Ritual shalat tarawih, buka puasa bersama, tadarrusan dan halaqoh pengajian selama bulan suci Ramadhan tahun ini sudah tidak bisa lagi dilakukan seperti biasanya di masjid-masjid dan rumah-rumah. Akibat pandemi covid-19 yang tak kunjung selesai semua harus beradaptasi, termasuk suasana Ramadhan.
Ramadhan kali diwarnai dengan kesedihan yang mendalam di hati setiap muslim. Ritual-ritual yang biasanya dijalankan selama ini guna meraih keberkahan bulan Ramadhan yang mulia sulit dilakukan karena aturan-aturan yang muncul akibat penyebarana virus ini seperti, selalu menjaga jarak dengan orang lain, dilarang berkumpul lebih dari lima orang dan silaturrahmi kekeluargaan yang melibatkan banyak orang termasuk mudik pada saat Idul Fitri.
Namun, jika kita kembali membuka sejarah awal puasa Ramadhan saat nabi masih hidup maka sesungguhnya umat Islam tidak perlu berkecil hati dan bersedih, apalagi menurunkan semangat beribadah. Sesungguhnya menjalankan anjuran pemerintah dan ulama-ulama sama saja kita menjalankan ibadah puasa seperti yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw beberapa abad yang silam.
Ritual puasa sejatinya sudah dilakukan oleh umat-umat sebelum Islam, termasuk orang Quraish yang berpuasa setiap tanggal 10 Muharram atau yang disebut dalam Islam sebagai puasa ashura (puasa sepuluh). Rasulullah sebagaiman nabi-nabi sebelumnya juga melakukan ritual ini bahkan ketika Rasulullah Saw tiba di Madinah ia mewajibkan para sahabat-sahabatnya.
Puasa ini dimaksudkan untuk menggenang peristiwa-peristiwa besar seperti bebasnya Nabi Musa dari kejaran Firaun dan tenggelamnya Fir’aun di lautan. Nabi berpandangan bahwa umat Islam jauh lebih berhak menghormati nabi Musa dibanding kaum Yahudi di Madinah, karena itu ia meminta sahabatnya berpuasa dan menjelaskan kemulian yang akan didapaatkan oleh mereka yang menjalankan puasa ashura ini.
Dalam prakteknya, agar tidak sama dengan puasa ashura yang dilakukan oleh orang Yahudi dan orang-orang Quraish yang dilaksanakan pada tanggal 10 Muharram saja, Rasulullah menganjurkan agar puasa sebelum dan setelah 10 muharram. Bagi Syiah puasa 10 muharram merupakan puasa yang sangat sakral karena bertepatan dengan tanggal pembantaian keluarga Nabi yaitu Hassan dan Huseein oleh keluarga Muawiyah di Karbala, Irak.
Menurut Dr. Ahmed Karimah, Guru Besar Ilmu Syariah, Universitas Al Azhar, Mesir bahwa kebijakan Rasulullah Saw untuk berpuasa setiap bulan Muharram dan menganjurkan kepada sahabat-sahabatnya menunjukkan bahwa Islam bukanlah agama yang datang memerangi dan meniadakan ajaran nabi sebelumnya. Islam datang sebagai pelengkap dan penyempurna ajaran sebelumnya. Selain itu ia menegaskan bahwa pelaksanaan puasa ashura pada diri nabi dan sahabatnya menunjukkan Islam menganjurkan persaudaraan antar umat beragama.
Namun, setelah perintah menjalankan puasa pada bulan Ramadhan turun pada tahun kedua hijriyah, Rasulullah sudah tidak lagi mewajibkan kepada umatnya jenis puasa muharram ini. Islam menggantikan dengan kewajiban puasa di bulan Ramadhan selama satu bulan penuh dengan tetap menganjurkan jenis puasa ini jika ingin melakukannya.
Dalam sebuah nabi yang diriwaytkan oleh Aisyah Radiallahu Anha yang mengkisahkan sebagai berikut “ Bahwa pada hari Ashura, orang-orang Jahiliyah dari kaum Quraish menjalankan ibadah puasa dan Rasulullah Saw pun juga berpuasa. Setelah nabi tiba di Madinah ia juga tetap menjalankan jenis puasa ini dan memerintahkan kepada sahabatnya untuk melakukannya. Akan tetapi setelah puasa ramadhan diwajibkan, ia meninggalkan puasa Ahsura dan bersabda barang siapa yang ingin berpuasa ashura maka boleh dan barang siapa yang tidak berkeinginan maka tidak masalah dia meninggalkannya” muttafon alaih. Sejak itu puasa ashura menjadi puasa mustahab saja atau puasa sunnah saja dan puasa ramadhan menjadi kewajiban bagi umat Islam.
Perintah menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadhan dapat dilihat dalam surah Al-baqarah ayat 185 yang artinya “ Barang siapa yang menyaksikan bulan Ramadhan maka hendaklah dia berpuasa “ . Ayat ini turun setelah perintah mengalihkan qiblat shalat dari masjidil Aqsa ke masjidin haram dan menjadi pertanda dimulainya kewajiban bagi umat Islam untuk menjalankan ibadah puasa setiap bulan Ramadhan.
Kata “ menyaksikan “ atau Syahida Syahr” menyaksikan bulan ramadhan menunjukkan bahwa kewajiban itu setiap kali menyaksikan bulan ramadhan bukan sekali saja dalam hidup akan tetapi setiap kali menyaksikan maka wajib hukumnya berpuasa kecuali ada uzur lain yang menyebabkan tidak bisa melakukan puasa sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat yang sama .
Rasululullah Saw menyaksikan bulan Ramadhan selama 9 kali atau sembilan tahun dan menjalankan ibadah puasa setiap bulan Ramadhan. Selama itu pula, Rasulullah telah menunjukkan amalan-amalan yang afdhal dilakukan pada bulan suci ini mulai dari sahur, buka puasa dan shalat tarawih serta amalan-amalan lainnya yang akan melipatkan gandakan pahala selama beribadah.
Semua diatur dan dicontohkan dengan sebaik-baiknya sebagai pedoman bagi umatnya dalam menjalankan puasa dan menghormati bulan ramadhan sebagai bulan yang sangat mulia dari bulan-bulan lainnya. Salah satu amalan yang dijalankan oleh Rasulullah selama bulan ramadhan yang patut kita teladani saat ini khususnya dalam situasi pandemic covid -19 adalah buka puasa setiap saat bersama keluarga dan memperbanyak qiyamul lail atau sholat malam di rumah sendiri.
Dalam satu hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah radiallahu anha “ Bahwasanya Rasulullah Saw pada suatu malam, ia keluar kemudian sholat di mesjid, lalu diikuti oleh orang lain shalat bersama Rasulullah Saw. Pada keesokan harinya, orang-orang itu bercerita tentang shalat bersama Rasulullah Saw, dan pada malam harinya lalu orang pada berdatangan shalat, kemudian pada pagi harinya lagi orang pada bercerita lagi tentang shalat bersama Rasulullah Saw, lalu pada malamnya orang bertambah banyak shalat bersama Rasulullah Saw, hingga pada malam keempat, masjid sudah tidak mampu menampung orang-orang shalat tarawih berjamaah dengan Rasulullah.
Lalu ketika usai shalat subuh, Rasulullah menghadap kepada semua jamaah yang hadir shalat dan menyampaikan bahwa sesungguhnya saya tidak khawatir karena masjid tidak mampu menampung jamaah, tetapi yang saya khawatirkan jika ini menjadi kewajiban bagi kalian lalu kalian tidak mampu menjalankannya.
Hadis ini menunjukkan bahwa Rasulullah shalat taraweh bersama dengan sahabat sahabatnya pada malam pertama, kedua, ketiga dan keempat. Setelah itu Rasulullah menyampaikan kekhawatirannya jika ini menjadi kewajiban bagi kalian. Di sini menunjukkan bahwa shalat taraweh adalah sunnah yang bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja sebelum waktu fajar.
Dari hadis ini pula dipahami bahwa Rasulullah menjalankan qiyamullail kebanyakan di rumahnya saja hingga waktu sahur kemudian mengisi waktu-waktunya berzikir dan bermunajat kepada Alllah dan pada sore harinya , Rasulullah berbuka puasa bersama istri dan keluarganya.
Sholat tarawih pada saat itu dilakukan oleh umat Islam secara suka rela dan rileks sebagaimana makna tarawih itu yaitu rilek dan beristirahat. Mereka melakukan secara berjamaah di sudut sudut mesjid dan tidak dipimpin oleh satu imam saja.
Suasana shalat tarawih ini berlanjut hingga masa Khalifah Abu Bakar Assiddiq yang juga tidak terlalu memperhatikan cara umat Islam dalam menunaikan ibadah tarawih karena ia sibuk menyelesaikan urusan-urusan orang yang murtad dari Islam pasca wafatnya Rasulullah Saw.
Nanti setelah Sayyidina Umar bin Khattab menjadi Khalifah berinisiatif untuk menyatukan orang yang shalat taraweh di mesjid dengan satu imam saja. Langkah Umar ini seperti yang dikatakan sendiri olehnya bahwa ‘sebaik baik bid’ah adalah ini”. Kemudian pola itulah yang menjadi kebiasaan turun menurun bagi umat Islam dalam menjalankan ibadah tarawih sampai hari ini.
Di tengah-tengah pandemi covid-19, alangkah baiknya umat Islam konsisten mengikuti arahan dan anjuran pemerintah serta ulama-ulama kita dan tetap semangat menjalankan ibadah puasa sesuai dengan tuntutan nabi. Mengisi waktu-waktu dengan zikir, doa, permohonan ampun, qiyamullail, tidak mengunjing dan tidak mencaci maki serta menjalankan ibadah-ibadah sunnah secara khusyu’ di rumah. Selain cara ini sesuai dengan pola yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw juga sesuai dengan anjuran nabi agar kita tidak menjadikan rumah kita seperti kuburan.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah