Tidak hanya pada pagi harinya, sesungguhnya ada waktu istimewa terkait Idul Fitri ini, yaitu pada malam harinya yang juga istimewa untuk dimanfaatkan ibadah.
Gema takbir, tahlil, dan tahmid bergelora di seluruh penjuru dalam rangka menyambut Hari Raya Idul Fitri. Moment yang ditunggu-tunggu seluruh kaum muslimin yang telah berhasil menaklukkan ego selama satu bulan penuh dengan berpuasa. Hari Raya Idul Fitri adalah hari kemenangan atas belenggu hawa nafsu yang menggiring manusia ke jalan yang sesat.
Kebahagiaan tiada tara meluap-luap dalam hati kaum muslimin yang telah melatih kesabaran selama satu bulan penuh. Malam Hari Raya juga merupakan malam yang istimewa karena tergolong salah satu malam yang istijabah (doa-doa akan terkabul) di samping malam Jumat, malam tanggal 1 Rajab dan tanggal 15 Sya’ban. (Hasyiyata Qalyubi wa ‘Umairah, Juz 4, hal. 229).
Oleh sebab itu, ulama menganjurkan agar mengisi dan menghidupkan malam Hari Raya dengan amal ibadah seperti shalat, dzikir, membaca Al-Qur’an, dan memperbanyak doa. Anjuran ini berdasarkan hadis Rasulullah berikut:
مَنْ قاَمَ لَيْلَتَيِ اْلعِيْدِ، مُحْتَسِباً للهِ تَعَالى، لمَ ْيَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوْتُ اْلقُلُوْبُ.(رواه ابن ماجه)
Artinya: “Barang siapa yang beribadah pada dua malam hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha) dengan mengharap ridla Allah semata, maka hatinya tidak akan mati pada saat di mana semua hati manusia menjadi mati”. (HR. Ibnu Majah).
Dimaksud hati menjadi mati sebab dipenuhi kecintaan terhadap dunia, atau hati yang kufur, atau ketakutan pada hari kiamat. Dalam batas minimal dianggap cukup untuk dikategorika menghidupkan malam Hari Raya dengan hanya melaksanakan shalat Isya’ berjemaah dan juga bertekad untuk melaksanakan shalat Shubuh secara berjama’ah. (Kitab al-Shiyam, Dar al-Ifta’ al-Mishriyah, hal. 107).
Dari berbagai macam amal ibadah yang dilakukan dalam rangka menghidupkan malam Hari Raya, satu yang paling utama yaitu shalat sunnah tasbih. (Hasyiyata Qalyubi wa ‘Umairah, Juz 4, hal. 229). Inilah tata cara shalat tasbih sebagaimana yang diajarkan Rasulullah kepada pamandanya, Abbas bin Abdul Mutthalib:
Jumlah 4 rakaat, dalam setiap rakaat setelah membaca fatihah dan satu surat Al-Qur’an dilanjutkan membaca tasbih 15 kali, lalu rukuk dilanjutkan membaca tasbih 10 kali, lalu bangun dari rukuk (i’tidal) dilanjutkan membaca tasbih 10 kali, lalu sujud dilanjutkan membaca tasbih 10 kali, lalu duduk di antara dua sujud dilanjutkan membaca tasbih 10 kali, kemudian sujud yang kedua dilanjutkan membaca tasbih 10 kali, lalu bangun dari sujud yang kedua (duduk istirahat sebelum bangun menuju rakaat kedua) dilanjutkan membaca tasbih 10 kali. Jumlah total bacaan tasbih dalam setiap rakaat adalah 75 kali. Demikian juga praktik untuk rakaat berikutnya. (Sunan Ibnu Majah Juz 4, hal. 368).
Tasbih yang dibaca adalah:
سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ
Artinya: “Mahasuci Allah, segala puji milik Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar.”
Di akhir riwayat hadis, Rasulullah berpesan:
إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تُصَلِّيَهَا فِى كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً فَافْعَلْ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى كُلِّ شَهْرٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى كُلِّ سَنَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى عُمُرِكَ مَرَّةً.
Artinya: “Jika engkau mampu melaksanakan setiap hari satu kali lakukanlah, jika tidak mampu lakukan setiap jum’at sekali, jika tidak mampu lakukan setiap satu bulan sekali, jika tidak mampu satu tahun sekali, jika masih belum bisa, maka seumur hidup sekali saja.”
Faidah shalat sunnah tasbih antara lain menebus dosa yang telah lalu dan yang akan datang, yang disengaja atau yang tidak disengaja, dosa kecil maupun dosa besar, dan yang dirahasiakan atau seara terang-terangan. (Sunan Abi Daud, Juz 4, hal. 252). []
Wallahu a’alam bisshawab.