kaligrafi masjid
kaligrafi masjid

Menghias Masjid dengan Kaligrafi, Memang Bid’ah?

Dahulu masjid di Indonesia, dari masjid yang berada di kota maupun di desa identik dengan tulisan kaligrafi yang menghiasi setiap sudut dinding masjid. Namun belakangan ini, banyak masjid yang di renovasi namun etnik kaligrafinya dihilangkan. 

Entah apa yang disibukkan dengan para pendakwah saat ini dengan membongkar sesuatu yang khilafiyah yang menjadi kebiasaan masyarakat di pedesaan dan perkotaan. Kebiasaan menghias masjid sudah menjadi bagian dari nafas umat Islam dalam memakmurkan tempat ibadahnya. Bukan hanya di Indonesia bahkan hampir di berbagai dunia, termasuk Masjid Makkah dan Madinah.

Namun, tak jarang mereka mengharamkan menghiasi masjid dengan kaligrafi dan ukiran. Ternyata alasan mengapa banyak pengurus masjid tidak lagi menghiasi masjid dengan kaligrafi karena dianggap bi’ah. Bahkan beberapa waktu ini kembali diutarakan oleh ulama Wahabi yang mengatakan bahwa menghias masjid atau rumah dengan kaligrafi tak ada gunanya dan tidak ada contohnya oleh Nabi dan kalangan salafusshalih.

Apakah memang sangat dilarang untuk sebuah perbuatan yang tidak ada landasannya dalam sejarah Nabi? Apakah semua hal yang tidak dilakukan Nabi berarti merupakan hal yang haram? Apakah menghias dan tidak menghias masjid juga bagian dari ajaran yang patut menjadi bagian dari perdebatan hukum? Apakah menambah menara, memberikan karpet, memasang toa, menghias dengan ukiran dalam masjid juga sangat dilarang?

Dahulu Khalifah Utsman bin Affan merupakan orang pertama yang merenovasi masjid dengan menambahi berbagai macam ukiran dan hiasan di dalamnya. Dalam Shahih al-Bukhari dikisahkan bahwa Utsman bin Affan pernah merenovasi masjid Rasulullah dan kemudian menambahkan ukiran berisikan lafad Allah di dalamnya.

Dan ketika Utsman bin Affan menambahkan kaligrafi tersebut, sebagian orang bertanya kepadanya, “Kamu sudah banyak melakukan perubahan?” Khalifah Utsman bin Affan kemudian berkata, “Saya mendengar Rasulullah berkata, ‘Siapa yang membangun masjid karena Allah SWT, maka Allah akan membangun rumah untuknya di surga”.

Jadi sudah jelas dengan apa yang dilakukan Ustman bin Affan memberikan hiasan kaligrafi di dalam dinding bukanlah sesuatu yang bi’dah seperti yang dituduhkan beberapa kalangan. Apabila hal ini merupakan suatu keburukan, sudah pasti banyak sahabat yang mencela dan melarang Utsman bin Affan untuk menghias masjid dengan ukiran.

Dalam kaidah fiqih dikenal, “Asalnya sesuatu adalah mubah (boleh) sampai (kecuali) ada dalil yang mengharamkannya”. Mengenai hukum menghias masjid dengan kaligrafi memang tidak ada dalil yang menunjukkan atas keharamannya.

Namun, menurut ulama mazhab Hanafi hukumnya boleh sedangkan mazhab maliki, syafi’i dan Hanbali menganggapnya makruh. Dijelaskan dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah yang berbunyi,

“Para Fuqaha berbeda pendapat mengenai hukum menghias (mengukir) masjid, maka jumhur fuqaha’ yaitu dari kalangan malikiyah, syafi’iyah, dan hanabilah mereka memakruhkannya, berdasarkan hadis Anas r.a. bahwa Nabi saw. Bersabda tidak akan datang hari kiamat sampai manusia saling membanggakan diri di dalam masjid. Sedangkan ulama hanafiah membolehkannya, dan itu merupakan pendapat yang dipegangi sebagian mazhab malikiyah ibnu Wahab dan Ibnu Nafi’, dan sebagian Mazhab Syafi’iyah jika dilakukan dengan sesuatu yang ringan, dan mereka berhujjah dengan apa yang diriwayatkan bahwa Usman r.a. menambahkan di masjid Nabawi tambahan (hiasan) yang banyak.” ( Kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah Juz 41 halaman 148).

Bisa kita perhatikan Ka’bah sebagai kiblat umat Islam ketika solat juga dihias dengan kaligrafi indah terbuat dari benang emas dan kain sutera. Padahal umumnya pemerintah Arab Saudi adalah pemeluk Wahabi. Lantas mengapa ustad Wahabi di sana tidak mengharamkan itu?

Jika catatan penting dari hadist yang dijadikan sandaran adalah membanggakan diri di dalam masjid. Tentu jika tidak dalam konteks membanggakan tetapi ingin merawat masjid agar para jamaah menjadi betah dan senang akan berbeda. Bahkan di Timur Tengah ada hiasan emas dengan lampu interior yang mengagumkan. Bukankah itu lebih dekat pada membanggakan dari pada sekedar kaligrafi?

Perlu digaris bawahi sebetulnya adalah masalah menghias masjid dengan kaligrafi atau ukiran memang terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Dan tentu saja alasannya adalah agar masjid tidak hanya dibanggakan dengan hiasan, tetapi bukan dihiasi dengan hadirnya para jamaat.

Dan kita sebagai seorang muslim hendaknya menghormati perbedaan pendapat karena masing-masing ulama punya dalil yang mereka yakini kebenarannya. Bukan malah menuduh bid’ah. Menghiasi masjid dan menjadikannya tempat yang nyaman bagi para jamaah adalah suatu keharusan.

Bagikan Artikel ini:

About Eva Novavita

Check Also

singgasana sulaiman

Cerita Nabi Sulaiman untuk Anak (3) : Kisah Raja Sulaiman dan Ratu Balqis

Setelah Nabi Daud wafat, kini Nabi Sulaiman meneruskan tahta kerajaan dan memimpin Bani Israil. Seperti …

singgasana sulaiman

Cerita Nabi Sulaiman untuk Anak (2) : Nabi Sulaiman dan Perempuan Korban Pemerkosaan

Sebelumnya sudah diceritakan tentang kecerdasan Nabi Sulaiman dalam memecahkan masalah. Kisah kehebatan Nabi sulaiman tak …