mbah sabil
mbah sabil

Mbah Sabil dan Hikayat Islam di Bojonegoro

Pada abad ke-17, Bojonegoro pernah menjadi peradaban Islam yang cukup sepuh (tua). Dalam penyebarannya Islam di Kota Bojonegoro, tak lepas dari sebuah wilayah bernama Kedung Pakuncen, atau yang secara administrative bernama Desa Kuncen, Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro. Di desa Kuncen ini terdapat dua penyebar agama Islam yang cukup dikenal hingga kini, yakni mbah Sabil dan mbah Hasyim.

Pangeran Adi Ningrat Dandang Kusuma atau dikenal dengan sebutan Mbah Sabil merupakan seorang pelarian yang berasal dari Kerajaan Mataram pada abad ke-17. Beliau merupakan salah satu alumni Pondok Pesantren Ampel Denta Surabaya. Kala itu, Mbah Sabil lari dan sembunyi dari kejaran Belanda menuju arah timur sampai di Dusun Jethak Bojonegoro. Karena khawatir diketahui, namanya diganti Mbah Sabil.

Di tengah pelariannya, Mbah Sabil yang merupakan alumni Pondok Pesantren Ampel Denta Surabaya berencana untuk pergi ke pondok tersebut dengan cara “ngintir” atau mengikuti aliran Sungai Bengawan Solo dengan menaiki kranjang mata ero (keranjang berlubang) dengan membawa peralatan memasak tradisional seperti entong, kendil dan lainnya untuk bekal sampai Surabaya.

Beberapa tempat yang dilalui mbah sabil saat ngintir, akhirnya di pakai sebagai nama desa-desa di sekitar aliran sungai tersebut. Seperti desa Dengok yang diambil dari kata ndengongok yang artinya anguk-anguk. Ngintir lagi ke timur, ada Dukuh Kalangan dari kata kalangane (daerah) sabung ayam.

Di tengah perjalanan ngintirnya, Mbah Sabil bertemu dengan Mbah Hasyim. Kala itu , Mbah Hasyim terheran-heran melihat ada seorang yang mengapung di bengawan dengan keranjang yang penuh lubang. Karena jika di nalar, seharusnya keranjang tersebut harusnya tenggelam karena tidak memiliki tekanan udara di dalamnya.

Dengan langkah cepat, Mbah Hasyim pun meminta Mbah Sabil untuk mampir ke langgarnya yang tak jauh tempatnya dari bengawan. Dengan santun Mbah Sabil menerima undangan dari Mbah Hasyim. Dalam percakapannya, Mbah Hasyim menyampaikan supaya Mbah Sabil mau tinggal bersamanya dan menyiarkan agama Islam di sana.

Dengan permintaan Mbah Hasyim inilah, maka Mbah Sabil mengurungkan niatnya untuk ke Pondokannya, istilah ini di sebut dengan penguncian Mbah Sabil, dan akhirnya daerah tersebut dikenal dengan nama Kuncen.

Dengan kehadiran Mbah Sabil, membuat geliat Islam di Kuncen kian membesar. Terlebih, dengan didirikannya Pondok Pesantren Menak Anggrung yang cukup masyhur kala itu. Mbah Sabil dikenal sebagai pribadi mulia, tidak membeda-bedakan santri yang mengikuti ceramahnya. Mereka memiliki sikap sabar, lembut, ramah dan tegas, serta istiqomah.

Mbah Sabil diperkirakan wafat pada pertengahan abad ke-17 (1650). Dan dakwahnya dilanjutkan oleh keempat anaknya. Buktinya, peradaban Islam di Kuncen makin gencar ketika di era Kiai Sabat (anak pertama Mbah Sabil). Terbukti, hampir semua Masyaikh Kuncen dan para ulama pejuang mendapatkan ilmu dari Kuncen. Nama-nama ulama penyebar agama islam di luar daerah seperti KH Zainuddin Mojosari (Nganjuk), KH Mustajab Gedongsari (Nganjuk), KH Zuber Umar (Salatiga), hingga Syekh Sulaiman Kurdi (Makkah), pernah tumbuh dan menimba ilmu agama Islam di desa Kuncen.

Para penerus Mbah Sabil di desa Kuncen inilah yang mampu membuat kagum hati KH. Wahab Chasbullah. Dalam buku NU Bojonegoro dalam Lintasan Sejarah (2008) karya Drs. H. Anas Yusuf, disebut bahwa tiap kali KH Wahab Chasbullah melintasi Kuncen, kecamatan Padangan, beliau selalu berhenti dan berharap agar NU bisa lahir tempat tersebut.

Dan itu terbukti. Pada tahun 1938, NU Padangan (embrio NU Bojonegoro) lahir di sebuah mushola yang bernama Minak Anggrung di desa Kuncen. Selain melahirkan NU Bojonegoro, dari tempat yang sama, NU Cepu Jawa Tengah juga lahir di sana.

Dengan perjalanan jasa beliau menyebarkan Islam, pada tanggal 10 September 1986, atas prakarsa dari KH Khanifuddin sesuai dengan anjuran kyai sepuh, haul pertama kali dilakukan di Makam Menak Anggrung. Selanjutnya, haul diselenggarakan setiap malam Jumat Pahing bulan As-Syura atau Muharram setiap tahunnya.

Makam Mbah Sabil dan Mbah Hasyim tidak hanya dikunjungi peziarah saat haul saja. Setiap saat ada juga yang datang untuk berziarah, dan kebanyakan datang pada malam hari. Biasanya rombongan yang datang menemui juru kunci makam, selanjutnya bersama-sama menuju makam yang ada di barat Langgar Menak Anggrung Pahlawan.

Tepatnya di antara dua jalan bercabang, ada langgar atau mushola yang terkenal dengan nama Langgar Menak Anggrung Pahlawan, dan pesarean Mbah Sabil dan Mbah Hasyim tepat di belakang langgar tersebut.

Bagikan Artikel ini:

About Sefti Lutfiana

Mahasiswa universitas negeri jember Fak. Hukum

Check Also

kesehatan puasa

Menjaga Harmoni antara Kesehatan Jasmani dan Rohani : Belajar dari Praktek Berpuasa

 Perbincangan mengenai kesehatan jasmani dan rohani seringkali menimbulkan beragam pandangan. Namun, seharusnya kita tidak melihatnya …

mencari jodoh

Jodoh dalam Islam: Takdir yang Ditunggu atau Ikhtiar yang Harus Terus Dikejar

Seringkali ketika berbicara jodoh selalu diiringi dengan kata takdir. Orang sering bilang jodoh sudah ada …