Jakarta – Profesi penggali makam meski terkesan kurang mendapat perhatian, tetapi memiliki nilai luhur yang luar biasa. Pasalnya, penggali makam tidak hanya bekerja untuk mencari nafkah, tetapi profesi itu juga dilakukan sebagai jalan ibadah, terutama bagi umat islam karena mengurus jenazah itu hukumnya wajib atau fardhu kifayah.
Apalagi saat pandemi virus Corona atau Covid-19 sekarang ini, para penggali dituntut memiliki loyalitas tinggi. Bahkan tidak jarang mereka dari pagi sampai malam harus standby untuk menunggu kedatangan jenazah korban Covid-19.
Mustaki (48), salah seorang penggali makam di TPU Tegal Alur, Kalideres, misalnya. Ia mengaku sudah biasa menunggu kedatangan jenazah pasien Corona hingga malam hari. Menurutnya, sebelum pandemi Covid-19, penguburan biasa sampai jam 16.00 sore.
“(Sekarang) kadang-kadang jam 22.00 malam mayat belum sampai, nunggu juga, memang tugas kita, harus nunggu, sampai selesai,” kata Mustaki dikutip dari laman Detikcom, Rabu (19/8/2020).
Ketika masa awal pendemi, Mustaki bisa sewaktu-waktu menerima kedatangan jenazah pasien Corona. Namun, saat ini sudah ada informasi jelas waktu kedatangan jenazahnya.
“Iya ada memang begitu, waktu awal-awal Covid, alhamdulillah sekarang kita dapat informasi, kita tanya petugas dari pusat masih ‘ada nggak’, ‘ada satu dua lagi’, (habis itu) kita santai lagi. Kalau kata dia udah nggak ada, kita jam 18.00 sore kita selesai. Pokoknya magrib aja kita bubar. Kalau masih ada kita standby karena tugas kita apalagi namanya manusia hukumnya fardu kifayah harus disegerakan,” tuturnya.
Mustaki menceritakan, ia pernah menggali 21 makam dalam sehari. Sebelum dibantu menggunakan backhoe, dia dan rekannya bisa menggali makam selama 2-3 jam.
“Bisa 21 (gali makam) dalam sehari. Kalau (pemakaman) COVID itu dibantu alat (backhoe) itu, kita kalau gali sendiri nggak kuat. Kalau digali manual dulu bisa 2 sampai 3 jam,” ungkap Mustaki.
Selain menggali makam, ayah tiga anak ini juga ikut mengurus kedatangan jenazah. Dia menceritakan pengalaman gerahnya menggunakan alat pelindung diri (APD).
“Saya yang nurunin, yang pakai peti 4 orang yang kerek, dari pihak kita, gali juga. Semua, kita pakai, protokol pemerintah semua pakai APD. Pas gali nggak (pakai APD), pas nurunin iya, pakai sarung tangan, masker. Gerah,” ungkap warga Kamal, Jakarta Barat itu.
Meski merasakan lelah, Mustaki tetap tidak mengeluh. Semua rasa lelah itu hilang saat bersenda gurau bersama rekan-rekannya saat menunggu kedatangan jenazah.
“(Kalau lelah) nggak sih, buat saya ya, kita di sini sama teman-teman sambil bercanda aja, makanya rasa capek penat itu hilang, ngopi, alhamdulilah sih ya paling di situ. Jadi kita kerja ya nggak lu lu gua gua, kita sama-sama,” tutup Mustaki.
Walaupun harus bekerja ekstra, Mustaki mengaku meniatkan lelahnya untuk ibadah. Dia turut membayangkan kalau ada keluarganya yang meninggal, pasti dia ingin ada yang mengurus dengan baik.
“Nggak (lelah), alhamdulillah nggak sih, dekat (pemakaman umum dan khusus Corona). Kita niat kan ibadah, kalau terjadi ke keluarga kita kan gimana,” ujar Mustaki.
“Kalau masalah itu semua juga capek kita, istilahnya dianggap biasa aja, kan namanya ibadah, alhamdulillah sih, kita juga nggak pernah ngeluh, kan kewajiban,” katanya mengakhiri.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah