Perjalanan hidup manusia di dunia ini sangatlah singkat. Tangis dan tawa, suka dan duka sedih dan bahagia akan selalu mengiringi sebagai bagian dari warna kehidupan. Manusia tentu tidak akan bisa lari dari kenyataan, tetapi harus menghadapinya dengan penuh kesabaran dan tanggungjawab.
Dunia tidak selalu hitam, pun juga tidak akan selamanya putih. Ada banyak warna-warni kehidupan yang akan dirasakan. Meskipun kita dilahirkan secara fitrah dan suci, tetapi lumpur dosa adalah keniscayaan. Semua orang ingin menjadi suci, tetapi kadang hati mudah goyah karena situasi yang terus menindih kehidupan.
Banyak sekali kita amati bahwa kehidupan di dunia tidak seindah dalam dunia fiksi dan roman picisan. Di sekeliling kita tidak hanya dihuni oleh orang alim, tetapi banyak perilaku criminal dari kelas teri hingga koruptor kelas wahid. Banyak sekali alasan dan motif kejahatan, tetapi satu hal yang seringkali menjadi pendorong adalah ekonomi.
Keadaan terhimpit dan kondisi ekonomi melilit menyebabkan seseorang mampu melakukan apapun untuk mendapatkan uang. Tak perduli hukum, asal uang ada di genggaman. Tak peduli dosa asal harta bisa dikuasai. Mereka lebih takut miskin dari pada takut kepada Allah.
Orang-orang seperti inilah adalah contoh orang-orang yang takut miskin, sehingga mereka mencari rejeki dengan jalan yang tidak baik dan merugikan banyak pihak. Fitnah dan malapetaka yang terjadi kepada manusia, juga diketahui tak berhubungan dengan kekayaan ataupun kekuasaan yang dimiliki. Semua kembali pada sikap mereka masing-masing.
Lalu, bagaimana cara seseorang untuk tidak takut miskin? Islam memberikan solusi dalam menghadapi pahitnya kehidupan ini dengan bersyukur. Syukur adalah menerima dengan ikhlas bahwa apa yang terjadi adalah bagian dari renana baik Tuhan kepada kita. Sekalipun itu cobaan, Tuhan telah memberikan rencana terbaik.
Ketika kita bersyukur maka kita lihat janji Allah. Allah berfirman dalam al-Quran, “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Surat Ibrahim ayat 7).
Seberapapun Allah memberikan rejeki kepada kita sebagai hambanya, percayalah rejeki itu yang terbaik yang bisa kita miliki. Tetaplah berusaha mencari jalan rejeki di jalan Allah. Dengan tetap mensyukuri uang yang kita punya, pastinya setiap langkah kita akan di ridhai oleh Allah.
Yang perlu kita sadari bahwa rejeki bukan hanya berbentuk materi atau harta saja. Namun, hati kita terkadang tertutupi oleh nafsu yang mengira bahwa dengan harta yang berlimpah, kita bisa menjadi bahagia dan hebat. Padahal kalau kita mau memaknai jika Allah memberikan semua karunianya kepada kita, maka kita tak akan mampu untuk menerima semua karunianya dan bahkan akan menjadi malapetaka bagi kita.
Dalam kitabnya, Ibn Katsir mengutip riwayat dari Imam Ahmad al-Musnad. Dahulu di jaman Rasulullah ada seorang pengemis yang meminta sedekah kepada Rasulullah, maka Rasulullahpun memberikan sebutir kurma kepada pengemis tersebut. Namun pengemis tersebut malah menolak pemberian Rasulullah karena merasa itu hanya sebutir kurma, dimakanpun tak akan kenyang.
Selang beberapa waktu datanglah seorang pengemis yang lain meminta sedekah kepada Rasulullah, dan Rasulullah juga memberikan sebutir kurma tadi. Pengemis tersebur mengucapkan terimakasih dan bersyukur atas pemberian Rasulullah tersebut. Mendengar rasa syukur tersebut maka Rasulullahpun menambahkan 40 dirham untuknya.
Mendapat sedikit rejeki namun mampu bersyukur, maka akan lebih terasa cukup di banding rejeki banyak namun masih merasa lapar akan rejeki itu. Rejeki yang berkah bisa di lihat dari seberapa bermanfaatnya rejeki kita untuk diri sendiri maupun orang di sekitar kita.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah