Semua orang pastilah menginginkan hidup yang bahagia. Mulai dari badan yang sehat, lingkungan yang nyaman, keluarga yang harmonis dan keuangan yang berkecukupan. Namun jika kita menginginkan keadaan seperti itu selamanya, maka itu tak akan mungkin terjadi. Karena nanti ketika waktunya tiba, kita akan diuji oleh Allah SWT.
Dalam kehidupan, selain memberikan kebahagiaan, Allah pun menyisipkan ujian di antaranya. Seperti kata pepatah, ‘hidup itu seperti roda berputar’. Kadang di atas (bahagia) dan kadang di bawah (sengsara). Memang kehidupan di dunia itu tempatnya ujian. Ujian untuk hamba-hamba Allah supaya senantiasa ingat. Ingat bahwa yang memberikan kebahagiaan dan kesengsaraan adalah Allah SWT.
Hendaknya ketika kita diberi kemudahan oleh Allah, janganlah terlalu senang dengan euphoria yang berlebihan. Cukup dengan merayakan sekedarnya dan tentu bersyukur kepadaNya. Di sisi lain, ketika Allah menguji kita dengan berbagai persoalan, maka bersabar dan bertawakkal-lah. Karena sesungguhnya hal tersebut akan membantu kita untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi.
Berbicara mengenai ujian, pasti di benak kita sudah tergambar keadaan sulit, sengsara ataupun kepedihan. Namun kita tak perlu khawatir, bahwa di balik ujian yang tergambar tidak mengenakkan itu, Allah memiliki alasan menguji kita. Alasan atau sebab yang membuat kita sebagai ciptaanNya, seharusnya bersyukur atas ujian yang diberikan kepada kita. Berikut 3 alasan Allah menguji kita,
Kafarah atau penebus dosa
Manusia adalah makhluk Allah yang sering berbuat khilaf atau kesalahan yang melahirkan dosa. Mustahil seseorang dalam hidupnya tak memiliki dosa, kecuali para nabi dan rasul. Maka dari itu, supaya dosa-dosa kita terhapuskan, Allah menguji kita.
Contoh ujian seringkali Allah gunakan untuk menebus dosa kita ialah ditimpakan rasa sakit pada tubuh kita. Sebagaimana nabi Muhammad SAW bersabda:
“Tidaklah seorang muslim yang tertimpa gangguan berupa penyakit atau semacamnya, kecuali Allah akan menggugurkan bersama dengannya dosa-dosanya, sebagaimana pohon yang menggugurkan dedaunannya,” (HR. Bukhari dan Muslim).
Namun, yang perlu diperhatikan bahwa ujian bentuk ini memiliki persyaratan. Persyaratannya yakni ketika kita sedang diuji sakit, maka jangan sekali-kali mengeluh, mengumpat bahkan mengecamnya. Karena sesungguhnya Allah menilai kita dari keikhlasan yang kita peragakan. Sebagaimana peringatan nabi SAW kepada Ummu As-Saa’ib ketika menggigil menahan rasa sakit di badannya. Nabi SAW bersabda:
“Janganlah engkau mengecam penyakit demam. Karena penyakit itu bisa menghapus dosa-dosa manusia seperti proses pembakaran menghilangkan noda pada besi.” (HR. Muslim)
Memberi pahala
Alasan Allah menguji kita yang kedua adalah karena Allah akan memberikan pahala yang tiada batas. Jadi Allah tidak hanya memberikan pahala kepada kita atas ibadah yang kita lakukan saja. Melainkan ujian yang diberikan Allah pun bisa bernilai pahala. Asalkan kita melewatinya dengan baik. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Az-Zumar ayat 10 yang berbunyi,
قُلۡ يَٰعِبَادِ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمۡ لِلَّذِينَ أَحۡسَنُواْ فِى هَٰذِهِ ٱلدُّنۡيَا حَسَنَةٌ وَأَرۡضُ ٱللَّهِ وَٰسِعَةٌ إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجۡرَهُم بِغَيۡرِ حِسَابٍ
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
Dalam kitab Tafsir Jalalain. ayat di atas diterangkan bahwa seorang muslim selain dituntut harus bersabar dalam ketaatan kepada Allah, juga bersabar dalam menjalani ujian yang dihadapi. Karena nantinya Allah akan memberikan pahala atas kesabaran yang kita peragakan.
“Takutlah kalian akan azab-Nya, yaitu dengan jalan menaati-Nya. Melalui jalan ketaatan kepada Rabbnya akan memperoleh surga. Maka hijrahlah ke negeri yang lain meninggalkan orang-orang kafir demi menghindarkan diri dari menyaksikan hal-hal yang mungkar. Yang sabar di dalam menjalankan ketaatan dan sabar di dalam menahan ujian yang menimpa. Maka akan memperoleh pahala tanpa batas yakni tanpa memakai neraca dan timbangan lagi.”
Meninggikan derajat.
Salah satu cara Allah membedakan mana hambaNya yang beriman dan mana hambaNya yang munafik adalah dengan mengujinya. Maka ketika seorang hamba sukses dalam menjalani ujian yang menimpanya, maka ia akan ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT. Hal tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا سَبَقَتْ لَهُ مِنْ اللَّهِ مَنْزِلَةٌ لَمْ يَبْلُغْهَا بِعَمَلِهِ ابْتَلَاهُ اللَّهُ فِي جَسَدِهِ أَوْ فِي مَالِهِ أَوْ فِي وَلَدِهِ
“Sesungguhnya seorang hamba ketika didahului (ditinggikan) kedudukan di sisi Allah, dimana amalannya tidak sampai (kepadaNya), maka Allah akan mengujinya di badan atau harta atau anaknya.” (HR. Abu Dawud)
Setelah mengetahui alasan-alasan Allah menguji kita, Maka mulai sekarang buang jauh-jauh su’udzon kita kepada Allah. Hindari perasaan mengeluh, gusar dan menolak takdir buruk yang Allah timpakan. Karena itu akan membuat ujian kita bertambah susah untuk diselesaikan.
Kunci dalam menghadapi segala ujian adalah bersabar dan sembari bertawakkal kepada Allah. Jangan malah menjauh dari Allah. Karena sesungguhnya Allah-lah yang menciptakan takdir baik dan takdir buruk untuk kita. Tujuannya jelas, agar kita kembali kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Anbiya ayat 35:
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.”