tiang masjid
tiang masjid

Shaf Shalat di antara Tiang Penyangga, Begini Hukumnya !

Beberapa tempo hari yang lalu, pernah ada pembahasan menarik seputar ibadah yang lumrah dilakukan dimana-mana yaitu shalat jamaah di antara tiang masjid atau mushalla.

Pembahasan ini berangkat dari hadits riwayat Qurrah bib Iyas Ra, ia berkata:

كُنَّا نُنْهَى أَنْ نَصُفَّ بَيْنَ السَّوَارِي عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ , وَنُطْرَدُ عَنْهَا طَرْدًا

Artinya: “Kami dilarang membuat saf di antara tiang-tiang di masa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan kami menjauhinya” (HR Ibnu Majah)

Hadits ini menunjukkan larangan memisah shaff dengan tiang penyangga. Ini yang menarik kemudian untuk dibahas sebab telah membuat ragu terhadap jama’ah shalat, hal ini tidak lain karena realita masjid yang ada sekarang di tengah-tengahnya banyak penyangga.

Lalu bagaimana sebenarnya menurut Fiqh ?

Hadits lain yang berkaitan dengan shaf di antara tiang masjid yaitu tentang kisah Abdul Hamid bin Mahmud ra yang bermakmum kepada seorang pemimpin. Kemudian terjadi desak-desakan antara jamaah hingga Abdul Hamid bin Mahmud ra berada di antara dua tiang. Seusai shalat, Abdul Hamid bin Mahmud ra ditegur oleh Anas bin Malik ra seraya berkata:

كُنَّا نَتَّقِى هَذَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم

Artinya: “Kami menghindari ini (shalat di antara dua tiang) di masa Rasulullah saw” (HR. At Tirmidzi)

Selanjutnya, imam At Tirmdzi memberikan komentar tambahan dari riwayat dengan mengutip perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ia berkata:

وَقَدْ كَرَّهَ قَوْمٌ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ أَنْ يَصُفَّ بَيْنَ السَّوَارِي

Artinya: “Sungguh sebagian kelompok ulama memakruhkan membuat shaf shalat di antara tiang”[1]

Sebagian ulama’ ada yang memberikan keringanan shalat di antara dua tiang manakala imam dan ma’mum hanya sendiri-sendiri. Yaitu pendapatnya imam Syafi’i, Hanafi, dan imam Maliki. Oleh sebab itu, kemakruhan tersebut terjadi jika jama’ah shalat banyak sekali.[2]

Akan tetapi kemakruhan ini pun juga tidak bersifat mutlak, manakala ada kebutuhan memisah shaff dengan tiang-tiang masjid hukumnya tidak makruh. Ini bisa terjadi jika masjidnya sempit sementara jama’ah cukup banyak sebagaimana masjid-masjid jami’ di Indonesia ini[3].

Dari keterangan ini ada tiga kondisi berkaitan dengan shalat di antara tiang penyaggah. Pertama, jama’ah shalat banyak tetapi tempat sangat memungkinkan menyatukan shaff shalat tanpa harus memisah dengan tiang masjid, maka yang demikian hukumnya makruh.

Kedua, Jama’ah shalat banyak dan tempat tidak memungkinkan menyatukan shaf lantaran lokasi shalat cukup sempit bagi jama’ah sehingga harus dipisah dengan tiang penyangga, yang demikian hukumnya mubah dan tidak makruh.

Ketiga, ma’mum hanya sendirian, maka yang demikian juga hukumnya mubah tidak sampai makruh.


[1] At Tirmidzi, Sunan At Tirmidzi, Juz 1m Hal 443

[2] Al Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi, Juz 1, Hal 263

[3] Al Bahuti, Al Kassyaf, Juz 1, Hal 494

Bagikan Artikel ini:

About Ernita Witaloka

Mahasantri Ma’had Aly Nurul Qarnain Sukowono Jember Takhassus Fiqh Siyasah

Check Also

caci maki

Hukum Menghina Kinerja Pemerintah

Pada prinsipnya, Islam melarang siapa pun menghina orang lain, termasuk kepada Pemerintah. Menghina termasuk perbuatan …

politik

Siapakah yang Dimaksud Pemimpin Dzalim ?

Dalam salah satu riwayat, ketika Umar bin Abdil Aziz ra diganti menjadi khalifah ia berdiri …