WhatsApp Image 2020 04 16 at 11.33.47 1
WhatsApp Image 2020 04 16 at 11.33.47 1

Tafsir Ahkam Al Baqarah 183-187 (8) : Menyangka Sudah Waktu Berbuka, Ternyata Keliru, Bagaimana Hukum Puasanya?

Bagaimana hukum seseorang yang menyangka sudah masuk waktu buka puasa ternyata salah? Begini penjelasan hukumnya berdasarkan kajian tafsir.


Di era serba digital seperti saat ini, minim dan hampir mustahil terjadinya kesalahan berbuka puasa karena menduga matahari telah terbenam yang ditandai dengan adzan maghrib. Begitu pula berhubungan badan karena menduga fajar belum terbit. Walaupun sangat sulit terjadi, kemungkinannya tetap ada. Sebab itulah, pembahasan ini tetap penting untuk dihadirkan.

Ulama beda pendapat tentang hukum seseorang yang berbuka puasa karena menyangka telah masuk waktu maghrib, padahal belum. Begitu juga seseorang yang makan sahur atau bersetubuh karena menyangka fajar belum terbit, ternyata fajar telah lewat. Apakah ia wajib mengqadha’ puasa atau tidak?.

Menurut Jumhur Ulama (empat imam madhab), puasanya tidak sah dan wajib qadha’. Karena telah melakukan sesuatu yang membatalkan puasa. Perintah puasa Ramadhan itu sangat jelas, dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Dasarnya adalah firman Allah, “Dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam…” (QS. al Baqarah: 187).

Secara tegas ayat tersebut memerintahkan untuk menyempurnakan puasa Ramadhan sampai terbenamnya matahari. Maka jika berbuka sebelum terbenam matahari, meski menduga telah terbenam, puasanya batal dan wajib qadha’. Namun begitu, ia tidak berdosa.

Sedangkan menurut ulama ahlul dhahir dan imam Hasan Bashri, puasanya sah. Dengan demikian tidak perlu qadha’. Pendapat ini berdasarkan firman Allah, “Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya”. (QS. al Ahzab: 5). Dan hadis Nabi, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah memaafkan kesalahan (yang tanpa sengaja), dan (kesalahan karena) lupa dari umatku serta kesalahan yang terpaksa dilakukan”. (HR. Ibnu Majah, Baihaqi, Daruquthni, dll).

Menurut ulama ahlul dhahir dan Hasan Bashri, status hukum orang berbuka puasa karena menyangka matahari telah terbenam sama hukumnya dengan orang yang makan, minum karena lupa dirinya sedang berpuasa. Dengan demikian puasanya tetap sah dan tidak perlu mengganti. Hukum yang sama juga untuk orang yang melakukan persetubuhan yang menduga fajar belum terbit.

Pendapat mana yang lebih unggul? Dalam pandangan Muhammad Ali al Shabuni dalam kitabnya Rawai’u al Bayan Tafsir Ayat al Ahkam, pendapat Jumhur Ulama lebih pantas untuk diikuti. Menurutnya yang dimaksud firman Allah “Dan tidak ada dosa atasmu” pada ayat di atas adalah hilangnya dosa dan bukan hilangnya hukum. Karena itu, tidak terkena kaffarat sebab tidak ada unsur kesengajaan. Tapi tetap harus qadha’ sebab kelalaiannya.

Perbandingannya adalah pembunuhan yang dilakukan karena kesalahan. Pembunuhan semacam ini tetap mengharuskan kaffarat dan diyat walaupun dilakukan secara tidak sengaja. Sedangkan metode hukum yang menganalogikan (qiyas) kasus ini dengan orang lupa merupakan kesalahan yang fatal. Karena masalah orang yang lupa telah ditunjuk oleh nas secara jelas. Dugaan orang yang salah tidak bisa diqiyaskan pada orang yang lupa.

Bagikan Artikel ini:

About Faizatul Ummah

Alumni Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo dan Bendahara Umum divisi Politik, Hukum dan Advokasi di PC Fatayat NU KKR

Check Also

Toa masjid

Toa dan Sejarah Tadarus Al Qur’an di Bulan Ramadan

Ramadan kali ini pun tak luput dari perdebatan soal pengeras suara (TOA). Polemik bermula dari …

manfaat tidur

Hati-hati, Ternyata Ada Tidur yang Membatalkan Puasa

Pemahaman tekstual terhadap dalil agama bisa berakibat fatal. Pemaknaan apa adanya tersebut berkontribusi memberikan informasi …