terorisme di tengah covid
terorisme di tengah covid

Terorisme di Tengah Pandemi, Seberbahaya Apa Sih?

Siapa sangka meski di tengah pandemi yang menyedihkan ini, pelaku teror dari kelompok ISIS, Al-Qaeda dan berbagai jaringan serta afiliasinya di berbagai negara masih tetap melakukan serangkaian aksi teror. Di Indonesia sendiri, terhitung sejak pandemi Covid-19 berlangsung, ada setidaknya 3 aksi teror yang terjadi dan penangkapan puluhan orang yang diduga terlibat jaringan/afiliasi ISIS.

Awal April lalu (15/4), seorang anggota kepolisian di Poso, Sulawesi Tengah ditembak oleh 2 orang yakni Muis Fahron alias Abdullah dan Ali alias Darwin Gobel yang merupakan anggota Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora. Kedua pelaku berhasil dibekukan setelah sempat malakukan baku tembak dengan kepolisian setempat. Selang beberapa hari setelahnya, beredar sebuah video yang di klaim merupakan video Ali Kalora. Video tersebut menyatakan ajakan untuk memerangi toghut dan menegakkan daulah Islamiyah, kendati dalam situasi pandemi Covid19 seperti saat ini.

1 Juni lalu seorang simpatisan ISIS menyerang Mapolsek Daha Kalimantan Selatan. 1 anggota Polisi tewas diterkam senjata tajam jenis samurai. Pelaku sempat membakar mobil patroli sebelum masuk ke markas Polisi. Pelaku berinisal AR tersebut berhasil dibekukan Polisi dengan kondisi tak bernyawa.

Menyusul setelah terjadinya dua tragedi tersebut, Densus 88 berhasil menangkap sejumlah orang yang diduga terlibat/berafiliasi terhadap jaringan/simpatisan ISIS di berbagai daerah.

Pandangan Kelompok Teroris Terhadap Covid-19

Situasi Covid19 tidak membuat para pelaku teror berdiam diri begitu saja. Brigjend Hamli selaku Direktur Pencegakan BNPT RI dalam diskusi online bertema “Terorisme di Tengah Pandemi” yang diselenggarakan GUSDURian Lamongan mengatakan, ada setidakya ada 3 pandangan yang membuat para pelaku teror tetap melakukan sejumlah aksi dan perekrutan.

Pertama, pandangan yang menyatakan bahwa Covid19 adalah ujian dari Tuhan, oleh sebab itu manusia harus sabar dan tawakkal. Ini pandangan yang sama dengan kebanyakan orang di seluruh penjuru dunia. Contohnya ketika lockdown, mereka menganalogikannya dengan fenomena dukhon (awan panas) yang menurutnya menjadi pertanda akhir zaman.

Pandangan kedua pandangan bahwa dengan adanya Covid19 ini, mereka akan bersiap untuk melakukan perang melawan toghut. Sehingga di tengah pandemi in mereka terus gencar melakukan sejumlah propaganda dan perekrutan, terutama melalui platform media sosial.

Ketiga, pandangan bahwa pemerintah dan aparat keamanan akan terfokus pada penanganan Covid19, oleh sebabnya para pelaku teror menganggap hal tersebut sebagai waktu yang sangat baik untuk melakukan penyerangan. Hal ini telah dibuktikan oleh mereka pada serangan di Mapolsek Daha Kalimantan Selatan.

Kegagalan Pemerintah Tangani Pandemi

Gagalnya pemerintah dalam memberikan kebijakan yang tepat untuk merespons pandemi Covid-19 memberikan peluang sangat besar bagi kelompok teroris untuk melakukan sejumlah aksi perekrutan. Mereka menggunakan dalih bahwa kegagalan pemerintah akibat tidak mengikuti aturan-aturan dalam Islam dan justru mengikuti aturan-aturan barat. Hal inilah yang kemudian menurut asumsi kelompok teroris dan radikalis sebagai alasan kegagalan pemerintah dalam menangani Covid-19. Padahal sejak diumumkannya Covid19 sebagai pandemi, kelompok teroris ISIS sebetulnya merasa takut dan sempat mengeluarkan sejumlah imbauam untuk para aggota dan simpatisannya supaya memenuhi protokol kesehatan seperti memakai masker dan lain sebagainya.

Buntut dari asumsi kegagalan pemerintah tersebut ialah seruan untuk menegakkan khilafah sebagai alternatif sekaligus satu-satunya sistem bernegara yang mampu memberikan solusi atas segala macam kegelisahan umat, terutama umat Islam. Hal tersebut tentunya sangat bertolak belakang dengan fakta yang terjadi di Negara Iraq dan Suriah, dimana klaim negara Khilafah tidak mampu memberikan solusi perdamaian dan hak-hak asasi manusia di negara tersebut. Akibatnya, banyak orang yang disiksa, dibunuh dan diperbudak.

Seorang pengamat konflik dan terorisme Alto Lugher, mengatakan bahwa sebenarnya tujuan utama para keompok teroris bukanlah untuk membunuh atau menyakiti, namun untuk menguasai. Adapun aksi teror yang dilakukan adalah untuk mempermudah jalan baginyadalam merebut sebuah kekuasaan.

Apa yang harus kita lakukan?

Sebagai masyarakat yang moderat, kita perlu melakukan beberapa hal sebagaimana disebutkan oleh Brigjend Hamli. Pertama, memberikan wawasan keagamaan yang mendalam kepada masyrakat. Terutama terkait dalil-dalil yang acapkali digunakan oleh kelompok teroris untuk melakukan serangan teror serta hadis dan ayat suci Al-Qur’an yang berkaitan dengan akhir zaman.

Kedua, memberikan wawasan sosial politik yang cukup matang kepada masyarakat. Hal ini perlu dilakukab agar masyarakat tidak mudah terpengaruh dengan segala sesuatu yang dikait-kaitkan dengan agama.

Ketiga yang tak kalah penting ialah bijak dalam bermedia sosial. Saring sebelum sharing. Sebab konten-konten di media sosial saat ini sangat bias. Para simpatisan dari kelompok teroris juga menggunakan media sosial sebagai sarana propaganda dan rekrutmen. Masyarakat betul-betul harus bijak dalam memilah dan memilih konten maupun narasi yang hendak di posting atau dibagikan di platform media sosial.

Selain ketiga itu, di tengah pandemi saat ini selain harus mempersolid gerakan melawan Covid-19, kita juga perlu terus mempersolid gerakan untuk melakukan perlawanan kepada kelompok radikalis-teroris dengan memperbanyak konten dan narasi yang memberikan edukasi publik, melawan narasi-narasi yang mengarah pada ajakan-ajakan kelompok radikalis-teroris, serta terus mempererat solidaritas berbangsa dan bernegara.

Bagikan Artikel ini:

About Vinanda Febriani

Mahasiswi Studi Agama-Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Check Also

jihad

Jihad Zaman Now: Menjaga Bumi, Memakmurkan Manusia

Jihad sering dikonotasikan sebagai perbuatan negatif yang merusak dan bermuara pada sejumlah tindakan teror, penindasan, …

muktamar nu

Menanti Kebijaksanaan Sang Pemimpin, Mungkinkah NU Kembali ke Khittah?

Saya bersyukur dalam pelaksanaan Muktamar NU ke-34 yang diselenggarakan di Lampung pada22-24/12/2021 lalu menghasilkan keputusan …