Di penghujung Bulan Ramadhan dan sebagai khatimah dari puasa Ramadhan, agama mensyari’atkan zakat fitrah, Sebagai manifestasi dari kepedulian sosial yang menjadi agenda utama ibadah puasa Ramadhan. Lumrahnya, zakat fitarh ditunaikan dengan bentuk makanan pokok. Beras, gandum dan lainnya.
Namun belakangan, muncul wacana zakat fitrah dengan uang tunai. Alasannya pragmatis, karena kaum du’afa di hari lebaran bukan saja membutuhkan makanan, tetapi juga membutuhkan pakaian baru, kue lebaran, ang pau dan lain lain. Jika zakat fitrahnya dengan uang, kebutuhan kaum du’afa mudah terpenuhi. Beda jika mereka menerima bahan makanan. Makanan untuk lebaran tercukupi, namun kebutuhan lainnya terbengkalai.
Tak semua Ulama’ madzhab sejalan dalan satu fatwa, soal berzakat dengan uang tunai. Madzhab Syafi’iyyah misalnya, didukung penuh oleh Madzhab Hanabilah, tidak memperkenankan berzakat fitrah dengan uang tunai, sementara madzhab Malikiyyah menghukumi boleh namun makruh. Madzhab Hanafiyyah berfatwa berzakat dengan uang tunai diperbolehkan.
Berpedoman pada pendapat yang memperbolehkan berzakat fitrah dengan uang tunai [madzhab Hanafiyah] maka menurut madzhab ini, kadar uang yang harus dikeluarkan adalah disesuaikan dengan nilai atau harga bahan-bahan makanan yang manshush (disebutkan secara eksplisit dalam hadis) sebagai zakat fitrah, yaitu harga tamar, gandum dan anggur dengan mengacu pada nilai harga saat mulai terkena beban kewajiban (waqtul wujub) zakat fitrah, saat tenggelamnya matahari di hari terakhir bulan Ramadhan. Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab 6/113
Sementara ukuran zakat fitrah yang wajib dikeluarkan adalah satu sha’ tamar (kurma kering) atau satu sha’ gandum sya’ir. Rad al-Mukhtâr 2/286
Satu sha’ menurut Madzhab ini jika dikonversi menjadi ukuran gram atau Kilo gram seukuran dengan 3800 garm (3.8 Kg). jika harga tamar Rp. 50.000 perkilo. Maka uang yang harus dikeluarkan sebagai zakat fitrah senilai Rp. 190.000. hasil perkalian dari 3.8 Kg dikalikan Rp.50.000
Alasannya pragmatis, karena kaum du’afa di hari lebaran bukan saja membutuhkan makanan, tetapi juga membutuhkan pakaian baru, kue lebaran, ang pau dan lain lain. Jika zakat fitrahnya dengan uang, kebutuhan kaum du’afa mudah terpenuhi. Beda jika mereka menerima bahan makanan. Makanan untuk lebaran tercukupi, namun kebutuhan lainnya terbengkalai. Yang dipaparkan madzhab Hanafiyyah jelas jelas menyimpang dari nilai filosofi (hikmah) zakat fitrah.
Menurut al-Syafi’iyah, zakat fitrah didedikasikasan semata sebagai thu’matan lil masakin (makanan untuk kaum miskin, agar di hari lebagai mereka juga mampu bergembira menyambut dhiyafah min Allah dan nilai nilai thu’matan dan dhiyafah itu ada pada makanan pokok bukan pada uang.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah