sumbangan masjid di jalan
sumbangan masjid di jalan

Masih Perlukah Meminta Sumbangan Masjid di Jalan

Di Indonesia, banyak kita lihat ketika ada masjid yang dibangun dan direnovasi, di sana pula berderet pasukan meminta sumbangan di tengah jalan.  Sumbangan dengan tagline se-ikhlasnya untuk pembangunan masjid itu melintang di tengah jalan dan terkadang menggangu pengendara jalan.

Entah ini memang sebagai bagian dari ajaran untuk memakmurkan masjid atau hanya tradisi kebiasaan masyarakat saja. Sebenarnya menjadi miris sebagai muslim yang katanya mayoritas banyak bertabura sumbangan di jalan untuk masjid. Miris pula, rasanya tidak ada sumbangan di jalan untuk membangun rumah ibadah umat lain.

Pertanyaan segera timbul, apakah hal yang mereka lakukan dengan meminta sumbangan merintangi jalan ini dapat dibenarkan? Apakah tindakan mulia untuk memakmurkan masjid tersebut mendapat legalitas hukumnya?

Pertama harus dipahami dalam ajaran Rasulullah, beliau tidak pernah mengajarkan umatnya untuk meminta-minta. Rasulullah bersabda, “Rasulullah mengatakan lebih baik tangan di atas dari pada tangan di bawah.” Sejatinya, manusia memiliki kemampuan untuk membangun dari usaha mereka sendiri, tanpa harus meminta belas kasihan orang lain.

Di negara yang memiliki mayoritas muslim, umat Islam memiliki departemen wakaf yang dananya bisa dipergunakan untuk pembangunan rumah ibadah. Jadi tanpa kita meminta-minta di jalanan, Negara sudah memiliki dana tersendiri untuk dana peribadatan.

Terlebih lagi jika kita kita melihat orang yang meminta-minta sumbangan itu berada di tengah-tengah jalan. Ini sangat terasa menganggu aktivitas di jalan, terlebih di jam-jam sibuk. Padahal Rasulullah sendiri melarang pada para sahabatnya untuk menggangu aktifitas dijalan.

Persoalan menggangu jalan menjadi poin penting dalam etika Islam. Perbuatan tidak menggangu aktifitas di jalan bahkan disebutkan sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama dan  salah satu cabang iman. Rasulullah bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ – أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ – شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيمَانِ (رواه مسلم)

Artinya: “Dari Abu Hurairah berkata, bersabda Rasulullah SAW: “Iman memiliki beberapa cabang, 60 atau 70 cabang, yang tertinggi ucapan la ilaha illalah dan terendah menyingkirkan gangguan di jalan” (H.R. Muslim)

Islam menyeru kepada umatnya untuk senantiasa berlomba-lomba menjadi umat yang terbaik dalam hal ibadah maupun perilaku social. Karena itu, pencarian dana untuk pembangunan masjid di jalan raya ini terlihat secara sosiologis telah mencemarkan nama baik umat Islam secara keseluruhan.

Bayangkan umat Islam yang mayoritas harus membiarkan umatnya meminta sumbangan di tengah jalan. Kita sangat miris. Rasanya tidak ada umat lain di negara tercinta ini yang meminta-minta di tengah jalan untuk membangun rumah ibadahnya.

Seharusnya ada mekanisme yang lebih elegan bagi takmir masjid dalam membangun rumah ibadah tersebut. Bukan dengan menggangu jalan melalui proses sumbangan. Jika memang masjid sangat layak buat apa harus direnovasi untuk selalu dimegahkan.

Perlu kita ketahui bahwa memang al-Quran memerintahkan umat Islam untuk memakmurkan masjid. Namun, ketika umat Islam kurang mampu dalam membangun masjid atau masjid sudah cukup menampung tidak layak untuk berlomba-lomba memperindah masjid. Sesungguhnya pengertian memakmurkan adalah menghiasi masjid dengan aktifitas keagamaan dan sosial.

Meminta sumbangan merupakan bentuk ketidakmampuan dalam merenovasi dan membangun rumah ibadah. Jika tidak mampu kenapa harus memaksakan diri dengan jalan mengganggu aktifitas manusia lainnya di jalan.

Umat Islam adalah umat terbesar di Indonesia tetapi terkadang bersifat menjadi sangat kecil dan lemah. Kecil secara mental dan selalu bersikap inferior dengan meminta. Lemah karena tidak mampu merumuskan mekanisme pengembangan dan memakmurkan masjid dengan sukarela yang elegan. Bukan dengan turun jalan yang bisa saja menggangu aktifitas pengguna jalan.

Sebagai umat muslim, hendaknya kita mampu memahami hal yang lebih harus diutamakan dan mana hal yang yang bisa di tunda. Mana hal yang mampu menimbulkan kemudhorotan bagi orang terutama agamanya, dan mana yang hal yang terbaik untuk manusia lain.

 

 

 

Bagikan Artikel ini:

About Eva Novavita

Check Also

singgasana sulaiman

Cerita Nabi Sulaiman untuk Anak (3) : Kisah Raja Sulaiman dan Ratu Balqis

Setelah Nabi Daud wafat, kini Nabi Sulaiman meneruskan tahta kerajaan dan memimpin Bani Israil. Seperti …

singgasana sulaiman

Cerita Nabi Sulaiman untuk Anak (2) : Nabi Sulaiman dan Perempuan Korban Pemerkosaan

Sebelumnya sudah diceritakan tentang kecerdasan Nabi Sulaiman dalam memecahkan masalah. Kisah kehebatan Nabi sulaiman tak …