk melakukan shalat sudah baku panduannya dari Rasulullah. Namun, walaupun begitu agama masih memberikan kenyaman bagi umatnya. Misal shalat harus dilakukan dalam keadaan berdiri bila mampu, bila tidak mampu berdiri, maka shalat bisa dilakukan dengan cara duduk.
Orang yang sudah pikun bila berdiri sangat menyulitkan, maka bisa melakukannya dengan cara duduk diatas kursi roda dan kursi kursi lainnya dengan catatan kursi tersebut suci dari najis. Bila dudukpun dirasa sulit dilakukan, maka boleh melakukan shalat dengan cara tidur miring. Bila tidur miring masih saja menyulitkan, mak shalatlah dengan tidur terlentang.
Sesuai dengan hadits Nabi riwayat Bukhari
صل قائما فان لم تستطع فقاعدافان لم تستطع فعلى جنب
Shalatlah kamu dengan berdiri bila tidak mampu shlatlah dengan duduk, bila tidak mampu shalatlah diatas rusuk/lambungmu (tidur miring).Al-Bukhari, 1117.
Tapi kesimpulannya, lakukan shalat senyaman mungkin dalam batas kewajaran dan kemampuan.
لا يكلف الله نفسا الا وسعها
Allah tidak membebani seseorang kecuali dalam kemampuannya. Al-Baqarah 286. Mughni al-Muhtaj, 1/236
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah