Dunia dan seisinya ibarat permata. Kilauannya mampu membuat silau pandangan siapa saja yang melihatnya. Dunia seperti halnya pisau. Tergantung siapa yang memegangnya.
Bila pisau itu dipegang oleh ibu-ibu rumah tangga, maka ia akan menghasilkan menu makanan yang lezat disantap. Tetapi bila berada dalam genggaman perampok, maka ia akan meminta korban darah,bahkan nyawa.
Duniapun begitu, bila dimiliki oleh seorang yang shalih dermawan, maka ia akan digunakan untuk keperluan sabilillah. Tetapi bila berada dalam kepemilikan fasik yang tidak pernah puas, ia menjelma menjadi bom waktu yang setiap saat mengamcam keselamatannya di dunia dan akhirat.
Syaikh ‘Ala’ Ibn Ziyad pernah mengalami mimpi yang sangat menakjubkan. Dalam mimpinya beliau melihat manusia sedang berbondong-bondong mengikuti sesosok manusia. Tapi anehnya sosok itu malah berbalik mengikuti mereka.
Tiba tiba saja, dari belakang manusia itu, tampak seorang nenek tua renta, yang sekujur tubuhnya bergelimang perhiasan sembari berteriak lantang nan panjang. Serbu…!!
Lalu aku (Syaikh ‘Ala’ Ibn Ziyad) bertanya kepada nenek tersebut. Siapa kamu ? Aku adalah dunia, jawabnya. Semoga Allah menjadikanku orang yang membencimu. Kata Syaikh ‘Ala’ Ibn Ziyad. Oke…! Kau bisa membenciku dengan catatan kau membenci dirham (Indonesia:Rupiah) (Al-Ma’rifah wa al-Tarikh, al-Fasawi,1/201).
Gila Dunia Sumber Petaka
Dunia yang berkonotasi dengan harta sering menjadi boomerang bagi pecintanya. Ketika hati terpaku dengan harta, maka seseorang tidak bisa menggunakan akal sehatnya. Dunia akan senantiasa memburu pecintanya. Dan pecintanya tidak akan menyadari betapa sesungguhnya ia telah terpedaya.
Dunia adalah musuh bagi Allah dan bagi para kekasih Allah, bahkan musuh bagi para musuh-musuh Allah. Kenapa menjadi musuh Allah? Kata Al-Ghazali, karena dunia selalu menghalangi atau bahkan memalingkan jalan bagi para kekasih Allah untuk sampai (wushul) kepada-Nya.
Oleh karena itu, sejak dunia diciptakan oleh Allah, sedikitpun Allah tak pernah melihatnya barang sejenak. Kenapa menjadi musuh para kekasih Allah? Karena dunia selalu menggoda mereka dengan keindahannya, membujuk mereka dengan kemegahannya, hingga para kekasih Allah itu tak mampu bersabar lagi dan tak menemukan jalan untuk putus hubungan dengan dunia.
Kenapa menjadi musuh bagi para musuh-musuh Allah? Karena dunia mampu mengecoh anggapan mereka hingga mereka larut dalam kenikmatan dunia dan beranggapan bahwa dunia milik mereka. Lalu mereka lalai akan kewajibannya. (Mukhtashar Ihya’, al-Ghazali, 168).
Begitu berbahayanya dunia, hingga Allah melarang orang yang mabuk dunia melakukan shalat. Karena mereka akan selalu membawa kepentingan duniawinya dalam shalat.
Allah berfirman
لا تقربوا الصلاة وأنتم سكارى حتى تعلموا ما تقولون
“Janganlah kalian mendekati shalat, sementara kalian dalam
keadaan mabuk sehingga kalian memahami apa yang kalian katakan”.(QS: al-Nisa’:43).
Al-Ghazali memberikan murad (penjelasan) terhadap firman Allah dalam surat al-Nisa’ ayat 43 ini. Bahwa yang dimaksud mabuk disini, menurut al-Ghazali adalah mabuk dikarenakan terlalu larut dalam gemerlapnya dunia. (Ihya’ Ulum al-Din 1/150).
Bahkan lebih lanjut al-Ghazali menegaskan seorang ulama’ bila sudah tergoda dengan indahnya dunia, maka sumber hikmah tidak kan terpancar lagi dari hatinya dan pelita petunjuk akan padam di dalam hatinya. (Ihya’ lum al-Din, al-Ghazali, 1/64.)
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad
حب الدنيا رأس كل خطيئة
“ cinta dunia merupakan pangkal/sumber dari setiap kesalahan”. HR Baihaqi:10081
Dunia memang begitu membahayakan pecintanya. Bahkan menjadi penyebab kelalaiannya kepada Allah. Dari saking bahayanya, Imam Syafii memustahilkan seseorang akan tetap ingat Allah bila sudah terpengaruh dengan cinta dunia. Bahkan al-Ghazali mengatakan orang orang yang cinta dunia mereka sesungguhnya termasuk orang orang yang tertipu. (Ashnaf al-Maghrurin, al-Ghazali 1/3, Ihya’, al-Ghazali 1/25).
Semakin dunia dikejar, makin pula melaju dengan cepat, hingga tak mampu terkejar. Ibarat mengejar bayangannya sendiri. Lalu bagaimana yang mesti dilakukan?
Berhenti mengejarnya, niscaya bayangan itupun akan berhenti. Artinya, bila dunia tidak dikejar, maka dunia itu akan mengejar menghampiri. Kita bisa menteladani kehidupan para Shalihin (Kiai dan Habaib) mereka tak fokus mencari dunia tapi nyatanya, kehidupan mereka sejahtera bahkan berkecukupan.