menjaga lisan
menjaga lisan

Sebelum Menyesal, Rasul Telah Mengingatkan : Jaga Lisan dan Tanganmu!

Eks Ketua MUI Tingkat Kecamatan di Tanjungbalai ini tidak kuat menahan tangis. Penyesalan pun datang di akhir setelah perbuatan. Sulaiman menangis memohon maaf kepada Wakil Presiden yang juga Ketua MUI karena menggungah kolase foto yang menghina.

Entah tahu atau tidak jika perilakunya akan menyebabkan ia harus berhadapan dengan hukum. Akibat 10 jarinya ia akan mengalami peristiwa yang tidak akan terbayangkan sebelumnya, masuk jeruji besi. “anak saya 4, 4. Yang nomor 1 kelas III SD, umur 10 tahun. Baru yang kedua umur 5 tahun, yang ketiga umur 3 tahun, yang keempat umur 1 tahun. Makanya saya memohon, memohonlah saya kepada Pak Kiai, saya memang tak tahu atau tak sengaja ataupun apa. Saya mohon maaflah, saya menyesal, saya khilaf” Begitulah ratapannya.

Sebelum ratapan dan penyesalan Sulaiman ini meledak, sejatinya Rasulullah sudah mengingatkan. Diriwayatkan dari Abu Musa bahwa para sahabat bertanya, wahai Rasul, Muslim manakah yang paling utama? Rasulullah SAW pun menjawab, yaitu Muslim yang selamat lisan dan tangannya (HR Bukhari).

Hadist ini sebenarnya sudah cukup populer tetapi juga sering diabaikan. Nasehat Nabi ini hanya diingat ketika kejadian sudah terjadi, tetapi tidak menjadi pedoman ketika pada saat mau melakukan. Mungkin Sulaiman sudah menyadari betul bagaimana ucapan dan lisan yang kotor adalah bukan perangai yang baik. Tetapi, emosi dan benci kadang menutupi nurani dan mata hati.

Sebagai panutan dan teladan mestinya Sulaiman sudah memahami tentang resiko ucapan dan tangan. Bukan hanya karena itu akan berhadapan dengan hukum, tetapi pertanggungjawaban lisan di depan Allah. Dan paling pokok menyakiti hati sesama manusia tidak akan pernah terhapus sebelum manusia itu memaafkan.

Lalu, kenapa derasnya ujaran kebencian dan fitnah begitu kencang mengalir melalui lisan dan tulisan akhir-akhir ini? Bahkan, jika pun komentar di media sosial, seolah kebenaran yang ingin diperjuangkan harus dilakukan entah dengan kata-kata kotor dan makian sekalipun. Dalam benaknya, memaki dan menghujat menjadi baik ketika ingin mengatakan kebenaran.

Iman dan akhlak menjadi terpisah. Itulah akibatnya kenapa umat Islam merasa benar dengan menghujat jika ingin menyampaikan kebenaran. Seolah iman sesuatu yang lain dan akhlak itu hal yang berbeda. Iman itu kepada Allah, sementara akhlak adalah perilaku ke sama manusia.

Sedari awal Islam selalu menekankan pentingnya iman dana mal shaleh. Rentetan ayat-ayat Al-Qur’an banyak menggandengkan kata beriman dan beramal shaleh. Artinya, iman tidak boleh dilepaskan dari perilaku yang baik, begitupun sebaliknya.

Karena itulah, Rasulullah menegaskan : “Barang siapa yang beriman kepada Allah, hendaklah ia berkata yang baik atau diam. Inilah yang mestinya diperhatikan oleh sosok Sulaiman atau mungkin teman muslim yang lain yang selalu merasa benar dengan menghujat, mencaci, dan memaki di media sosial karena merasa ingin menyampaikan kebenaran.

Bagikan Artikel ini:

About Farhah Salihah

Check Also

madinah

Siapa yang Mengangkat Nabi Muhammad Menjadi Pemimpin di Madinah?

Persoalan kepemimpinan politik sejak dulu memang menjadi salah satu perhatian serius umat Islam. Tentu saja, …

Moderasi

Katanya Moderasi Beragama Mendangkalkan Akidah?

Moderasi beragama yang masif dijalankan oleh beberapa ormas termasuk pemerintah sering menjadi perdebatan. Beberapa orang menganggapnya …