jihad
makna jihad

Menjernihkan Makna Jihad yang Sesungguhnya

Kita semua sepakat bahwa jihad merupakan ibadah yang bertujuan untuk menegakkan keadilan dan kedamaian. Bukan malah sebaliknya, untuk menggiring kepada kerusakan dan kebinasaan. Dalam sejarah awal hadirnya Islam hingga sekarang, banyak orang maupun kelompok Islam memperkeruh makna jihad untuk kepentingan hawa nafsunya sendiri. Hal ini sungguh sangat bertentangan dengan dasar-dasar dan apa yang dicontohkan nabi SAW dalam berjihad.

Makna Jihad ala HT

Salah satu kelompok dalam Islam yang memperkeruh makna jihad ialah Hizbut Tahrir (HT). Kita bisa melihatnya dalam kitab Ajhizah fi Dawlah al-Khilafah. Dijelaskan di sana bahwa jihad ialah metode untuk dakwah ke manca negera. Dalam salah satu kitab rujukannya yang lain, Al-Ta’rif , HT menjelaskan bahwa memulai jihad betapapun musuh belum menyerang itu hukumnya fardlu kifayah. Namun ketika musuh sudah menyerang,  maka hukumnya fardlu ain. Sedangkan apabila tak ada kaum muslim yang memulai jihad,  maka seluruh kaum muslimin berdosa.

Melihat definisi di atas, disimpulkan bahwa HT memaknai jihad itu tiada hari tanpa ekspansi atas nama jihad untuk dakwah. Pantas saja, jika HT dan kelompok sejenisnya semisal ISIS itu diusir dan dianggap organisasi terlarang oleh banyak negara. Ya, memang karena mereka tanpa malu menyerang pemerintahan yang sah dalam berbagai cara di setiap negara. Baik HT, ISIS maupun kelompok radikal teroris meyakini bahwa jihad terbaik itu jihad yang ofensif.

Target jihad ofensif mereka itu semua negara di dunia, tanpa terkecuali. Bagi HT, mereka antara negara yang mayoritas Islam dan dipimpin oleh orang Islam dengan negara yang mayoritas berpenduduk kafir atau non muslim dan dipimpin oleh orang kafir itu sama. Kesamaannya terletak pada sistem pemerintahannya yang dianggap HT itu sistem thogut, yang diartikan iblis. Sistem Thogut sendiri bagi mereka dibentuk untuk melawan perintah Allah. Oleh karenanya mereka gencar mengusung konsep pemerintahan khilafah ala mereka.

Jadi cita-cita kelompok-kelompok yang sudah dicap oleh banyak negara dengan teroris seperti ISIS dan HT ini adalah menyatukan seluruh negara di dunia ini di bawah panji-panji khalifah bentukannya. Baik caranya dengan suatu negara menyerahkan kekuasaannya secara sukarela maupun jihad perang.

Pengkeruhan dan penyempitan makna jihad oleh kelompok tertentu seperti di atas membuat setiap jengkal tanah di bumi ini sebagai ladang jihad secara fisik atau perang. Maka tak heran, banyak individu-individu dari mereka melakukan aksinya masing-masing seperti bom bunuh diri maupun penembakan dengan senjata api. Selain kelompok-kelompok ini melakukan upaya fisik, mereka juga mengupayakan jihad pemikiran.

Maksud jihad pemikiran menurut mereka ialah mengkonstruksi perang pemikiran lalu mereka “racik” dengan hadis Nabi yang disalahpahami,  “Perang itu tipu muslihat.” Dengan demikian,  sah hukumnya bagi mereka, dalam upaya memenangkan perang pemikiran melakukan tipu muslihat. Di antara tipu muslihat yang dianggap sah adalah propaganda dengan menyebar hoaks untuk menyerang lawan. Bahkan adu domba terhadap lawan akan dianggap boleh karena merupakan jihad pemikiran melawan pemerintahan kufur dan thogut.

Makna Jihad Sesungguhnya

Jelas, apa yang diusahakan oleh mereka dengan memperkeruh makna jihad adalah tak benar. Dengan jihad ofensif dan ambisius yang dilakukan oleh mereka telah membuat banyak nyawa hilang sia-sia, baik dari anggota mereka maupun orang-orang diluar mereka. Tak usah dicontohkan disini, karena kita sudah menyaksikannya di televisi dan social media. Oleh karenanya, untuk memulai menjernihkan makna jihad, kita bisa lihat dalam kitab al-Ahkam al-Sultaniyyah karya al-Mawardi.

Beliau memaknai sebagai peperangan melawan kelompok paganisme atau musyrik (al-Mawardi tak menyebut kaum kafir), ahlur riddah, kelompok makar,  dan kelompok pengganggu keamanan negara. Yang dimaksud kelompok makar menurut al-Mawardi ialah sekelompok orang yang menentang pendapat atau kebijakan politik mayoritas muslim dengan menciptakan pemikiran politik sendiri.

Masih menurut al-Mawardi, kelompok makar seperti di atas, apabila masih taat kepada kepala negara, maka mereka tak boleh diperangi. Namun negara atau pemerintahan yang sah perlu menjatuhkan hukuman kepada mereka. Walaupun mereka sulit disadarkan pola pikirnya, akan tetapi hukuman itu tak boleh sampai hukuman mati. Boleh diperangi jika mereka tidak taat kepada kepala negara, namun justeru menjalankan fungsi pemerintahan secara mandiri, mengindahkan pemerintahan yang sah..

Murtadha Muthahhari. Dalam buku Falsafah Pergerakan Islam, menjelaskan falsafah jihad adalah untuk mempertahankan hak dan melawan suatu agresi semisal wilayah kita diduduki negara lain, atau mereka hendak merampas kekayaan dan hak milik kita, atau kebebasan serta harga diri kita. Saat permulaan Islam pun jihad adalah untuk melawan rezim penindas dan menyelamatkan orang dari perbudakan.  Ayat ayat al Quran tentang jihad oleh Mutahhari diformulasi secara bagus dengan ayat jihad tak bersyarat digabungkan dengan ayat jihad yang bersyarat. Dari gabungan pemahaman tentang ayat-ayat di atas,  maka dapat disimpulkan bahwa esensi jihad adalah pertahanan.

Sependapat dengan Murthadha,  salah satu alumni Lirboyo menulis buku yang mengupas Dimensi Doktrinal dalam Islam. Dijelaskan bahwa bila ditelaah sejarah perang yang terjadi pada masa Rasul, dapat disimpulkan, tidak satupun peperangan yang motifnya adalah hujumi (ofensif). Sekalipun ada yang bernuansa penyerbuan,  tapi hanya sekedar taktik dan strategi perang untuk mematahkan sejak dini rencana musuh. 

Kelompok HT, ISIS dan semacamnya sesungguhnya telah kehilangan basis historis dan filosofis tentang jihad. Jihad fisik (perang) yang  ditujukan untuk melawan kelompok musyrik yang mau menyerang muslim dan kelompok makar serta pengacau,  makna dan sasarannya diperluas secara serampangan. Penguasa muslim atau lawan politik yang hakekatnya sesama anak bangsa bisa menjadi sasaran mereka. Perbuatan menyalahi aturan maupun kejujuran bisa disingkirkan atas nama jihad yang picik. 

Menanggapi fenomena tersebut, Prof. Quraish Shihab dalam buku Wawasan Alquran menjelaskan adanya kesalahpahaman bahwa jihad hanya dimaknai perlawanan bersenjata. Kesalahan ini antara lain karena terjamahan Al Quran tentang anfus yang hanya diartikan nyawa,  padahal banyak makna. Lebih lanjut Shihab menjelaskan, Rasul diperintah berjihad sejak beliau di Makkah yang ini jauh sebelum adanya izin angkat senjata untuk membela diri dan agama.  Perang pertama baru terjadi pada tahun kedua hijrah. Dengan demikian makna jihad lebih luas. Dengan demikian, jihad yang dalam Alquran terulang 41 kali dengan berbagai bentuknya bermakna lebih luas tidak hanya berperang, tapi bisa upaya  sunguh-sungguh yang akan dihadang kesulitan untuk memberantas kebodohan,  kemiskinan, dan penyakit.

Dengan demikian, makna jihad yang sesungguhnya lebih universal, progresif, humanis,  dan berpijak di atas nilai keadilan serta kedamaian.  Dan jihad terbesar adalah melawan hawa nafsu dengan segala dimensinya. Benarlah sabda Nabi,  “Jihad paling utama adalah jihad melawan nafsu sendiri karena Allah.”

Bagikan Artikel ini:

About M. Alfiyan Dzulfikar

Check Also

ilustrasi masjid tempat ibadah umat

Bersemangatlah dalam Beribadah (2): Cara Menghindari Kemalasan

Dalam tulisan sebelumnya, sudah dijelaskan betapa Allah SWT menganugerahkan kemurahan dan kemudahan kepada kita untuk …

ibadah

Bersemangatlah Dalam Beribadah (1): Tiada Kesukaran dalam Agama

Allah memerintahkan kita beribadah, pastilah itu bermanfaat dan baik untuk kita sendiri. Tak mungkin ada …