takbir
takbir

Takbir dan Takabur : Ketika Rasulullah Menegor Sahabat yang Teriak Tabir di Jalanan

Takbir, Allahu Akbar! Pekik ini seolah menjadi identitas di tengah gelombang massa. Kalimat agung yang semestinya untuk mengangungkan Sang Pencipta terkadang diletakkan dan dibunyikan pada kondisi yang tidak tepat. Justru di tengah kondisi yang seolah ingin mengumbar takabur, kesombongan dan kepongahan.

Kritik ini mungkin akan berujung pada hujatan kepada penulis. Jika tidak suka takbir berarti bukan muslim. Jika kamu tidak suka orang meneriakkan takbir, kemusliman anda patut dipertanyakan. Lalu, bagaimana jika yang menegor teriakan takbir itu Rasulullah sendiri?

Diriwayatkan kepada kami dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Sahabat Abu Musa Al-Asy’ari, ia bercerita bahwa bila melewati sebuah lembah, kami saat bersama Rasulullah SAW membaca tahlil dan takbir. Dan suara kami meninggi, lalu Rasulullah SAW mengingatkan, ‘Wahai manusia, bersikaplah yang lembut terhadap diri kalian karena kalian semua tidak sedang menyeru tuhan yang tuli dan ghaib. Dia bersama kalian. Dia maha mendengar, lagi dekat,’” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 190-191).

Hadist ini memberikan pelajaran penting tentang adad berdzikir kalimat agung. Melembutkan diri di depan Allah yang Maha Agung menjadi sikap penting. Karena dengan teriak seolah kita menunjukkan kepongahan dan kesombongan kita baik kepada Sang Pencipta maupun kepada orang lain. Dengan takbirmu yang keras di depan umum seolah anda yang paling Islam dengan takbirmu.

Allah Bukan Dzat yang Tuli dan Ghaib, tetapi ia sangat dekat dengan diri kita. Justru bukan teriakannya yang dipersoalkan oleh Rasul karena pada waktu-waktu tertentu disyariatkan takbir secara keras semisal takbir hari raya. Teriakan takbir yang dilarang karena sifat takabur dan merasa tinggi. Sehingga Nabi kembali mengingatkan untuk bersikap lembut terhadap diri.

Jangan pongah dan takabur di hadapan Sang Pencipta dan Maha Agung. Sungguh Dzat yang layak takabur itu hanya Allah al-mutakabbir. Bukan hamba hina yang selalu kecil di hadapanNya. Takbir kita bukan untuk menjadi takabur, tetapi ingin mengangungkan Sang Pencipta.

Teriakan takbir di jalanan justru bukan pada ingin mengangungkan Allah yang Maha Mendengar dan Maha Agung, tetapi tidak lebih ekspresi ingin dilihat, didengarkan dan dianggap penting oleh orang lain. Bukan bentuk dzikir, tetapi kadang untuk menyeru nyinyir kepada yang lain. Justru takbir menanamkan sifat takabur dalam diri. Sekali lagi ini bukan tegoran dari penulis karena nantinya akan dianggap tidak muslim. Namun, untuk kesekian kalinya ini tegoran Rasulullah bagi orang yang mengeraskan suaranya, hatinya dan sikapnya ketika meneriakkan kalimat agung, Takbiiiiiir.

Bagikan Artikel ini:

About Islam Kaffah

Check Also

duduk di kuburan

Saat Ziarah, Bolehkah Duduk di Kuburan?

Meskipun arus puritanisasi  mengklaim ziarah kubur adalah ritual bid’ah, tapi tidak banyak muslim nusantara yang …

shalat ghaib korban bencana

Shalat Ghaib untuk Korban Bencana

Pada tanggal 4 Desember 2021 telah terjadi peningkatan aktifitas vulkanik di gunung semeru. Hal itu …