tahun baru islam
tahun baru islam

Tadabbur Makna Hijrah di Tahun Baru 1442 H; Belajar pada Sejarah dan Tidak Mendistorsi Sejarah

Umat Islam sudah memasuki Tahun Baru 1442 H yang penuh dengan sejarah yang luar biasa. Saat itu Nabi dan para sahabat Hijrah dari Kota Mekah menuju kota Madinah. Umat Islam pun memaknai hijrah di Tahun Baru sebagai momentum perubahan baru pada kehidupan diri di hadapan sang pencipta.

Pada momen ini kita harus senantiasa memohon pertolongan-Nya, agar kita diberikan kekuatan melaksanakan perintah-Nya; mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mengajak kebaikan dan mencegah perbuatan mungkar. Seraya meyakini bahwa yang terjadi tidak lepas dari sang pencipta, Dialah Tuhan semesta alam, kepada-Nya kita berserah, beriman dan mengharapkan kebaikan.

Memperingati Tahun Baru Islam sekaligus mengenang sejarah hijrah. Karena itu sebuah keniscayaan kita belajar terhadap sejarah dengan baik agar tidak terjadi distorsi sejarah. Sebagaimana pada tanggal 01 Muharram 1442 H ini akan ditayangkan film yang jelas mendistorsi sejarah yang berjudul ‘Jejak Khilaf di Nusantara’.

Di Tahun Baru ini seharusnya kita mengingat peristiwa hijrah Rasulullah dan para sahabat, malah sebalik-nya yang akan ditayangkan adalah film yang bercorak politik sistem khilafah. Film ini berdalih mencerdaskan pengetahuan sejarah, namun sejatinya akan meracuni generasi negeri ini dengan memberikan doktrin bahwa khilafah sudah ada di negeri pertiwi ini sebelum adanya NKRI.

Dalam hal ini penulis mengajak untuk kritis menghadapi situasi agama dibawa ke ranah politik, sehingga tidak terjadi distorsi sejarah, dan sejarah menjadi kabur karena kepentingan kelompok. Padahal suatu Negara itu dapat dilihat dari mana akar budaya dan peradaban-nya. Seperti yang disampaikan oleh Pemikir Islam Rajab Al-Bana: “Sejarah tidak untuk diperjual belikan”.

Mari kita merenung kembali kenapa Rasulullah SAW. Sampai meninggalkan kota Mekkah yang mana penduduknya tidak mau beriman kepada Allah, menuju kota Madinah yang mana penduduknya mau diajak beriman kepada Allah SWT. Di sini nabi mengajarkan kepada kita bahwa lingkungan itu berpengaruh dalam kehidupan manusia, dalam sebuah hikayat diceritakan:

Ada seorang laki-laki yang masa lalu-nya telah membunuh Sembilan puluh Sembilan orang, lalu bertanyalah laki-laki ini kepada seorang ahli ibadah, apakah masih ada pintu tobat untukku? Lalu dijawab tidak, kemudian dibunuhlah ahli ibadah tersebut, dan genaplah menjadi seratus. Lalu laki-laki ini bertanya kepada orang alim, saya sudah membunuh seratus orang, apakah masih ada pintu tobat untukku?, lalu orang berilmu ini menjawab: Siapa yang dapat membatasi Allah? Tobatlah kamu kepada Allah, saya melihat kamu berada di lingkungan yang tidak baik; mereka tidak mengajakmu untuk melakukan kebaikan dan melarangmu minggalkan perkara yang mungkar (kemaksiatan). Lalu laki-laki tersebut  disarankan pindah dari tempat asalnya menuju tempat lain, yang mana penghuninya beribadah kepada Allah SWT., disaat perjalanan berpindah tempat ini laki-laki tersebut meninggal dunia.

Hijrah atau berpindah tempat laki-laki tersebut  seperti hijrah-nya Nabi Musa AS.; Lari dari kejaran fir’aun, seperti pula hijrahnya Nabi Ibrahim AS. Sebagaimana dalam firman-Nya: “Dan berkatalah Ibrahim: “Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku (kepadaku); sesungguhnya Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Qs: Al-Ankabut 26). Dalam surah lain Allah berfirman: “Dan Ibrahim berkata, Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (Qs: Al-shaffat 99).”, Seperti hijrahnya para Nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. ; Hijrah mencari tempat aman dan Hijrah untuk memelihara iman. Oleh karena itu berpindahlah kalian semua, dan rubahlah diri kalian semua dari tempat dan penduduknya menuju jalan Allah.

Maka Allah akan muncul dalam hati mereka, dan akan menguatkan, menolong, merubah, serta menerima mereka. Yang menjadi pertanyaan, apakah kita bisa memulai itu semua, merubah diri kita untuk hijrah ke haribaan Ilahi?…, dan Rasulullah SAW. Bersabda: “tidak ada hijrah setelah penaklukan kota Mekkah, tetapi yang ada jihad dan niat”. Setelah adanya hadits ini, menjadi ringan tugas kita, karena hijrah bukanlah berpisah dari tanah air, akan tetapi berpisah dari kemaksiatan-kemaksiatan. Dalam sabdanya yang lain: “Orang yang hijrah adalah orang yang berpindah dari apa yang dilarang Allah SWT. Darinya.”, beliau juga menyampaikan dalam sabdanya: “barang siapa yang hijrah, meskipun sejengkal tanah, maka wajib baginya surga”.

Setelah mengkaji hadits di atas, kita dapat mengetahui bahwa hirjrah maknanya tidak terbatas perpindahan dari suatu tempat menuju tempat lain, setelah penaklukan kota Mekkah tidak ada jihad kecuali hijrah dari kemaksiatan; hijrah adalah berpindah dari area kemurkaan Allah, menuju area keridlaan-Nya.

Marilah kita semua cepat-cepat untuk memperbarui hidup ini, hijrah di jalan Allah dari suatu kondisi menuju kondisi yang lain, Allah telah meringankan kita semua, jangan kita sia-siakan keringan ini. Ini adalah peluang emas untuk lari kepada Ilahi Rabbi.

Semoga kita dimudahkan hijrah dan lari menuju Ridlo Allah SWT.

Wallahu A’lam…

Bagikan Artikel ini:

About Achmad Amiruddin Lc

Check Also

shalat taubat

Jangan Putus Asa Ketika Berdosa, Berbaik Sangkalah Kepada Tuhan

Setiap insan tidak lepas dari kesalahan, kecuali para para Rasul dan Nabi yang selalu dijaga …

cinta tanah air

Cinta Tanah Air adalah Fitrah Manusia yang Tidak Bertentangan dengan Syariat

Dalam forum intelektual islam Dr. Muhammad Salim Abu ‘Ashi, mantan Dekan Pasca Sarjana Al-Azhar Asy-Syarif, menyampaikan, bahwa cinta tanah air adalah fitrah manusia, tradisi umum, dan ada nilai syari’at-nya.