agama damai
islam agama damai

Benarkah Islam Agama Damai?

Banyak orang saat ini, dengan diselimuti perdebatan politik bahkan agama yang terus digulirkan oleh media Barat mengenai sifat sejati Islam, mengklaim kata Islam bermakna perdamaian, dan karena itu Islam adalah agama damai. Klaim ini, yang didasari pada pemaknaan tersebut adalah salah? Dari situlah ujung perdebatan apakah agama Islam adalah agama perdamaian.

Dalam bahasa Arab, kata untuk damai adalah salam, yang serumpun dengan bahasa Ibrani shalom. Kata Islam merupakan kata benda verbal bentuk keempat dari akar kata yang sama, (س, ل, م) yang berarti secara teknis menciptakan perdamaian melalui penyerahan total, yang dalam konteks agama, penyerahan kepeda semua kehendak Tuhan. Seorang Muslim adalah orang yang telah menyerahkan atau tunduk kepada Tuhan dan juga dianggap telah menemukan kedamaian sejati.

Lantas, apakah istilah Islam mengacu pada kedamaian batin yang diperoleh melalui penyerahan pribadi sepenuhnya kepada Tuhan? Atau perdamaian melalui penyerahan sikap politik kepada kekuasaan atas nama Tuhan, yang dikenal dengan istilah khilafah Islamiyyah? Atau mungkin bahkan keduanya?

Mereka yang secara pribadi tunduk kepada Tuhan menemukan sebuah kedamaian batin, sementara kedamaian politik dan berakhirnya perang hanya akan datang ketika seluruh umat manusia telah berserah diri kepada kehendak Tuhan.

Memahami Ayat Perang dalam Konteks Agama Damai

Salah satu yang menganjal dan terkadang menjengkelkan dalam interpretasi al-Quran adalah memahami konteks dan makna tersirat dari ayat-ayat “perang” atau “pedang”. Misalnya pada surat at-Taubah ayat 5 yang berbunyi,

فَٱقْتُلُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدتُّمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَٱحْصُرُوهُمْ

Maka perangilah orang-orang musyrik di mana saja kamu temui, tangkaplah dan kepunglah mereka,” musyrik di sini secara harfiah mereka yang menyembah lebih dari satu Tuhan.

Dalam interpretasi atau tafsir ayat tersebut dapat terjelaskan dalam konteks sejarah. Para ulama tafsir dan sejarawan sepakat bahwa saat itu merujuk pada perang yang sedang berlangsung antara orang-orang Arab yang musyrik di Mekah dan orang-orang Arab Muslim di Madinah. Ini mendorong umat Islam untuk menyerang orang-orang Arab Mekah setelah bulan suci tertentu setelah gencatan senjata telah berakhir (lihat at-Taubah ayat 4). Selanjutnya, ayat 3 di surat yang sama, juga secara eksplisit mengecualikan memerangi orang-orang musyrik yang memiliki perjanjian damai dengan kaum Muslim.

Sementara itu, kelompok jihadis radikal bahkan ekstrimis percaya bahwa ayat tersebut berlaku secara universal untuk semua kondisi waktu, keadaan, dan tempat. Mereka berkeyakinan bahwa ayat itu menyuruh semua Muslim untuk memerangi semua non-Muslim di mana dan kapan saja.

Jadi, dari pandangan mereka, al-Quran tidak hanya membenarkan perang suci, tapi juga menuntutnya. Tidak ada artinya bagi para ekstremis bahwa para cendekiawan Barat setuju akan interpretasi mereka telah diambil di luar konteks dan bukan apa yang dimaksud dengan al-Quran.

Padahal terdapat juga puluhan ayat dalam al-Quran yang menganjurkan perdamaian. Misalnya saja surat al-Anfal ayat 61,

إِن جَنَحُوا۟ لِلسَّلْمِ فَٱجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ

Tetapi jika mereka condong kepada perdamaian, maka terimalah dan bertawakallah kepada Allah.” atau pada surat al-Maidah ayat 16,

يَّهْدِيْ بِهِ اللّٰهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهٗ سُبُلَ السَّلٰمِ

“Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan (damai).

Permasalahannya adalah, ketika terdapat ayat-ayat dalam al-Quran yang tampaknya bertentangan satu sama lain, kelompok ekstrimis terkadang menggunakan konsep pilah-pilih, gagasan bahwa satu ayat memiliki penerapan terbatas sementara yang lain lebih universal. Sebagian, ini adalah pertanyaan kronologis dari ayat-ayat selanjutnya yang membatalkan ayat-ayat sebelumnya.

Sayangnya, tanggal yang tepat atau bahkan urutan dari banyak bagian dalam al-Quran tidak diketahui. Secara lebih umum, pertanyaannya adalah bagian al-Quran mana yang dimaksudkan oleh Tuhan untuk diterapkan secara universal, di semua waktu dan tempat, dan mana yang penerapannya terbatas pada keadaan sejarah tertentu.

Orang Barat dan Muslim, baik di kanan maupun kiri, cenderung memusatkan perhatian pada aspek kekerasan atau damai Islam untuk tujuan politik kontemporer mereka sendiri, daripada mencoba memperdalam pemahaman mereka tentang sifat Islam dan keyakinan umat Islam.

Seperti halnya agama manapun, realitas perdamaian dan kekerasan dalam Islam itu kompleks, membutuhkan pemahaman yang bernuansa dan kontekstual.

Jadi, apakah Islam agama damai? Ya, tentu saja, karena ada Muslim yang cinta damai. Mereka menafsirkan al-Quran dan memahami Islam dari perspektif perdamaian.

Lalu apakah Islam agama kekerasan? Rasanya seluruh ulama telah bersepakat bahwa jawabannya tidak. Islam adalah agama penih damai. Lantas bagaimana dengan kekerasan atas nama Islam? Karena ada juga Muslim lebih suka kekerasan akibat menemukan pembenaran atas kekerasan mereka dalam al-Quran, hadits nabi, dan tradisi Islam.

Dan pada kasus tersebut, tidak dapat dikatan mereka, Muslim jihadis ekstrimis, mewakili seluruh mayoritas Muslim di dunia yang cinta akan damai dan perdamaian.

Bagikan Artikel ini:

About Muhammad Hasan Izzurrahman

Check Also

islam radikal

Islam Radikal di Indonesia (2) : Memahami ideologi dan Corak Radikalisme

Berbicara Islam radikal, saya mencoba memulainya dengan pertanyaan apa warna ideologi yang khas dari sebuah …

islam radikal

Islam Radikal di Indonesia (1) : Memahami Istilah dan Menghindari Stigmatisasi

Munculnya gerakan keagamaan yang bersifat radikal merupakan fenomena penting yang turut mewarnai citra Islam kontemporer …