kriteria miskin
kriteria miskin

Kemiskinan Baru di tengah Pandemi, Bolehkah Mendapatkan Zakat Fitrah? Ini Kriterianya dalam Islam

Semenjak Pemerintah memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa untuk menjaga daya beli masyarakat miskin di perdesaan yang terdampak situasi Virus Korona (Covid-19), banyak orang tak segan segan mengaku miskin. Padahal kemiskinan pada mulanya adalah hal tabu untuk diakui, karena menyoal harkat dan martabat. Namun, Program BLT menghapus ketabuan itu. Syarat mutlak penerimanya adalah keluarga miskin.

Pandemi Corona yang sudah berbulan-bulan mendekam di Indonesia, mengakibatkan fenomena baru yaitu kemiskinan, banyak rakyat yang kehilangan pekerjaan bahkan kehilangan penghasilan gara-gara pandemic ini.  Akibat telaknya, rakyat banyak yang kehilangan daya beli untuk kebutuhan sehari harinya.

Kemiskinan baru karena corona jelas butuh udpdate data untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah. Namun, tidak hanya itu skema bantuan pemerintah, sejatiny agama punya mekanisme bantuan sosial yang tidak membutuhkan update data, yakni zakat.

Bisakah mereka yang kehilangan pekerjaan dan penghasilan akibat pandemi selain dibantu oleh BLT juga dibantu dengan Zakat Fitrah? Lalu, bagaimana kriteria miskin menurut Islam?

Sebelumnya menjawab pertanyaan ini, alangkah baiknya kita beberkan terlebih dahulu orang orang yang berhak menerima Zakat Fitrah.

Allah berfirman :

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.QS: al-Taubah:60

Untuk mengidentifikasi status miskin pada seseorang rupa rupanya Imam Madzhab berbeda pandangan. Menurut Madzhab Hanafiyyah dan Malikiyyah miskin diukur dengan kepemilikan. Seseorang yang sama sekali tidak memiliki sesuatu; harta benda ataupun usaha maka, ia bisa disebut miskin.  Namun pernyataan ini dibantah keras oleh Madzhab Syafiiyah, menurutnya, ukuran miskin itu bukan terletak pada kepemilikan, namun pada kecukupan, karena banyak orang memiliki sesuatu namun tidak bisa mencukupi kebutuhan dasar hidupnya.

Maka, menurut Madzhab Syafiiyah, miskin itu adalah seseorang yang mampu berusaha dengan bekerja atau memiliki harta benda namun semua itu tidak mampu menutupi apalagi mencukupi kebutuhan dasar hidupnya. Orang Indonesia menyebutnya ‘besar pasak dari pada tiang’. Atau gampangnya, miskin menurut Madzhab ini adalah seseorang yang serba kekurangan. (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah, 2/11692).

Menurut KBBI miskin adalah tidak berharta; serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah). Pengertian ini merupakan kesimpulan dari dua ragam pendapat di atas.

Sekarang coba dianalisa, pandemi corona menyebabkan banyak orang yang kehilangan hartanya. Banyak orang yang kehilangan penghasilannya, hingga membuat mereka serba kekurangan dan tentu membutuhkan uluran tangan orang lain.

Bila analisa ini diterima, maka seseorang yang dimiskinkan oleh corona, bisa menjadi orang yang berhak menerima saluran Zakat Fitrah atas nama ‘miskin’ dengan catatan. Kemiskinan itu berlanjut hingga terbenamnya matahari di akhir bulan Ramadhan. kenapa begitu? Karena ada poin poin penting yang harus dipahami terkait siapa saja yang wajib membayar Zakat Fitrah.

Ada tiga kategori orang orang yang diwajibkan untuk menunaikan Zakat Fitrah. Pertama, Islam, semua orang yang beragama Islam wajib mengeluarkan zakat Fitrah. Karena Zakat Fitrah merupakan syari’at Islam. Pemeluk agama lain tidak diwajibkan menunaikannya.

Kedua, masih hidup hingga Matahari terbenam di Hari Terakhir Ramadhan. Seseorang yang meninggal dunia pada waktu Ashar, maka ia tidak wajib dibayarkan Zakat Fitrahnya, karena tidak menututi tenggelamnya matahari tetapi bayi yang lahir pada waktu Ashar dan hidup hingga matahari terbenam, wajib dibayarkan Zakat Fitrahnya. Seseorang yang meninggal dunia pada waktu Isya’, maka ia diwajibkan dibayarkan Zakat Fitrahnya, sementara bayi yang lahir pada waktu Isya’ tidak wajib dibayarkan Zakat Fitrahnya.

Ketiga, memiliki kelebihan makanan pokok untuk malam Hari raya dan makanan pokok untuk hari raya. Bagi yang tidak memilikinya, semisal, sudah tidak memiliki penghasilan harian atau bulanan lantaran covid 19, sehingga pada malam hari raya atau pada hari raya esok harinya ia tidak memiliki makanan, maka ia tidak wajib membayar Zakat Fitrah melainkan ia Wajib menerima saluran Zakat Fitrah. Fath al-Mujib al-qarib, KH. Afifuddin Muhajir, 56

Para korban dampak pandemi yang hingga malam hari raya masih disibukkan untuk mencari nafkah hidup untuk diri dan keluarganya demi keperluan Hari Raya esok harinya, maka tidak diwajibkan mengeluarkan Zakat Fitrah, bahkan mereka wajib menerima saluran pendistribusian Zakat Fitrah. Sebab sejatinya, Zakat Fitrah itu adalah  Zakat Istimewa Hanya untuk Kaum Dhuafa, miskin.

Bagikan Artikel ini:

About Abdul Walid

Alumni Ma’had Aly Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo

Check Also

hewan yang haram

Fikih Hewan (1): Ciri Hewan yang Haram Dimakan

Soal halal-haram begitu sentral dan krusial dalam pandangan kaum muslimin. Halal-haram merupakan batas antara yang …

tradisi manaqib

Tradisi Membaca Manaqib, Adakah Anjurannya ?

Salah satu amaliyah Nahdhiyyah yang gencar dibid’ahkan, bahkan disyirikkan adalah manaqiban. Tak sekedar memiliki aspek …