kriteria miskin
kriteria miskin

Makna spiritual dan Sosial Zakat Fitrah sebagai Ibadah Khas Ramadhan

Islam selalu mengajarkan kebaikan kepada ummat Islam yang tidak hanya pada setiap individu saja melainkan masyarakat luas. Sehingga kesalehan sesorang dalam mengamalkan ajaran Islam tidak saja diukur dalam ketaatan dalam menjalankan ajaran agama yang berdimensi ibadah mahdhah yang harus dilakukan dan tidak boleh diwakilkan seperti shalat melainkan juga ibadah yang ghayr mahdah yang bersifat maliyah.

Dua ibadah tersebut harus seimbang dalam kehidupan umat Islam. Istilah yang ada dalam al-Qur’an adalah amanu wa amilus shalihah. Ayat tersebut disebut 39 kali dalam al-Qur’an sejak dari Q.S. al-Bqqarah (2): 25. sampai Q.S. al-Asr (103): 3. 

Beriman dengan mewujudkan ketaatan melalui ibadah shalat, puasa dan lainnya setara dengan perbuatan baik ibadah amaliyah.  Hal tersebut terutama dilakukan dalam iringan ibadah puasa Ramadhan dengan zakat fitrah, memberi makan orang miskin dan kebaikan lain walau hanya dengan menyingkirkan batu di tengah jalan.

Atas dasar hal tersebut kedua perintah selalu dilakukan berbarengan. Jika hal tersebut tidak dilakukan maka dianggap mendustakan agama. Beragama namun hakekatnya tidak beragama. Hal tersebut disindir dalam Q.S. al-Maun (107): 1-3.  Mereka inilah yang tidak mampu berbagi sesama dengan amal yang baik.

Bagi orang yang berlebih kekayaannya maka lebih baik memberikan bantuan kepada sesama. Bagi yang kurang memiliki atau tidak berniat cukup berkata baik dan senyum adalah cukup sebagai shadaqah atau berkata yang baik.

Kepedulian itu dalam Ramadhan berbentuk zakat fitrah. Sebuah bentuk kepedulian atas orang miskin dalam meramaikan hari raya dengan bergembira.  Kegiatan ini menjadi penentu dalam pelaksaan kualitas puasa seseorang dalam ajaran Islam.

Zakat Fitrah Wajib atas Semua Jiwa yang Muslim

Salah satu ibadah yang wajib dan tidak mengenal usia pelaksanaannya adalah Zakat Fitrah. Ibadah ini merupakan ibadah yang sifatnya maliyah dan mereka yang belum memiliki penghasilan maka yang wajib adalah yang menanggung kehidupan kesehariannya. Anak kepada orang tuanya atau mereka yang di pengawasannya. Tentu, pengecualian hanya yang tidak memiliki harta maka wajib mendapatkan zakat fitrah.

Ibadah Zakat Fitrah adalah ibadah khas hanya di Ramadhan. Kewajiban atas seluruh manusia yang mengalami waktu Ramadhan dan Idul fitri.  Hal tersebut diungkap dalam hadis berikut:

عَنِ ابْنِ عُمَر رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ حُرٍّ، أَوْ عَبْدٍ، أَوْ رَجُلٍ، أَوِ امْرَأَةٍ، صَغِيرٍ أَوْ كَبِيرٍ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ . (رواه البخاري و مسلم)

Artinya: Dari Ibnu Umar r.a. berkata, “Bahwa Rasulullah ﷺ mewajibkan zakat fitri karena telah berakhir Ramadhan, atas setiap jiwa kaum muslimin, orang merdeka atau budak, laki-laki atau wanita, kecil atau besar, sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Hadis di atas menjelaskan bahwa mereka yang wajib melaksanakan adalah semua orang yang mendapati Ramadhan dan Iedul fitri. Hal tersebut antara lain setiap orang baik besar atau kecil, laki-laki dan perempuan. Intinya mereka ini mendapatkan Ramadhan walau sehari  lamanya. Seperti mereka yang masuk Islam dan lahir di bulan Ramadhan. Jumlah kadarnya sesuai makanan dalam setiap harinya dalam hadis dengan gandun atau kurma atau dalam konteks Indonesia dengan beras.

Zakat Fitrah Penyempurna Kekurangan Puasa

Zakat fitrah dalam hal ini mampu menjadi pelebur orang-orang yang berpuasa dari kekurangan-kekurangan selama menjalankan ibadah puasanya.  Kekurangan tersebut adalah dapat mengurangi pahala itu sendiri. Sehingga kekurangan tersebut dapat hilang sehingga pahalanya ibadah puasanya menjadi sempurna.

Sahabat Ibnu Abbas r.a. menjelaskan hal yang dapat melebur itu adalah:

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ، مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ، فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ، فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.

Artinya:“Rasulullah ﷺ mewajibkan zakat fitri sebagai penyuci bagi orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia-sia dan yang haram, serta makanan bagi orang-orang miskin, barangsiapa mengeluarkannya sebelum sholat Idul fitri maka itu adalah zakat yang diterima, dan barangsiapa mengeluarkannya setelah shalat Idul fitri maka itu adalah sedekah biasa.” (HR. Abu Daud)

Itulah ajaran Islam dalam berbagai dimensinya selalu menjaga keutuhan masyarakat luas dan tidak hanya untuk kebaikan secara individu saja. Hal tersebut terbukti kepedulian lewat zakat fitrah yang ditujukan kepada kaum fakir dan miskin.

Dalam hadis di atas mampu menjadikan penjaga kualitas puasa ummat Islam. Sehingga kekurangan yang ada dapat tertutupi sehingga memasuki Iedul fitri kembali kepada fitri atau kesucian. Ibarat anak yang baru lahir tidak memilili dosa karena telah melakukan seluruh amalan Ramadhan baik puasa maupun qiyam Ramadhan dengan baik dan penuh harap.

Zakat Fitrah dan Pengentasan Kemiskinan

Pada Ramadhan 2020 ini oleh MUI dan ormas lainnya diselenggarakan lebih cepat sejak awal Ramadhan dalam rangka mensejahtarakan mereka yang terdampak Covid-19. Pelaksanannya pun tidak bertemu langsung melainkan dengan transfer lewat bank atau jenis keuangan lain seperti ovo, go pay dan sebagainya.

Syariat diwajibkannya zakat fitrah ini  memiliki tujuan mulia dari sisi kemanusiaan. Hal tersebut setidaknya memberikan makan dan kebutuhan hidup bagi fakir miskin selama masa pasca puasa dan hari kebahagiaan di Iedul fitri agar dapat mampu seperti orang biasa lainnya yang dapat makan dan minum dengan tanpa meminta-minta  sehingga hari itu tetap bahagia.

Era Covid-19, berdasarkan kondisi sosial yang ada pelaksanaan dilakukan di pertengahan Ramadhan. Hal tersebut semata-mata memberikan kebahagiaan sesama yang membutuhkan di tengah ancaman pandemi. Sehingga sejak puasa dapat bertahan sampai hari raya iedul fitri.

Ajaran kepedulian ini jika dijaga terus menerus akan menjadi bagian yang dapat membantu sesama. Apalagi jika dalam setiap kampung semangat ini terjaga maka kesejahteraan terjaga pula dengan baik. Kepedulian tersebut akan menjadi bagian dari ajaran agama dan semangat bernegara melalui gotong royong dalam mewujdkan kemandirian bangsa.

Bagikan Artikel ini:

About Dr. Muhammad Alfatih Suryadilaga

Dosen Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam UIN Yogyakarta, Ketua Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia (ASILHA)

Check Also

puasa dzulhijjah

Keutamaan dan Amalan 10 Hari Bulan Dzulhijjah

Terdapat beragam kemuliaan yang tidak saja selama 10 hari di bulan dzulhijah

haji 2020

Menyelami Ritual dan Makna Ibadah Haji dan Kurban

Setelah berjalan bulan Ramadhan dan Syawal, terdapat ibadah yang penting dalam ajaran Islam yang termasuk …