perjuangan pesantren
perjuangan pesantren

Tiga Pola Strategi Pesantren dalam Memerangi Kolonialisme

Penyematan Hari Santri Nasional (HSN) yang jatuh setiap tanggal 22 Oktober adalah sebuah rekognisi sejarah perjuangan yang sangat berharga bagi kalangan pesantren. Bukan untuk diakui perjuangannya, tetapi sejarah tidak boleh ditutupi apalagi menyangkut sejarah penting kemerdekaan. Dari sejarah ini akan lahir tanggungjawab warisan perjuangan.

Hari Santri merupakan semangat bagi kalangan pesantren untuk selalu mengemban amanat dan tanggungjawab tentang perjuangan republik ini. Pesantren bukan sekedar lembaga pendidikan agama Islam di pelosok desa, tetapi juga basis perjuangan kemerdekaan yang dilahirkan dari inisiasi kiayi, ulama, santri dan masyarakat.

Sejarah perjuangan kemerdekaan juga berarti sejarah perjuangan santri. Pesantren memainkan peran penting dalam perjuangan bangsa ini. Dalam memotret sejarah perjuangan pesantren dalam menentang kolonialisme ada tiga pola gerakan pesantren yang diskemakan oleh Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren: Pendidikan Alternatif Masa Depan (1997).

Pertama, disebut dengan uzlah (strategi isolatif). Srategi ini dilakukan masyarakat pesantren dengan cara menyingkirkan diri ke pelosok-pelosok desa untuk membangun suatu komunitas yang jauh dari jangkauan kolonial. Dari pola ini nampak jelas mengapa pesantren selalu berada di pedesaan yang tak mudah terjangkau. Tentu saja tidak semuanya pilihan membangun pesantren di pelosok-pelosok sebagai faktor untuk menjauh dari kolonialisasi. Faktor lain yang kadang cukup dominan adalah menjauh dari keramaian. Namun, banyak alasan penting dari berdirinya pesantren di pelosok untuk menjauh dari jangkauan kolonialisme.

Kedua, strategi non kooperatif dengan cara melakukan perlawanan secara diam-diam. Pesantren selain sebagai pusat pendidikan dan pengajaran keagamaan, tak ayal juga dijadikan suatu gerakan perlawanan bahkan basis penguatan pasukan dalam penentangan penjajahan. Bahkan perjuangan nonkooperatif yang paling terkenal misalnya melarang komunitas pesantren untuk meniru cara pakaian berbau penjajah seperti celana panjang, dasi sepatu. Dalam perspektif inilah sarung, yang kemudian santri yang menjadi lumrah disebut kaum sarungan, pada masanya mengandung makna simbolik sebagai simbol perlawanan.

Ketiga, strategi perlawanan fisik. Tidak hanya menjadi pusat perlawanan, masyarakat pesantren juga ambil bagian dalam perlawanan fisik menentang penjajahan. Beberapa perlawanan Pangeran Antasari, Sultan Hasanudin, Sultan Agung, Pattimura, Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Teuku Umar, Teuku Cik Ditiro hingga KH. Hasyim Asy’ari adalah perlawanan kelompok santri dan masyarakat pesantren dalam melawang secara fisik terhadap penjajahan di nusantara.

Salah satu perjuangan fisik yang monumental yang juga menjadi napak tilas perayaan hari santri adalah ketika Belanda terus melancarkan serangannya di Surabaya. Berpetapatan dengan tanggal 22 Oktober 1945 KH Hasyim Asy’ari selaku pengasuh pondok pesantren Tebuireng mengeluarkan suatu pernyataan yang sangat bersejarah yang dikenal dengan “resolusi jihad”.

Isi seruan tersebut kurang lebih adalah:

Kemerdekaan yang diproklamasikan pada tanggal 1945 merupakan kemerdekaan yang wajib dipertahankan, Negara Republik Indonesia adalah satu-satunya pemerintahan yang wajib dibela dan dipertahankan, Musuh negara RI dalam hal ini Belanda yang memboncengi sekutu akan menggunakan kesempatan untuk menjajah kembali Indonesia, karena itulah Umat Islam Indonesia, terutama warga NU wajib mengangkat senjata untuk melawan penjajah yang ingin merebut kembali dan menjajah Indonesia. Semua perjuangan tersebut merupakan hal yang wajib. Perjuangan menentang penjajah adalah kewajiban jihad yang hukumnya fardu ain bagi orang Islam yang berada pada radius 94 km yaitu jarak yang diperkenankan bagi umat Islam boleh menjamak dan mengqashar shalat. Adapun yang berada di luar itu wajib membantu masyarakat yang berada di dalam daerah tersebut. (Ali Maschan Moesa, Nasionalisme Kiai: Konstruksi Sosial Berbasis Agama (Yogyakarta: LKiS, 2007).

Bagikan Artikel ini:

About Farhah Salihah

Check Also

madinah

Siapa yang Mengangkat Nabi Muhammad Menjadi Pemimpin di Madinah?

Persoalan kepemimpinan politik sejak dulu memang menjadi salah satu perhatian serius umat Islam. Tentu saja, …

Moderasi

Katanya Moderasi Beragama Mendangkalkan Akidah?

Moderasi beragama yang masif dijalankan oleh beberapa ormas termasuk pemerintah sering menjadi perdebatan. Beberapa orang menganggapnya …