ketabahan nabi ayub
ketabahan nabi ayub

Belajar dari Ketabahan Nabi Ayub Ketika Menghadapi Musibah Besar

Banyak cobaan yang diturunkan Allah kepada umatnya. Tak hanya berwujud ujian materi, namun juga masalah penyakit, kehilangan orang yang dicintai dan masalah yang lainnya. Ujian tidak mengenal status, tak terkecuali orang yang dipercayakan menerima wahyu sekalipun seperti para Rasul dan Nabi.

Musibah bagi orang yang tidak beriman pada masanya adalah sebuah azab. Namun, musibah bagi orang yang beriman dan taat adalah ujian, peringatan hingga rahmat Allah yang diberikan dengan cara berbeda.

Pada saat menerima musibah, selayaknya sikap sabar, tabah, ikhlas dan optimis adalah kunci menghadapinya. Setidaknya itulah gambaran bagaimana seorang kekasih Allah, Nabi Ayub ketika menerima musibah yang teramat berat dan besar. Dari keluarga yang bahagia hingga tidak punya apa-apa bahkan dikucilkan.

Nabi Ayub adalah orang yang beriman, taat dan sabar. Allah menguji batas kesabarannya dengan berbagai macam ujian. Tidak hanya satu musibah tetapi rentetan musibah. Tidak hanya satu hari, tetapi bertahun-tahun.

Pada mulanya, Nabi Ayub merupakan seorang dengan keluarga yang bahagia dan sempurna. Beliau kaya dan terkenal dermawan di antara para umatnya. Namun Allah mengangkat semua yang dimilikinya. Harta bendanya sirna. Begitu pun dengan anak-anak kesayangannya.

Apakah berhenti di situ kesedihan dari cobaan dari Allah tersebut? Nabi Ayub pun diuji dengan penyakit menahun yang sampai ketampanannya, kegagahannya, kesehatannya hilang. Semua orang menjauh bahkan mengusir dan mengucilkannya, kecuali satu istri tercinta yang selalu setia menemani.

Bayangkan, dari kemegahan harta yang dimiliki, status sosial yang terpandang, keluarga yang bahagia dan kebugaran fisiknya telah direnggut semuanya sebagai bagian dari ujian Allah. Siapa gerangan yang tidak akan mengeluh, menangis, dan merasa putus asa.

Namun dari semua hal buruk dan musibah yang ditimpakan kepadanya, Nabi Ayub selalu tabah bahkan tetap bersyukur karena masih memiliki istri yang tetap setia menemaninya. Meski penyakit kusta yang di deritanya semakin hari semakin bertambah parah.

Masyarakat yang dulunya sering diberinya penghidupan kini satu persatu mulai menjauh dan merasa risih karena kehadiran Ayub. Apakah Ayub marah dengan masyarakat yang dulu dia santuni dan tergantung dari kekayaannya? Ayub memilih pergi dengan Istrinya menuju sebuah gua yang mereka anggap aman dan tidak akan membuat orang lain merasa risih karena keberadaan mereka.

Meski dalam kondisi yang sulit, Nabi Ayub tak sekalipun berburuk sangka dan meninggalkan Allah. Beliau senantiasa berdoa, berusaha dan bertawakal serta selalu melaksanakan semua perintah Allah yang ia lakukan ketika sehatnya. Tidak ada beda ketaatan ketika dia sehat dan bahagia dengan ketaatan ketika ia menderita dan tidak mempunyai apa-apa.

Itulah sebenarnya inti ketaatan dan keimanan kepada Allah yang tidak mengenal waktu dan kondisi. Allah menggambarkan sikap taat dan keteguhan iman kekasihnya ini dalam al-Qur’an :

Artinya : “Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Rabbnya: “(Ya Rabbku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Rabb Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.” Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” (QS. Al-Anbiya’: 83-84)

Ketika ketaatan tidak berkurang karena cobaan, ketika ketabahan terus menerus mengiringi, maka ujian akan menjadi rahmat dan pahala akan berlipat-lipat. Di saat ketaatan, ketabahan dan kesabaran teruji Allah akan memberikan solusi.

Allah berfirman : “Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Rabb-nya: “Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan.” (Allah berfirman): “Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.” (Sad ayat 41-42).

Firman diatas mengisyaratkan berakhirnya semua cobaan yang ditimpakan Nabi Ayub yang telah lolos dari ujian Allah. Allah menyuruh Ayub untuk menghentakkan kedua kakinya ke tanah, maka keluar air yang sejuk yang dipakai mandi dan minum sehingga penyakitnya diangkat oleh Allah seketika.

Tentu tidak ada yang mustahil bagi Allah untuk menghilangkan penyakit dan derita dalam diri seseorang. Allah juga tidak mustahil menghilangkan semua kesenangan dan kebahagiaan seketika yang dimiliki oleh hambanya.

Seiring berjalannya waktu dikembalikan pulalah semua rahmat yang dulu telah ditarik Allah terhadap dirinya. Rahmat harta, serta anak yang sempat ditarik oleh Allah maka dikembalikannya kembali dua kali lipat dari apa yang ia miliki sebelumnya.

Ketaatan, ketabahan dan kesabaran kepada Allah senantiasa menjadikan kunci dalam menghadapi musibah. Sikap itu pula yang akan menjadi solusi dan rahmat yang berlipat ketika seseorang lolos dari ujian.

Tentu bukan tanpa maksud Allah menceritkan kisah Nabi Ayub ini kepada umat Nabi Muhammad. Ketaatan dan ketabahan para Nabi, Rasul dan orang-orang yang shaleh patut diteladani dalam menghadapi musibah. Ketaatan tidak mengenal waktu dan kondisi. Karena di situlah solusi akan menghampiri.

Wallahu a’lam

Bagikan Artikel ini:

About Eva Novavita

Check Also

singgasana sulaiman

Cerita Nabi Sulaiman untuk Anak (3) : Kisah Raja Sulaiman dan Ratu Balqis

Setelah Nabi Daud wafat, kini Nabi Sulaiman meneruskan tahta kerajaan dan memimpin Bani Israil. Seperti …

singgasana sulaiman

Cerita Nabi Sulaiman untuk Anak (2) : Nabi Sulaiman dan Perempuan Korban Pemerkosaan

Sebelumnya sudah diceritakan tentang kecerdasan Nabi Sulaiman dalam memecahkan masalah. Kisah kehebatan Nabi sulaiman tak …