talaq 2
talaq 2

Cerai: Syariat Yang Tak Direstui (Bagian 2)

Iddah: Derita Tertata Bagi Wanita

Wanita akan senantiasa dihantui perasaan gundah gulana, tidak menetu, was-was, galau, hingga ia mendapat pasangan dalam hidupnya. Oleh karena itu, perceraian, apapun alasannya, akan selalu meninggalkan jejak isak duka yang begitu mendalam bagi kaum wanita.

Sulit bagi wanita untuk secepat kilat melupakan kenangan monumental dengan sang suami. Duka ini akan semakin sempurna tatkala ia harus menjalani masa karantina (iddah). Di masa karantina (iddah) ini ia harus hidup sendiri memendam perasaan yang kian berkecamuk dalam dadanya. Tak boleh menerima pinangan, menikah, apalagi.

Maka, sesungguhnya iddah bagi wanita adalah penantian yang menjemukan. Lalu bagimana sesungguhnya iddah dalam pandangan hukum Islam?

Pada dasarnya iddah adalah “dogma” disyari’atkan bukan hanya sekedar untuk mengetahui dengan pasti tentang kehamilan seorang wanita setelah terjadi perceraian. Karena, kalau tujuan iddah itu hanya untuk memastikan kehamilan, maka, masalah itu bisa dipecahkan dengan teknologi medis yang sudah canggih. Ahkam al-Mar’ah al-hamil, Yahya Ibn Abdirrahman al-Khatib, 1/13, 21.

Maka sejatinya, iddah adalah ujian cinta bagi wanita kepada suami, karena pada masa ini suami masih diperkenankan melakukan ruju’ tanpa akad nikah lagi kepada istrinya, sekaligus juga menjadi ujian keimanannya kepada syari’at Allah.

Apakah wajib beriddah bagi wanita? Ya. Wajib hukumnya. Kewajiban beriddah ini didasarkan pada firman Allah yang berbunyi

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. QS: Al-Baqarah 228

Ayat Al-Baqarah 228 ini sesungguhnya memang berbentuk kalam khabar (kalimat berita), namun yang dimaksud dengan kalimat berita ini adalah perintah. Salah satu faedah kenapa Allah menggunakan kalam khabar dalam perintah iddah ini adalah menunjukkan bahwa iddah ini adalah dogma dan menuntut untuk segera dilaksanakan. Rawai’ al-bayan, Ali al-Shabuni, 1/324.

Wanita yang wajib menjalani iddah bisa dikelompokkan kepada dua macam.  Pertama, wanita yang ditinggal mati oleh suaminya. Wanita hamil yang ditinggal mati oleh suaminya, iddahnya berakhir sampai ia melahirkan kandungannya. Wanita tidak hamil yang ditinggal mati suaminya, iddahnya selama 4 bulan 10 hari.

Kedua, wanita yang dicerai oleh suaminya, wanita hamil yang dicerai oleh suaminya iddahnya berakhir sampai ia melahirkan. Wanita tidak hamil, dan masih aktif keluar darah haid, dicerai oleh suaminya, masa iddahnya adalah tiga kali suci dari haid. Wanita tidak hamil, haidnya sudah tidak aktif lagi (sudah tidak mengalami datang bulan lagi), dicerai oleh suaminya, masa iddahnya selama 3 bulan.

Maka ketika istri yang dicerai ataupun yang ditinggal mati oleh suaminya sudah menjalani masa iddah yang telah ditentukan, maka, istri tersebut boleh menikah lagi dengan pria pilihannya. Suami yang menceraikan istrinya, maka ia masih berhak untuk kembali ruju’ dengan istrinya pada masa masa iddah belum selesai. Selepas masa iddah suami tidak boleh ruju’ dengan istrinya. Tapi harus melakukan akad nikah lagi lengkap syarat dan rukunnya. Fath al-Mujib al-qarib, KH, Afifuddin Muhajir, 115.

Inilah derita wanita berepisode pasca terjadi perceraian. Pesan Penulis untuk para suami dan para istri “janganlah selalu menuntut pasanganmu menjadi pasangan yang baik untuk kamu, tapi tampillah sebagai pasangan yang baik dihadapan pasanganmu. Janganlah selalu menuntut hak kepada pasanganmu, tapi berupayalah untuk menunaikan kewajiban yang sempurna kepada pasanganmu. Jangan selalu berfikir, apa yang akan diberikan oleh pasanganmu, tapi berfikirlah apa yang akan kamu berikan kepada pasanganmu” inilah modal mental untuk menjauh dari perceraian. “Menjadi pasangan ideal untuk pasanganmu adalah niscaya” !

Abdul Walid, Alumni Ma’had Aly Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo situbondo

Bagikan Artikel ini:

About Abdul Walid

Alumni Ma’had Aly Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo

Check Also

hewan yang haram

Fikih Hewan (1): Ciri Hewan yang Haram Dimakan

Soal halal-haram begitu sentral dan krusial dalam pandangan kaum muslimin. Halal-haram merupakan batas antara yang …

tradisi manaqib

Tradisi Membaca Manaqib, Adakah Anjurannya ?

Salah satu amaliyah Nahdhiyyah yang gencar dibid’ahkan, bahkan disyirikkan adalah manaqiban. Tak sekedar memiliki aspek …