Dua insan yang terjalin dalam sebuah ikatan pernikahan berada dalam perjanjian yang sakral (mitsaqan ghalidha). Ikatan ini akan terus dijaga agar berlangsung dengan langgeng dan tidak terputus. Kata talak menjadi momok yang menakutkan dan jika terjadi hal demikian merupakan perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah. Oleh sebab itu, kata talak tidak seharusnya dijadikan sebagai bahan guyonan dan main-main, dikhawatirkan akan terjadi talak yang sah dan berkonsekuensi hukum tanpa disadari.
Dalam realitas kehidupan terkadang dijumpai orang-orang yang menyembunyikan identitas dan status dirinya. Misalnya, saat seseorang ditanya apakah sudah berkeluarga? Ia menjawab, “Saya masih bujang/jomblo, saya belum punya isteri, saya belum menikah”. Tentu berbagai macam tujuan meliputi ketidakjelasan status tersebut, mulai dari yang ringan hingga yang serius.
Untuk sekedar bercanda, atau agar lawan bicara lebih bebas berkomunikasi, atau yang lebih parah untuk memikat lawan jenis sebagai target “mangsa” agar lebih leluasa melancarkan aksi-aksinya, ataupun untuk tujuan target mencari isteri kedua atau isteri simpanan. Terlepas dari ragam motif seseorang menyembunyikan status dirinya, ada satu hal penting yang perlu diperhatikan.
Bagaimana status seorang suami yang mengaku tidak punya isteri alias bujang/jomblo? Apakah pernyataan dan pengakuan tersebut berarti pula si dia sedang menyatakan talak terhadap isteri sahnya?
Dalam literatur fikih, ungkapan talak terbagi dalam dua kategori. Pertama, sharih (jelas) yaitu ucapan yang tidak memiliki kemungkinan lain, kecuali sebagai kalimat talak/cerai. Misal thalaqtuki, faraqtuki, sarahtuki yang secara umum dapat diterjemahkan dengan “aku menceraikanmu”. Talak model pertama ini tidak membutuhkan niat, dengan semata-mata mengungkapkan kalimat tersebut maka jatuhlah talak, meskipun sang suami mengklaim tidak berniat untuk mentalak.
Kedua, kinayah (kata sindiran) yaitu setiap ucapan yang bersayap, memiliki dua kemungkinan, bisa berarti talak atau arti selain talak. Misalnya, seorang suami mengatakan kepada isterinya, “kamu sekarang bebas merdeka, pulanglah ke rumah keluargamu sana!” Talak model kedua ini membutuhkan niat, jika ungkapan kinayah diniati sebagai ucapan talak, maka jatuhlah talak. Sebaliknya, jika tidak ada niat untuk talak, maka ucapan kinayah tidak berarti jatuh talak. (Afifuddin Muhajir, Fath al-Mujib al-Qarib, hal. 109-110).
Terkait dengan pengakuan jomblo ulama merespon dalam dua pendapat. Pertama, pengakuan tersebut tergolong ungkapan talak kinayah. Jika diniati talak maka jatuhlah talak. Namun, jika tidak disertai niat talak, maka tidak terjadi talak. Dalam konteks jawaban dan pengakuan sebagai orang yang berstatus bujang/jomblo komentar ulama golongan pertama ini menyatakan hal itu bukanlah ungkapan sharih, sehingga dibutuhkan niat untuk mengarah kepada talak.
Ini berbeda dengan kasus ketika seorang suami bersama isterinya, lalu seseorang menanyakan sambil menunjuk terhadap isteri tersebut, “ini isterimu?”, lalu ia menjawab, “bukan”. Dalam kasus ini jelas-jelas dikategorikan sebagai pengakuan talak, sehingga berkonsenkuensi jatuhnya talak. (Muhyiddin Abi Zakariya Yahya al-Nawawi, Raud Raudlah al-Thalibin wa Umdah al-Muftin, Jilid III, hal. 165., Al-Majmu’ Syarh al-Muhaddzab, Jilid XVII, hal. 102).
Kedua, bahwa ungkapan tersebut tidak berpengaruh apa-apa, karena tidak tergolong pada kategori talak, baik sharih ataupun kinayah, sehingga meskipun diniati talak tidak terjadi apa-apa, hal tersebut murni sebagai bentuk kebohongan belaka, yang berlaku hukum berbohong, tidak terkait dengan kasus perceraian. (Khatib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, Jilid III, hal. 329., Zakariya al-Anshari, Asna al-Matahlib, Jilid XVI, hal. 466., Muhammad Ibn Ahmad Ibn Abi Sahl al-Sarakhsi, Al-Mabsuth, Jilid V, hal 15.).[]
Dengan demikian, dalam kondisi apapun jujurlah pada status Anda. Jangan mencoba untuk menyembunyikan dengan menyatakan masih bujang atau menjawab pertanyaan orang-orang di sekitar Anda dengan jawaban yang menunjukkan bahwa Anda masih belum berkeluarga. Di samping berposisi bahaya, karena akan terjerumus pada ungkapan perceraian, juga menghargai perasaan isteri sah yang selalu setia di rumah. Bagaimana perasaan sang isteri, jika keberadaannya tidak Anda akui sebagai isteri, atau statusnya disembunyikan untuk digunakan sebagai modus pribadi Anda. Falyataammal!
Wallahu a’lam Bisshawab!
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah