shalat li hurmatil waktu
shalat li hurmatil waktu

Mengenal Shalat karena Menghormati Waktu

Shalat li hurmatil wakti atau dalam bahasa Indonesia shalat karena menghormati waktu adalah shalat yang dikerjakan dimana kondisi seseorang saat itu tidak layak untuk mengerjakan shalat. Seperti ketika berada di luar rumah atau sedang melakukan perjalanan, sementara pakaiannya terkena najis dan tidak membawa pakaian cadangan.

Pengalaman ini biasa dialami oleh mereka yang banyak beraktivitas di luar rumah. Pakaiannya yang semula suci kemudian terkena najis semisal karena sebab buang air atau sebab lain. Kondisi seperti ini menjadi problem ketika kumandang adzan terdengar sebagai tanda masuknya shalat, bila tidak shalat pada saat itu bisa dipastikan tidak akan nutut waktu shalat. Konsekuensinya harus qadha’.

Jika seperti ini, seseorang tetap wajib shalat walaupun dengan pakaian yang terkena najis. Dalam istilah fikih shalat dalam kondisi seperti ini dikenal dengan shalat “li hurmatil wakti“. Yakni shalat sekedar menghormati waktu.

Dalam kitab I’anatu al Thalibin, bila tidak memiliki atau tidak menemukan pakaian untuk menutup aurat seseorang boleh shalat telanjang dan tidak perlu mengulangi shalatnya. Namun bagi orang yang berhadas (yang tidak menemukan sarana untuk bersuci), atau tubuhnya (pakaiannya) terkena najis, tetap wajib shalat untuk menghormati waktu dan wajib mengulangi shalatnya pada waktu yang lain. Perlu dicatat, najis yang dimaksud adalah najis yang tidak ditolerir (dima’fu). Sedangkan najis yang dima’fu seperti darah nyamuk, mimisan, dan semacamnya tidak berpengaruh terhadap sahnya shalat.

Dalam al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah dijelaskan, bila tidak menemukan media bersuci, yakni air dan debu, seperti orang yang dipenjara, atau media bersuci itu ada namun debu yang ada terkena najis dan air hanya cukup untuk melepas dahaga,  maka tetap wajib shalat untuk menghormati waktu.

Artinya, kondisi seperti itu tidak menggugurkan shalat. Tetap wajib shalat dengan kondisi apapun dan wajib menggantinya di waktu yang lain menurut pendapat madhab Syafi’iyah dan Hanafiyah. Sedangkan menurut madhab Hanabilah tidak perlu mengulang shalat. Adapun menurut pendapat yang mu’tamad (bisa diapakai) kalangan madzhab Maliki berpendapat shalatnya gugur dan tidak perlu qadha’. Namun pendapat lain dari madzhab menyatakan shalat tetap wajib dan menggantinya di lain kesempatan.

Inilah penjelasan tentang shalat lihurmatil wakti, shalat karena menghormati waktu. Pelajaran yang bisa diambil dari sini, betapa shalat itu sangat penting dan tidak boleh ditinggalkan dalam kondisi apapun. Karena shalat adalah satu-satunya media komunikasi seorang hamba dengan Tuhannya. Sehingga kondisi apapun bahkan dalam kondisi yang tidak memungkinkan masih ada untuk sekedar menghormati waktu komunikasi dengan Allah.

Bagikan Artikel ini:

About Khotibul Umam

Alumni Pondok Pesantren Sidogiri

Check Also

sirah nabi

Pesan Nabi Menyambut Ramadan

Bulan Ramadan, atau di Indonesia familiar dengan sebutan Bulan Puasa, merupakan anugerah yang diberikan Allah …

imam ahmad bin hanbal

Teladan Imam Ahmad bin Hanbal; Menasehati dengan Bijak, Bukan Menginjak

Sumpah, “demi masa”, manusia berada dalam kerugian. Begitulah Allah mengingatkan dalam al Qur’an. Kecuali mereka …