Membicarakan hal yang membatalkan puasa, ternyata ulama beda pendapat. Ada yang disepakati dan yang diperselisihkan. Puasa Ramadhan sebagai amal yang memiliki keutamaan dan pahala berlimpah mesti dijalankan secara hati-hati. Dan, hal yang harus diperhatikan adalah pembatalnya. Sebab bila puasa Ramadhan batal tentu merupakan kerugian dan konsekuensinya harus diganti dilain hari setelah bulan Ramadhan.
Sebagaimana tema tulisan ini, ada pembatal puasa yang disepakati oleh para ulama dan ada pula yang diperdebatkan.
Yang Disepakati tentang Batalnya Puasa
Pertama adalah murtad. Sebab ulama sepakat bahwa syarat sah puasa adalah beragama Islam. Oleh karena itu, seseorang yang berpuasa Ramadhan kemudian murtad otomatis puasanya batal.
Kedua, gila. Orang gila tidak terkena taklif (kewajiban) berpuasa. Oleh karena itu, orang yang awalnya sehat akalnya, kemudian gila, dengan sendirinya puasanya menjadi batal.
Ketiga, haid dan nifas. Seperti banyak disabdakan oleh Nabi, wanita haid dan nifas tidak wajib puasa. Berangkat dari sini, ulama sepakat bahwa haid dan nifas membatalkan puasa.
Keempat, makan dan minum. Dua hal ini dan yang semakna dengan keduanya disepakati membatalkan puasa.
Kelima, jima’ atau persetubuhan. Disamping disepakati membatalkan puasa, konsekuensi akibat melakukan jima’ pada siang hari ketika berpuasa bulan Ramadhan sangat berat.
Keenam, keluar mani. Keluar mani disini adalah dengan disengaja. Seperti karena syahwat bermesraan dengan istri, dengan menggunakan tangan istri atau tangannya sendiri, ataupun cara lain yang disengaja.
Ketujuh, muntah dengan cara disengaja. Ini juga disepakati oleh para ulama. Sengaja muntah dengan cara atau rekayasa tertentu. Sedangkan bila tidak disengaja tidak membatalkan puasa.
Kedelapan, merokok. Telah disepakati oleh para ulama merokok membatalkan puasa. Sebab merokok bukan hanya menghisap asap belaka, tetapi ada dzat yang ikut terhisap dari rokok tersebut.
Yang Masih Diperselisihkan tentang Batalnya Puasa
Pertama, merubah niat. Berniat akan membatalkan puasa namun tidak sampai melakukannya. Menurut mayoritas ulama madhab Maliki, Syafi’i dan Hanafi, sekedar niat akan membatalkan puasa tidak otomatis puasa menjadi batal selama tidak melakukan aktivitas yang nyata-nyata membatalkan puasa.
Pendapat ini dikatakan oleh Imam Ibnu Abidin dalam Radd al Mukhtar mewakili madhab Hanafi. Dari kalangan madhab Maliki salah satunya dikatakan oleh Ibnu Abdul Bar dalam Al Kafi. Sementara dari kalangan madhab Syafi’i salah satu ulama yang berpendapat seperti di atas adalah Imam Nawawi dalam kitabnya al Majmu’.
Sedangkan menurut madhab Hanbali sekedar berniat membatalkan puasa otomatis puasanya menjadi batal meskipun tidak melakukan aktivitas apapun yang nyata-nyata membatalkan puasa.
Salah seorang ulama madhab Hanbali, Ibnu Qudamah dalam kitabnya al Mughni menyatakan pendapat ini. Bahkan menurutnya, ini adalah pendapat resmi madhab Hanbali.
Kedua, Berbekam. Mayoritas ulama berpendapat bahwa berbekam tidak membatalkan puasa. Berdasar pada hadis Nabi riwayat Bukhari dan Ahmad. “Bahwa Rasulullah pernah berbekam pada saat ihram dan pernah pula berbekam pada saat berpuasa”.
Walaupun begitu, ada ulama yang mengatakan bahwa berbekam membatalkan puasa. Dasarnya adalah hadis Nabi dari Syaddad bin Aus dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad. “Suatu ketika Rasulullah mendatangi seseorang di Baqi’ yang sedang berbekam di bulan Ramadhan, lalu beliau bersabda, “Orang yang membekas dan orang yang dibekam, keduanya batal puasanya”.
Namun mayoritas ulama menilai bahwa hadis ini telah dihapus hukumnya. Lagi pula yang membatalkan puasa adalah sebab adanya benda yang masuk ke dalam tubuh bukan sebab sesuatu yang keluar dari tubuh.
Ketiga, donor darah. Mayoritas ulama menyamakan donor darah dengan bekam atau canduk. Oleh karena itu, hukumnya juga sama dengan bekam. Mayoritas ulama menyatakan tidak membatalkan puasa. Hanya menurut madhab Hanbali donor darah membatalkan puasa.
Keempat, suntik. Suntik disini ada tiga kategori. Pertama suntik untuk pengobatan, seperti menurunkan suhu tubuh dan jenis suntik yang tujuan hanya untuk pengobatan. Untuk suntik jenis ini ulama sepakat tidak membatalkan puasa.
Sedangkan suntik yang tujuannya untuk menguatkan tubuh, misalnya suntik vitamin dan sejenisnya, ulama juga sepakat tidak membatalkan puasa. Sebab kedua jenis suntikan ini tidak mengenyangkan dan masuknya tidak melewati lubang asli yang ada di tubuh.
Adapun suntik yang mengenyangkan seperti infus dan sejenisnya untuk menyehatkan tubuh yang lemah, ulama beda pendapat. Sebagian mengatakan batal karena semakna dengan makan dan minum. Sebagian ulama yang lain berpendapat tidak membatalkan puasa karena secara fikih yang membatalkan puasa adalah yang masuk lewat lubang yang ada pada anggota tubuh.
Sampai disini bisa disimpulkan, ada beberapa aktivitas yang membatalkan puasa dan disepakati oleh para ulama. Dan, ada pula yang diperselisihkan apakah membatalkan puasa atau tidak. Dengan demikian, dalam kondisi tertentu kita bebas memilih pendapat yang lebih sesuai dengan kondisi yang kita alami.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah