invetasi miras
invetasi miras

Pandangan Para Ulama Mengenai Investasi Miras yang Heboh di Indonesia

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken pada 2 Februari 2021, industri minuman beralkohol dan minuman keras (miras) beralkohol merupakan bidang usaha yang bisa diusahakan oleh semua penanam modal yang memenuhi persyaratan. Dalam lampiran peraturan presiden yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja itu disebutkan, penanaman modal baru untuk industri minuman keras mengandung alkohol dan minuman mengandung alkohol bisa dilakukan di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat.

Syariat Islam telah mengharamkan khamr sejak empat belas abad yang lalu dan hal ini berkaitan dengan penghargaan Islam terhadap akal manusia yang merupakan anugrah Allah yang harus dipelihara sebaik-baiknya. Saat ini kalangan non-muslim mulai menyadari manfaat diharamkannya khamr setelah terbukti khamr dan sebagainya membawa bahaya bagi bangsa.

Miras Ditinjau dalam Pandangan Islam  

Menyangkut haramnya khamr ada dua ayat yang akan coba dikemukakan dalam tulisan ini yakni surat al-Māidah (5): 90:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْخَمْرُ وَٱلْمَيْسِرُ وَٱلْأَنصَابُ وَٱلْأَزْلَٰمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ ٱلشَّيْطَٰنِ فَٱجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”.

Kemudian ayat yang kedua, al-Māidah (5): 91:  

Artinya: “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”.

Surat al-Māidah/5: 90 tidak menyatakan bahwa yang disebut khamr adalah air perasan anggur atau apel, namun hanya disebutkan khamr secara umum yang berarti bahwa yang dikatakan khamr adalah segala kategori apa saja yang menutup akal. Yang lebih mengejutkan para ulama tafsir bahwa ayat ini turun di Negeri yang tidak memperoduksi air anggur, hal ini disebabkan mereka menduga bahwa yang memabukkan itu hanya air perasaan angur. Apa yang dijelaskan oleh Imam Sya’rawi ini menegaskan bahwa sesuatu yang membukkan itu bukan hanya minuman keras namun dapat saja dalam bentuk yang lain. Jadi inti larangan pengharaman bukan pada bentuk atau merek tapi pada kategori yang memabukkan.

Pandangan MUI, NU, dan Muhammadiyyah Mengenai Investasi Miras

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Cholil Nafis menegaskan, minuman beralkohol dan minuman keras (miras) hukumnya haram sesuai Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tahun 2009 Nomor 11.  “MUI Tahun 2009 telah mengeluarkan Fatwa Nomor 11 tentang hukum alkohol termasuk juga minuman keras ini hukumnya adalah haram,” tegas Cholil dalam keterangan yang diterima, Senin (1/3/2021). Sebagaimana diketahui, pemerintah mengeluarkan kebijakan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021. Dengan kebijakan itu, industri miras dapat menjadi ladang investasi asing, domestik, hingga diperjualbelikan secara eceran.

Dalam Fatwa tersebut, tegas Cholil, MUI merekomendasikan pertama, pemerintah agar melarang peredaran minuman beralkohol di tengah masyarakat dengan tidak memberikan izin pendirian pabrik yang memproduksi minuman tersebut. “Oleh karena itu di antaranya dari rekomendasi yang disampaikan MUI yaitu pada rekomendasi pertama ya, pemerintah agar melarang peredaran minuman beralkohol di tengah masyarakat dengan tidak memberikan izin pendirian pabrik yang memproduksi minuman tersebut,” jelasnya. Kemudian rekomendasi yang kedua, kata Cholil, tidak memberikan izin untuk memperdagangkan, serta menindak secara tegas pihak yang melanggar aturan tersebut. “Oleh karena itu jelas di sini, saya secara pribadi dan juga menurut Fatwa MUI ini kita menolak terhadap investasi miras, meskipun dilokalisir menjadi 4 provinsi saja,” katanya.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) secara tegas menolak rencana pemerintah yang akan mengeluarkan industri minuman keras (miras) dari daftar negatif investasi. Ketua PBNU KH Said Aqil menegaskan, dengan dicabutya industri miras dari daftar negatif investasi, dipastikan banyak investor yang membangun pabrik miras di negara ini. “Minuman keras jelas-jelas lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya,” ujar Said Aqil beberapa waktu lalu, dilansir NU Online. Menurutnya, pendirian pabrik baru atau perluasan yang sudah ada, akan mendorong para pengusaha mencari konsumen minuman beralkohol yang diproduksinya demi meraih keuntungan, sementara di sisi lain, masyarakat yang akan dirugikan.

Tak hanya itu, pihaknya juga tak sepakat, produksi minuman beralkohol ini untuk tujuan ekspor atau untuk memenuhi konsumsi di wilayah Indonesia Timur yang permintaanya tinggi. “Seharusnya, kebijakan pemerintah adalah bagaimana konsumsi minuman beralkohol ditekan untuk kebaikan masyarakat, bukan malah didorong untuk naik,” tandasnya. Ia mengibaratkan, alasan pendirian pabrik baru untuk memenuhi konsumsi ekspor dan Indonesia Timur, seperti yang dilakukan oleh para petani opium di Afganistan. “Mereka mengaku tidak mengkonsumsi opium, tapi hanya untuk orang luar. Kan seperti itu,” paparnya.

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas mengaku kecewa dengan kebijakan Pemerintah terkait penetapan industri minuman keras (miras) dalam kategori usaha terbuka. Kebijakan tersebut terangkum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021. Dengan kebijakan itu, industri miras dapat menjadi ladang investasi asing, domestik, hingga diperjualbelikan secara eceran.

Anwar Abbas menilai bahwa kebijakan di atas tidak lagi melihat aspek menciptakan kebaikan dan kemaslahatan bagi masyarakat luas, tetapi hanya memperhitungkan aspek investasi semata. “Saya melihat dengan adanya kebijakan ini, tampak sekali bahwa manusia dan bangsa ini telah dilihat dan diposisikan oleh pemerintah dan dunia usaha sebagai objek yang bisa dieksploitasi demi keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kepentingan pemerintah dan dunia usaha,” keluhnya. Menurut Anwar, pedoman Pancasila dan UUD 1945 sebagai panduan bernegara kini hanya menjadi hiasan saja, tapi dalam kebijakan pedoman sebagai karakter dan jatidiri kebangsaan itu ditinggalkan.

Bagikan Artikel ini:

About Ahmad Syah Alfarabi

Check Also

bulan rajab

Mari Mengambil Keutamaan Bulan Rajab di Momen Tahun Baru

Malam 1 Rajab 2025 jatuh pada tahun baru Masehi 2025.  Tahun baru, seringkali menjadi momen …

Khatib Salat Jumat

Sejarah Khutbah Jumat Membaca Surah An-Nahl Ayat 90, Serta Memetik Kandungan Makna Dalam QS An-Nahl Ayat 90

Surah An-Nahl ayat 90 menjadi salah satu ayat yang penuh makna dan pelajaran, baik dari …