Di kalangan umat Islam istilah Wahhabi sudah tidak asing lagi baik itu lokal Indonesia maupun manca negara. Khususnya bagi mereka yang senang mempelajari aqidah atau sejarah peradaban Islam. Sebagaimana maklum, sebutan Wahhabi dinisbatkan kepada pelopornya yaitu Muhammad bin Abdil Wahhab yang lahir di kota Najd pada tahun 1701 M.
Penisbatan tersebut disampaikan pertama kali oleh Syaikh Sulaiman bin Abdil Wahhab, saudara kandung Muhammad bin Abdil Wahhab, dalam kitabnya yang berjudul “As Shawaiq al Ilahiyah fir Roddi alal Wahhabiyah”. Begitu juga syaikh Ahmad Zaini Dahlan, seorang mufti Makkah juga menyebutkan kata Wahhabiyah bagi gerakan dan pengikutnya Muhammad bin Abdil Wahhab.
Sayangnya, penisbatan nama Wahhabi kepada ajaran Muhammad bin Abdil Wahhab tidak seindah penisbatan Asy’ary kepada imam Abu Hasan al Asy’ari, atau madzhab Syafi’i. Pengikut Asy’ari bangga disebut Asy’ariyah. Pengikut madzhab Syafi’i senang dibilang Syafi’iyah begitu juga madzhab yang lain. Berbeda dengan pengikut Muhammad bin Abdil Wahhab, mereka menolak dipanggi Wahhabi. Mengapa ? Tidak lain karena sejarah kelam sekte ini menyebabkan nama Wahhabi menjadi nama kelompok buruk yang dibenci umat Islam.
Sebab itu, belakangan ini mereka mencoba mengkaburkan penisbatan nama Wahhabi kepada Abdul Wahhab bin Rustum, salah seorang imam dari Ibadiyah yang berfaham Khawarij. Pengkaburan penisbatan kepada Abdul Wahhab bin Rustum tidak lain dalam rangka menyembunyikan ketidaksedapan segala cemohan umat Islam yang paham terhadap gerakan Wahhabi sejak awal berdirinya hingga saat ini. Namun demikian, umat Islam tetap saja tidak bergeming dengan pengkaburan ini sebab beberapa kejanggalan;
Pertama, kesalahan dalam penamaan. Gerakan Abdul Wahhab bin Rustum memang pernah ada, tetapi kelompok ini dikenal dengan nama Wahbiyah Rustumiyah. Bahkan sebutan Rustumiyah lebih populer dibanding Wahabiyah.
Kedua, sebutan Wahhabi, sebagaimana terkenal dalam masyarakat luas sebagai aliran yang mengikuti ajaran agama Muhammad bin Abdil Wahhab adalah berkaitan dengan persoalan aqidah, fiqh dan tradisi. Sementara Abdul Wahhab bin Rustum tokoh terkenal dalam politik. Pada saat itu, terdapat kelompok orang yang dipelopori oleh Abu Qudamah Yazid bin Fandik, di mana kelompok ini menolak atas kepemimpinan Abdul Wahhab bin Rustum. Kelompok ini kemudian disebut dengan Nakkariyah, artinya orang-orang yang mengingkari terhadap Abdul Wahhab bin Rustum.
Ketiga, dalam Tarikh Ibn Khaldun dijelaskan:
وَكَانَ يَزِيْدُ قَدْ أَذَلَّ الْخَوَارِجَ وَمَهَّدَ الْبِلَادَ فَكَانَتْ سَاكِنَةً أَيَّامَ رَوْحٍ وَرَغِبَ فيِ مُوَادَعَةِ عَبْدِ الْوَهَّابِ بْنِ رُسْتُمٍ وَكَانَ مِنْ الْوَهْبِيَّةِ
Artinya: “Yazid sungguh-sunggh telah menghinakan Khawarij dan memperbaiki negara sehingga negara menjadi tentram dalam pemerintahan Rauh dan ingin mengajak Abdul Wahhab bin Rustum yang termasuk pengikut Wahbiyah”
Dari penjelasan Ibn Khaldun ini dapat dikutip bahwa Abdul Wahhab bin Rustum bukan pendiri Wahabiyah, apalagi Wahhabi, tetapi ia pengikut dalam kelompok Wahabiyah. Sementara pendiri Wahabiyah sendiri yaitu Abdullah bin Wahhab Ar Rasibi, salah satu pemimpin Khawarij yang meninggal pada perang Nahrawan tahun 38 Hijriyah.
Keempat, ketika Bin Baz, ketua Komisi Fatwa Saudi Arabia ditanya tentang penamaan Wahhabi, ia menjawab:
هَذَا لَقْبٌ مَشْهُوْرٌ لِعُلَمَاءِ التَّوْحِيْدِ عُلَمَاءِ نَجْدٍ يَنْسِبُوْنَهُمْ إِِلَى الشَّيْخِ الْإِمَامِ مُحَمَّدٍ بْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ
Artinya: “Ini (Wahhabi) adalah julukan yang masyhur bagi ulama’ Tauhid, ulama’ Najd yang mereka nisbatkan kepada Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab”
Jawaban Bin Baz ini cukup membungkam kepada orang-orang yang mengingkari penisbatan Wahhabi kepada Muhammad bin Abdul Wahhab.
Kelima, dalam memberikan istilah suatu nama, tentu yang lebih mengetahui adalah orang yang menggunakan istilah tersebut, bukan orang lain yang hanya menafsirkan dari ucapan orang yang menggunakan istilah. Ketika umat Islam mengucapkan Wahhabi, mereka sadar bahwa yang dimaksud Wahhabi adalah kelompok atau ajaran yang dibawa oleh Muhammad bin Abdil Wahhab tanpa perlu ditafsirkan lagi.
Andai pun dipaksa dipalingkan dalam penisbatannya, tetap saja tidak akan merubah kepada penilaian buruk terhadap sekte yang kita sebut sebagai sekte Wahhabi. Sebab, hakikatnya bukan nama Wahhabinya yang buruk, tetapi perilaku dalam agama yang tidak sesuai dengan norma-norma agama Islam.
Contoh kecil, ketika Wahhabi beralih nama kepada Salafi dengan harapan dianggap sebagai pengikut ulama’ Salaf yang masyhur keshalihanya, tetap saja penilaian umat Islam terhadapnya dengan pandangan yang buruk, tidak kemudian berubah menjadi baik.
Hikmah dari hal ini, nama bukan hal yang paling urgen dalam kehidupan, tetapi sikap dan tingkah laku yang akan menilai seseorang baik atau buruk.
Wallahu a’lam
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah