ramadan
ramadan

Tragedi Memilukan 17 Ramadhan 40 H

Pasca peristiwa arbitrase antara khalifah Ali bin Abi Thalib dengan gubernur Damaskus Muawiyyah bin Abi Sufyan, muncul sebuah gerakan separatis. Gerakan ini diinisiasi oleh golongan khawarij. Golongan yang tak setuju dan menolak arbitrase, apapun hasilnya. Bahkan golongan khawarij menghalalkan darah orang-orang yang ikut serta dalam arbitrase, termasuk pengganti nabi SAW yakni Ali bin Abi Thalib.

Langkah tegas kemudian ditempuh oleh sang khalifah Ali untuk menghabisi golongan yang merongrong kedaulatan dan keamanan umat Islam tersebut. Maka terjadilah pertempuran Nahrawan. Pada pertempuran tersebut pasukan khalifah Ali berhasil mengalahkan kaum khawarij dengan menyisakan sedikit yang melarikan diri dari pertempuran. Petaka lalu muncul pasca peperangan Nahrawan, karena kaum khawarij yang tersisa begitu dendam kepada khalifah dan lainnya.

Para pemimpin khawarij lalu berdiskusi untuk menghabisi orang-orang yang terlibat arbitrase, terutama sang khalifah. Maka diputuskan tiga orang dibagi untuk membunuh khalifah Ali bin Abi Thalib di Kufah, Muawiyyah bin Abi Sufyan di Damaskus dan Amr bin Ash di Mesir. Operasi pembunuhan kemudian ditentukan tanggalnya, yakni 17 Ramadhan 40 H.

Dalam operasi tersebut, yang berhasil dibunuh hanya khalifah Ali. Kedua orang lainnya gagal dibunuh, mengingat keamanan disana sangat ketat. Sedangkan Ali yang notabene sebagai khalifah, beliau dibunuh dalam keadaan shalat. Sang pembunuh khalifah Ali bernama Abdurrahman bin Muljam Al Muradi. Ia membunuh dengan cara sadis yakni menebas kepala saudara sekaligus menantu Nabi SAW dengan rasa tak bersalah sedikit pun.

Hari Jumat, waktu subuh 17 Ramadhan 40 H, tragedi memilukan itu terjadi. Duka menyelimuti umat Islam. Nyawa salah seorang sahabat nabi yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Khalifah Ali bin Abi Thalib terbunuh atas nama klaim hukum allah, dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa (yang jelas bukan golongan khawarij).

Lebih mengerikannya lagi, Abdurrahman Ibnu Muljam saat melakukan aksinya, ia tidak berhenti merapal surat al baqarah ayat 207 :

ﻭَﻣِﻦَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻣَﻦْ ﻳَﺸْﺮِﻱ ﻧَﻔْﺴَﻪُ ﺍﺑْﺘِﻐَﺎﺀَ ﻣَﺮْﺿَﺎﺕِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ۗ ﻭَﺍﻟﻠَّﻪُ ﺭَﺀُﻭﻑٌ ﺑِﺎﻟْﻌِﺒَﺎﺩِ

“dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhoan Allah, dan Allah maha penyantun kepada hamba-hamba-nya.”

Sebagai konsekuensi atas aksinya membunuh nyawa seorang khalifah, ibnu Muljam lalu dieksekusi mati dengan cara qishas. Prosesi hukuman mati yang dijalankan terhadap ibnu muljam pun berlangsung dengan penuh drama. Ketika tubuhnya diikat untuk dipenggal kepalanya, ia masih sempat berpesan kepada algojo :

“wahai algojo, janganlah engkau penggal kepalaku sekaligus. tetapi potonglah anggota tubuhku sedikit demi sedikit, hingga aku bisa menyaksikan anggota tubuhku disiksa di jalan allah”

Ibnu Muljam diakhir hidupnya masih meyakini dengan sepenuh hati, bahwa aksinya membunuh nyawa pintunya ilmu (kata Rasulullah) itu sebuah aksi jihad fi sabilillah. Naudzubillah.

Sosok Ibnu Muljam dan fenomenanya kini

Sosok ibnu Muljam ialah fenomena yang terjadi pada sebagian umat islam. Generasi pemuda yang mewarisi watak ibnu Muljam itu seringkali giat memprovokasi untuk berjihad di jalan allah dengan cara memerangi, dan bahkan membunuh nyawa sesama kaum muslimin. Padahal sebelumnya, ia masyhur sebagai laki-laki yang shaleh, zuhud, bertakwa, dan mendapat julukan al-maqri’.

Ya, sang pencabut nyawa sayyidina Ali bin Abi Thalib itu seorang huffazh alias penghafal alquran. Dalam kesehariannya ia bahkan mendorong sesama muslim untuk menghafalkan wahyu-wahyu Allah itu. Dahulu, khalifah Umar pernah memerintahkan ibnu Muljam ke Mesir untuk memenuhi permohonan sahabat nabi, gubernur ‘Amru bin ‘Ash, untuk mengajarkan hafalan al-Quran kepada penduduk sungai Nil tersebut.

Bahkan dalam pernyataannya, khalifah Umar bin khaththab memuji setinggi langit Ibnu Muljam atas kemampuan yang ia miliki dengan  mengatakan:

“Abdurrahman bin muljam, salah seorang ahli alquran yang aku prioritaskan untukmu daripada untuk diriku sendiri. Jika dia telah datang kepadamu, maka siapkan rumah untuknya, untuk dia mengajarkan alquran kepada kaum muslimin, dan muliakanlah dia wahai ‘Amru bin ‘ash”.

Namun pada akhirnya, kita semua tahu bahwa meskipun ibnu Muljam hafal alquran, bertaqwa, dan rajin beribadah, tetapi semua itu tidak bermanfaat baginya. Dia mati sesungguhnya dalam keadaan su’ul khatimah, tidak membawa iman dan islam. Tentu akibat kedangkalan ilmu agama yang dimilikinya dan aksi kejinya.

Salah satu sebab kehidupan Ibnu Muljam berubah 180 derajat yakni karena afiliasinya kepada pemahaman khawarij. Mereka telah membawanya terjebak dalam pemahaman Islam yang sempit. Ibnu Muljam memutus klaim terhadap surga Allah dengan sangat tergesa-gesa dan dangkal. Sampai ia dengan salah kaprah melakukan aksi-aksi yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur Islam. Sungguh alangkah menyedihkan dirinya. Karena aksi itu diklaim dalam rangkaian membela ajaran Allah dan Rasulullah.

Di zaman ini, kita harus sadar bahwa saat ini telah lahir generasi-generasi baru ibnu Muljam yang bergerak secara massif dan terstruktur. Mereka seringkali tergolong orang saleh yang menyuarakan pembebasan umat Islam dari kesesatan. Mereka juga menawarkan jalan kebenaran menuju surga Allah dengan cara mengkafirkan sesama muslim. Mereka bergerak secara berkelompok untuk meracuni generasi-generasi muda Islam. Mereka dengan ringan menyebut sesat pada para ulama Ahlusunnah wal Jama’ah.

Kadangkala raut wajah mereka menerangkan kesalehannya. Bahkan tampak pada bekas sujud di dahi mereka. Kaum khawarij zaman ini pun senantiasa membaca al-Qur’an di waktu siang dan malam. Namun sesungguhnya mereka adalah kelompok yang merugi. Saat masih hidup, Rasulullah dalam sebuah hadits pernah memperingatkan kelahiran generasi dan pemikiran ala ibnu Muljam ini :

“Akan muncul suatu kaum dari umatku yang pandai membaca al-Quran. Dimana bacaan al-Qur’an kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian dari pada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca al-Qur’an, dan mereka menyangka bahwa alquran itu adalah hujjah bagi mereka, namun ternyata al-Qur’an itu adalah bencana atas mereka. Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya.”

(HR. Imam Muslim)

Bagikan Artikel ini:

About M. Alfiyan Dzulfikar

Check Also

ilustrasi masjid tempat ibadah umat

Bersemangatlah dalam Beribadah (2): Cara Menghindari Kemalasan

Dalam tulisan sebelumnya, sudah dijelaskan betapa Allah SWT menganugerahkan kemurahan dan kemudahan kepada kita untuk …

ibadah

Bersemangatlah Dalam Beribadah (1): Tiada Kesukaran dalam Agama

Allah memerintahkan kita beribadah, pastilah itu bermanfaat dan baik untuk kita sendiri. Tak mungkin ada …