perang uhud
perang

Peperangan Rasulullah yang Banyak Disalahpahami

Telah diizinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya, dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka. (Yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, tak lain karena perkataan mereka, ‘Tuhan kami hanyalah Allah.'” (QS All-Hajj: 39-40).

Firman di atas adalah pemberian izin Allah kepada Rasulullah beserta kaum Muslimin untuk berperang melawan kaum musyrikin Quraisy. Peralihan keimanan dari sebagian kaum Quraisy ternyata merubah kehidupan para mualaf ini menjadi sangat menderita. Namun, sebelum ada perintah perang, umat Islam memilih terus bertahan dan bersabar atas siksaan kafir Quraisy.

Banyak dari mereka yang terusir dari kampung halamannya, tidak terkecuali Rasulullah sendiri. Padahal menurut tradisi Arab sendiri, sebuah pengusiran merupakan perbuatan melanggar ikatan suku yang dijunjung bersama. Sehingga Allah memberikan izin kepada umat Islam untuk berperang sebagai bentuk membela diri dan menjaga keselamatan kaum muslimin.

Di jaman sekarang, banyak masyarakat baik non muslim maupun muslim sendiri yang salah memahami tentang perang yang dilakukan Rasulullah. Kalangan orientaslis Barat dengan nada sinis mengatakan Islam agama perang tanpa melihat konteks kultur Arab dan sebab perang. Begitu pula umat Islam sendiri salah mengartikan perang sebagai bentuk serangan, bukan bentuk pertahanan dan keselamatan.

Perang Rasulullah bukan sekedar perang. Perang adalah perintah Allah untuk menyelematkan dan menjaga perdamaian umat Islam. Karena itulah, ajaran Islam tentang perang selalu muat nilai-nilai kemanusiaan dan tujuan perdamaian. Tujuan ini penting dijelaskan kepada umat agar tidak menyalahartikan perang sebagai suatu tujuan. Perang itu adalah jalan menuju tujuan kemashlahatan.

Jika salah memahami dan mengajarkan doktrin perang dalam Islam akan berakibat fatal. Sejarah perang Rasulullah harus dibaca secara komprehensif dari perintah, alasan, dan tata caranya. Jika hanya dipahami perang secara sepotong-potong dikhawatirkan ada pola radikalisasi makna perang dalam umat Islam. Perang diartikan sebagai cara merubah keadaan yang damai karena dipandang tidak sesuai dalam pemikiran kelompok tertentu. Ini sangat berbahaya.

Rasulullah memerangi orang kafir karena alasan pembelaan atas agama dan kaumnya. Perlu diingat bahwa pembelaan yang dimaksud ini adalah bersifat pembelaaan karena dahulu umat islam ditindas dan disiksa oleh orang kafir. Rasulullah tidak sama sekali menyebarkan Islam dengan pedang. Islam bukan agama yang dibesarkan dan disebarluaskan dengan perang. Perang Rasulullah tidak bersifat ofensif apalagi agresif.

Dalam perangpun islam mengatur etikanya. Allah berfirman, “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) jangan kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” (QS Al-Baqarah [2]: 190).

Ingatlah firman ini! Perang tidak boleh dilakukan dengan sikap ekstrim dan radikal. Perang tidak dilakukan dengan mindset dan tindakan brutal dan melampaui batas. Dalam perang Rasulullah memberikan aturan.

Pertama tidak dibenarkan membunuh wanita, pendeta (pemuka agama non Islam) dan terutama anak-anak yang belum dewasa, bahkan bangunan dan pohon.

Logikanya jika Islam memerangi orang kafir itu disebabkan kekufurannya maka seharusnya orang yang pertama dibunuh adalah pemuka agamanya. Karena pemuka agama merupakan pondasi dalam sebuah agama yang terbentuk. Nyatanya, Islam malah melarang membunuh pemuka agama.

Kedua, al-Qur’an menegaskan bahwa peperangan tidak bersifat mutlaq, melainkan dibatasi dan dikaitkan dengan sesuatu sebab, yaitu membela diri atau pembelaan terhadap penganiayaan. Sehingga andaikata orang kafir meminta damai, al-Qur’an memerintahkan agar kaum muslimin menerima perdamaian tersebut, tanpa mengangkat senjata.

Ketiga, al-Qur’an menganjurkan para kaum muslimin agar mengadakan hubungan baik dengan orang-orang kafir yang tidak memerangi dan mengusir kita. Allah berfirman, “kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi kaumnya. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu. tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka.” (an-Nisa ayat 90).

Bukan karena kekufurannya diperangi, tetapi karena sikap permusuhannya yang diwujudkan dengan menyerang kaum muslim. Jika non muslim mengikat perjanjian untuk tidak saling berperang maka Islam adalah agama yang paling pertama mendorong perjanjian, bukan peperangan.

Sekali lagi, perang dalam Islam bukan doktrin universal berlaku di tempat dan waktu kapanpun. Perang adalah perintah ketika umat Islam diusir, dijajah dan disiksa secara nyata. Perang bukan untuk menebar permusuhan, tetapi membangun perdamaian.

Penting di sini untuk diajarkan kepada generasi mulsim kebangaan Islam bukan karena peperangan, tetapi karena perdamaian. Islam membangun peradaban yang membangun dan menyejahterakan. Perang bukan tujuan, tetapi sarana untuk mempertahankan perdamaian.

Bagikan Artikel ini:

About Eva Novavita

Check Also

singgasana sulaiman

Cerita Nabi Sulaiman untuk Anak (3) : Kisah Raja Sulaiman dan Ratu Balqis

Setelah Nabi Daud wafat, kini Nabi Sulaiman meneruskan tahta kerajaan dan memimpin Bani Israil. Seperti …

singgasana sulaiman

Cerita Nabi Sulaiman untuk Anak (2) : Nabi Sulaiman dan Perempuan Korban Pemerkosaan

Sebelumnya sudah diceritakan tentang kecerdasan Nabi Sulaiman dalam memecahkan masalah. Kisah kehebatan Nabi sulaiman tak …