Anas bin Malik pernah bercerita kepada Abu Qilabah, suatu hari Rasulullah kedatangan sekelompok musafir dari Urainah. Para musyafir itu bercerita kepada Rasulullah bahwa di dalam perjalanannya, mereka mendengar agama yang dibawa oleh Rasulullah dan merekapun berniat untuk masuk Islam sekaligus belajar lebih banyak tentang agama ini.
Tentu saja Rasulullah dengan suka rela menerima mereka dengan tangan terbuka, bahkan Rasulullahpun memberi mereka fasilitas untuk tinggal di Madinah selama mereka mempelajari agama Islam.
Para rombongan musafir itupun akhirnya melakukan prosesi pembacaan syahadat sebagai pintu gerbang masuk Islam. Setelah selesai membaca syahadat, orang-orang dari Urainah tersebut mulai berbaur dengan penduduk Madinah.
Sebagai mualaf, mereka dibimbing oleh para sahabat untuk melakukan berbagai ibadah yang harus dilakukan sebagai seorang muslim, termasuk cara bersuci dan melakukan salat fardu. Mereka dibimbing dengan pelajaran dasar sebelum masuk ke ilmu-ilmu yang lebih mendalam tentang Islam.
Hari berganti hari, ternyata ada beberapa orang Urainah yang tak mampu beradaptasi dengan cuaca yang ada di Madinah. Ketidakmampuan mereka beradaptasi dengan suhu di Madinah menjadikan mereka terkena penyakit cacar.
Ketika pagi belum begitu sempurna, salah seorang anggota kelompok dari Urainah itupun menghadap Rasulullah. Ia menceritakan kondisi beberapa saudaranya yang kesulitan beradaptasi dengan cuaca Madinah.
Mendengar kabar itupun Rasulullah akhirnya memutuskan untuk melihat kondisi mereka, rasa iba dirasakan Rasulullah kala itu. Beliaupun memerintahkan kepada pengembala untanya untuk membawa mereka keluar kota Madinah. Mereka sementara diungsikan dulu agar kondisinya membaik.
Karena kelembutan hati Rasulullah, Beliaupun menyiapkan bekal makanan dan juga unta pilihan yang memiliki susu melimpah. Rasulullah berharap dengan bekal makanan dan susu yang dibawakannya mampu membuat mereka lebih baik ketika dalam perjalanannya.
Setelah tiga hari perjalanan, ketika mereka sudah lumayan jauh meninggalkan kota Madinah, penyakit cacar yang mendekap orang-orang Urainah itu berangsur pulih dan hilang. Merasa nyaman dengan keadaan mereka di luar kota Madinah, mereka enggan untuk kembali ke Madinah.
Di situlah dimulai terjadi perdebatan karena sang penggembala unta yang diberi tugas menjadi pendamping mereka mengajak mereka kembali ke Madinah. Ia menyampaikan amanat dari Rasulullah, untuk segera membawa rombongan kembali ke Madinah setelah mereka sembuh.
Namun sayangnya, ajakan itu ditolak mentah-mentah oleh seluruh anggota perjalanan. Mereka berdalih khawatir akan terkena cacar lagi jika harus kembali ke kota Madinah. Karena selisih paham, akhirnya hal yang tak terdugapun terjadi.
Mereka tega membunuh pengembala unta yang telah mengantar mereka keluar Madinah, memberi makan dan memerahkan susu kepada mereka. Tak hanya itu, mereka membawa kabur unta-unta tersebut.
Kabar pembunuhan dan pencurian unta akhirnya sampai ke telinga Rasulullah. Kecewa dan marah atas perilaku kelompok mualaf dari Urainah tersebut, lalu, Rasulullah memerintahkan beberapa sahabat untuk mengejar dan menangkap mereka. Rasulullah merasa dikhianati.
Ketika para sahabat memulai pengejarannya, mereka mendapati para pembunuh dan pencuri tersebut berjalan belum jauh dari tempat terbunuhnya sang pengembala unta. Mereka pun dijatuhi hukuman oleh Rasulullah dengan hukuman yang setimpal atas kekejaman yang mereka lakukan.
Kejahatan yang mereka lakukan adalah kejahatan berlapis, yakni membunuh, mengambil sesuatu yang bukan hak milik mereka, bahkan mereka telah murtad. Merekapun merasa hukuman yang dijatuhkan atas mereka sangatlah berat (pada waktu itu Rasulullah belum menerima wahyu tentang ayat hudud yang berisikan tentang hukuman yang layak bagi mereka).
Setidaknya hukuman yang dijatuhkan pada mereka adalah hukuman yang sama persis yang mereka lakukan kepada Rasulullah dan para sahabatnya. Jika mereka merasakan hukuman tersebut berat dan keji, maka apa yang mereka lakukan juga adalah hal yang sama berat dan keji.