Seperti biasanya, sore itu, sehabis jamaah Shalat Ashar, Rasulullah memberikan pencerahan seputar keislaman kepada Para Shahabat-Nya. Namun, di tengah tengah Beliau memberikan ceramah-Nya, tiba-tiba saja Rasulullah menghentikan ceramah-Nya.
Tak ingin membuat Para Shahabat-Nya bertanya-tanya, Rasulpun berbicara menjelaskan sebab Ia menghentikan ta’lim-Nya. “Sebentar lagi, akan datang seorang penghuni surga dari arah sana, mengunjungi kita”. Sembari menudingkan jemari telunjukNya ke sebuah arah.
Sontak, Para Shahabatpun mengalihkan pandangan mereka ke arah yang ditunjukkan oleh Rasulullah. Tak beberapa lama kemudian, muncullah seorang lelaki persis dari arah yang ditunjukkan Rasulullah. Dengan penuh adab dan sopan santun, lelaki itu ucapkan salam “assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh” suasana heningpun berubah menjadi hiruk dengan jawaban salam Para Shahabat.
Lelaki itupun langsung melakukan shalat Ashar setelah sebelumnya terlebih dahulu mencium tangan Rasulullah. Terlihat tidak ada yang istimewa dari shalatnya. Seperti kebanyakan orang, takbir hingga salam.
Pun demikian tak terlihat kekhusyuan menghiasi shalatnya. Seusai shalat lelaki itupun berlalu begitu saja. “Inikah lelaki penghuni surga?!”. Para Shahabat membathin penuh keraguan.
Di hari kedua, Rasulullah kembali memberi kabar. Bahwa akan datang lagi seorang lelaki penghuni surga. Dan benar, semenit kemudian, muncullah seseorang yang sama dengan lelaki kemaren yang datang Shalat Ashar.
Kejadian seperti ini terjadi hingga hari ketiga. Tak sanggup menahan rasa penasarannya. Para Shahabatpun berunding untuk membuntuti laki-laki itu secara diam-diam. Tujuannya, menemukan alamat domisilinya. Akhirnya, dibuntutinya lelaki itu secara diam-diam. Ternyata lelaki itu tinggal berdomisili di Desa Sunuh. Para Shahabat membiarkan lelaki itu hingga ia mencapai serambi rumahnya yang cukup sederhana.
Setelah lelaki itu menemukan ketenangannya duduk santai di serambi rumahnya. Barulah Para Shahabat menghapirinya seraya ucapkan salam. Setelah menjawab salam Shahabat, lelaki itu mempersilakannya duduk sembari berkata: Engkau adalah tamuku, menginaplah digubukku barang beberapa hari. Tak ingin mengecewakan niat baik lelaki itu, sahabat menyetujuinya.
Sahabat menginap di kediaman lelaki itu selama tiga hari, namun selama itu pula sahabat tak menemukan gejala-gejala lelaki ini istimewa hingga disebut penghuni surga oleh Rasulullah. Shalatnya biasa biasa saja. Iapun bukan ahli puasa dan shadaqah.
Ingin menemukan jawaban dari semua keganjilan yang dirasakannya. Merekapun bertanya: beri tahu kami tentang amal shalihmu hingga kau oleh Rasul disebut penghuni surga? Tanya Shahabat.
Jika kalian bertanya soal amal shalihku, maka kalian tidak akan pernah mendapatkan jawabannya. Namun, aku merasa dalam hatiku, tak secuilpun kubiarkan bersemanyam rasa iri, pun rasa dengki terhadap apa yang Allah berikan kepada orang lain. Aku sudah merasa puas dengan apa yang aku miliki dari Allah, tanpa berusaha menginginkan sesuatu ditangan orang lain.
Merasa mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan yang mengganjal di pikiran. Para Shahabatpun pamit pulang. Anis al-Mu’minin, (Shafuk Mukhtar, 52).
Kisah ini senada dengan pesan Rasulullah agar kita tidak memelihara sifat iri dan dengki. Karena sifat iri dan dengki hanya akan menggerogoti kebaikan yang pernah kita lakukan. Sabda Nabi
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم ، قَالَ : إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ ، فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْخَطَبَ
Dari Abu Hurairah sesungguhnya Nabi bersabda: Takutlah kalian dari sifat iri dan dengki. Karena sesungguhnya sifat iri dan dengki akan menggerogoti semua amal kebaikan seperti halnya api menggerogoti kayu bakar. Al-Baihaqi No 115
Apa itu iri? Iri adalah sifat tak senang melihat orang lain bahagia, dan bahagia melihat orang lain menderita. Maka, sifat ini dinilai sifat yang sangat berbahaya bagi keberlangsungan kebaikan.
Logikanya begini, ketika amal kebaikan setiap detiknya digerogoti oleh sifat iri dan dengki ini, maka, tidak akan pernah tersisa sama sekali amal kebaikannya. Maka dalam kondisi seperti ini, pantas kalau namanya dicoret dari daftar nama-nama penghuni surga. Tetapi, bila sifat iri dan dengki ini enyah dari hati seseorang, ibarat benih kebaikan yang ada dalam dirinya akan semakin tumbuh subur dan akhirnya berbuah lebat siap untuk dipanen.