ustad medsos
ustad medsos

5 Kaidah Fikih sebagai Pedoman Bermedia Sosial

Ujaran kebencian dan hoaks saat ini telah menjadi bagian dari kehidupan sosial maya kita. Sangat susah membedakan fakta dan rekayasa, kebenaran dan kebohongan serta informasi dan provokasi. Setiap hari baik sengaja ataupun tidak sengaja kita selalu berhadapan dengan berbagai informasi yang kadang kala membuat kita mengernyitkan dahi. Ini benar atau tidak?

Sayangnya, ukuran kita dalam menilai informasi kebanyakan pada kesukaan dan selera berdasarkan nilai dan kepentingan yang kita anut dan yakini. Informasi yang dianggap membenarkan keyakinan dan pandangan menjadi seolah benar semuanya. Sementara terkadang kita menampik informasi yang tidak sesuai selera walaupun itu berasal dari sumber yang valid.  

Nah, dari sekarang kita harus berhati-hati dalam memilih informasi bukan asal telan dan sebarkan. Kita akan belajar bagaimana sebenarnya kita punya prinsip dalam bermedia sosial melalui membuat, menerima informasi dengan beberapa kaidah fikih.

Kaidah fikih merupakan ketentuan umum (dominan) yang dapat diterapkan terhadap kasus-kasus yang menjadi cakupannya agar kasus tersebut dapat diketahui status hukumnya. Kaidah fikih merupakan metode deduktif dalam membedah kasus hukum keagamaan, tetapi menjadi sangat bermanfaat sebagai pedoman etis dalam kehidupan sehari-hari.

Kaidah Fikih Bermedia Sosial

Kaidah fikih berikut akan menjadi pedoman etis kita dalam bermedia sosial dan prinsip moral dalam menangkal hoax dan ujaran kebencian di dunia maya. Apa saja kaidah tersebut?

Pertama, bahwa tulisan itu memiliki hukum yang sama dengan ucapan. Kaidah itu berbunyi:

اَلْكِتَابُ كَالْخِطَابِ

Artinya: “Tulisan sebanding dengan ucapan.”

Saya kira ini prinsip penting pertama yang harus disadari oleh para pengguna medsos. Karena kadang kawah dunia maya yang bebas, lintas batas dan anonymous seolah tanpa ada aturan dan tanggungjawab.

Para netizen harus menyadari bahwa sejatinya memposting status sebenarnya memiliki kadar yang sama dengan mengucapkan. Jika berbicara bohong itu dosa dan salah menulis kebohongan juga dosa. Jika memfitnah, mencaci maki, dan menghasut itu dosa dan salah, sesungguhnya postingan dengan cacian, makian dan hasutan juga sama.

Kedua, ambil informasi yang meyakinkan dan buang yang hoax dan meragukan. Prinsip ini sejalan dengan kaidah fikih berikut :

اَلْيَقِيْنُ لاَ يُزَالُ بِالشَّكِّ

Artinya :  “Keyakinan tidak bisa dikalahkan dengan keraguan”

Keyakinan merujuk pada sesuatu yang sudah jelas kredibilitas dan validitas informasinya. Jika anda menemukan informasi yang menurut anda ragu segera bandingkan dengan informasi yang kredibel dari sumber mainstream dan terpercaya. Sumber yang diyakini kebenarannya tidak bisa dikalahkan dengan informasi broadcast yang tidak jelas sumbernya.

Ketiga, jangan pernah mengambil informasi dari sumber yang meragukan. Prinsip ini masih turunan dari kaidah sebelumnya tentang keyakinan yang tidak bisa dikalagkan dengan kraguan. Kaidahnya sebagai berikut :

لاَعِبْرَةَ للِتَّوَهُّمِ

Artinya :  Praduga/prasangka yang lemah (wahm) tak dapat dijadikan acuan hukum”.

Artinya apapun informasi yang beredar dari sumber tidak terpercaya atau dari sekedar akun medsos tidak layak dijadikan sumber bagi pengetahuan kita apalagi dijadikan sandaran hukum. Keputusan apapun yang anda pilih tidak boleh disandarkan atas pra sangka dan praduga yang didapatkan dari informasi yang meragukan.

Keempat, jika mengambil postingan itu haram, maka haram pula menyebarkannya.

مَاحَرُمَ أَخْذُهُ حَرُمَ اِعْطَاءُه

Artinya: “Sesuatu yang haram diambil haram pula diberikan.”

Pengertian kaidah ini adalah bahwa barang yang haram diambil sama juga statusnya ketika disebarkan. Jika postingan bohong itu tidak baik untuk dikonsumsi sejatinya tidak baik pula untuk disebarkan. Jika menurutmu postingan informasi itu buruk dan berdosa, maka menyebarkannya juga berdosa.

Tentu saja masih banyak kaidah-kaidah fikih lain yang menarik dijadikan pedoman etis dan teknis dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam mengkonsumsi informasi. Berhati-hatilah dalam menerima, mencerna dan menyebarkan informasi.

Ada satu kaidah lain untuk mengakhiri pembahasan ini. Berikut kaidahnya :

اِذَاتَعَذَّرَاِعْمَالُ اْلكَلاَمِ يُهْمَلُ.

Artinya: “Jika sulit memfungsikan sebuah ungkapan, maka diabaikan.”

Jika menurutmu informasi, pernyataan dan berita itu tidak masuk akal atau sulit dicerna secara logika maka abaikan. Meninggalkan sesuatu yang ragu-ragu adalah cara terbaik sebelum anda akan tersesat dan lebih-lebih berdampak menyesatkan orang lain.

Wallahu a’lam

Bagikan Artikel ini:

About Islam Kaffah

Check Also

duduk di kuburan

Saat Ziarah, Bolehkah Duduk di Kuburan?

Meskipun arus puritanisasi  mengklaim ziarah kubur adalah ritual bid’ah, tapi tidak banyak muslim nusantara yang …

shalat ghaib korban bencana

Shalat Ghaib untuk Korban Bencana

Pada tanggal 4 Desember 2021 telah terjadi peningkatan aktifitas vulkanik di gunung semeru. Hal itu …