Zaman Kekinian menghendaki wanita untuk terbebas dari kekangan dan kungkungan istiadat patriarki yang terkurung dalam rumah, berdiam diri, dan hanya mengurus anak. Secara tersirat istiadat ini melembagakan kekuasaan dan hak istimewa laki-laki serta menempatkan posisi perempuan di bawah otoritas laki-laki.
Saat ini, menjadi wanita karir adalah impian yang didambakan oleh kaum perempuan. Karena dengan menjadi perempuan karir, mereka bisa menemukan jati diri mereka dan bisa mendapatkan penghasilan yang sangat luar biasa dengan kemampuan mereka. Selain itu, karir bisa melatih kemandirian bagi perempuan. Lalu bagaimana pandangan Islam soal Perempuan karir?
Di kota-kota besar di Indonesia seperti di Jakarta atau Surabaya, Anda akan mudah menemukan banyak perempuan berkarir. Bukan hanya itu, di masa Rasul pun terdapat perempuan karir bernama Raithah istri Ibn Mas’ud, Sahabat Rasulullah. Raithah menjadi tulang punggung keluarga. Ia pergi ke pasar menjajakan hasil kerajinan tangannya. Hasilnya, untuk nafkah keluarganya. Sementara Ibn Mas’ud sendiri saat itu, menurut al-Syarbasyi, tak mampu memberinya nafkah. Karena ia tergolong miskin. Mawrid al-Dham’an, 1/212
Kisah ini terdapat dalam hadits riwayat Ahmad Ibn hanbal
قَالَ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ حَدَّثَنَا أَبِي عَنِ ابْنِ إِسْحَاقَ قَالَ حَدَّثَنِي هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ عَنْ رَائِطَةَ امْرَأَةِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ وَأُمِّ وَلَدِهِ وَكَانَتْ امْرَأَةً صَنَّاعَ الْيَدِ قَالَ وَكَانَتْ تُنْفِقُ عَلَيْهِ وَعَلَى وَلَدِهِ مِنْ صَنْعَتِهَا قَالَتْ فَقُلْتُ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ لَقَدْ شَغَلْتَنِي أَنْتَ وَوَلَدُكَ عَنْ الصَّدَقَةِ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَتَصَدَّقَ مَعَكُمْ بِشَيْءٍ فَقَالَ لَهَا عَبْدُ اللَّهِ وَاللَّهِ مَا أُحِبُّ إِنْ لَمْ يَكُنْ فِي ذَلِكَ أَجْرٌ أَنْ تَفْعَلِي فَأَتَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي امْرَأَةٌ ذَاتُ صَنْعَةٍ أَبِيعُ مِنْهَا وَلَيْسَ لِي وَلَا لِوَلَدِي وَلَا لِزَوْجِي نَفَقَةٌ غَيْرَهَا وَقَدْ شَغَلُونِي عَنْ الصَّدَقَةِ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِشَيْءٍ فَهَلْ لِي مِنْ أَجْرٍ فِيمَا أَنْفَقْتُ قَالَ فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْفِقِي عَلَيْهِمْ فَإِنَّ لَكِ فِي ذَلِكَ أَجْرَ مَا أَنْفَقْتِ عَلَيْهِمْ
Ahmad bin hanbal berkata: telah menceritakan kepada kami Ya’qub. telah menceritakan kepada kami bapakku dari Ibnu Ishaq berkata: telah menceritakan kepadaku Hisyam bin ‘Urwah dari Bapaknya dari ‘Ubaidullah bin Abdullah bin ‘Utbah dari Raithah, istri Abdullah bin Mas’ud, dan ibu dari anaknya, dia adalah seorang yang biasa membuat kerajinan tangan. ‘Urwah berkata: dia memberikan nafkah kepada Abdullah Ibn Mas’ud dan anaknya dari hasil kerjanya. Dia (Raithah) berkata: saya berkata kepada Abdullah Ibn Mas’ud, kamu dan anakmu telah menyibukkanku dari bersedekah, sehingga saya tidak bisa bersedekah bersama kalian. Abdullah Ibn Mas’ud berkata kepadanya ‘Demi Allah, saya tidak suka kamu melakukannya jika kamu tidak mendapatkan pahala dari apa yang kamu lakukan.’
Raitah kontan mendatangi Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam dan berkata; ‘Wahai Rasulullah, saya seorang wanita yang punya keterampilan, yang hasilnya bisa saya jual, namun anak dan suamiku tidak ada nafkah untuk keluargaku selain itu, namun selanjutnya mereka menyibukkanku sehingga aku tidak bisa bersedekah, apakah saya mendapatkan pahala dari apa yang saya nafkahkan?. Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda: “Berinfaklah kepada mereka, karena hal itu menjadi pahala bagimu.”HR: Ahmad: 15504
Menurut Ibnu Atsir, Zainab Bint Jahsy, istri Rasulullah, janda dari Zaid Ibn Haritsah adalah seorang wanita karir, yang memiliki keahlian membuat kerajinan tangan. Kerajinan itu di jual ke pasar. Hasilnya selalu disumbangkan sebagai shadaqah di jalan Allah. Asad al-Ghabah Fi Ma’rifah al-Shahabah, 5/432
Imam Muslim juga meriwayatkan sebuah hadits bagaimana Rasulullah merekomendasikan seorang wanita keluar rumah untuk memenuhi kebutuhannya.
عن جابر بن عبد الله يقول طُلِّقت خالتي فأرادت أن تجذ نخلها فزجرها رجل أن تخرج فأتت النبي {صلى الله عليه وسلم} فقال بلى فجذي نخلك فإنك عسى أن تصدقي أو تفعلي معروفاً
Dari Jabir Ibn Abdullah berkata: Bibiku dithalak suaminya, kemudian ia berkehendak untuk menebang pohon kurma miliknya, tapi ia dilarang oleh seseorang untuk keluar rumah. Lalu bibiku mendatangi Rasulullah melaporkan hal itu. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallama bersabda: silakan tebang pohon kurmamu, barangkali dengan itu kamu bisa bershadaqah dan berbuat kebaikan. HR: Muslim:1483
Menela’ah secara akademis terhadap data primer hadits Rasulullah ini, maka secara normatif-ideal, perempuan diperkenankan dan mendapatkan legalitas syar’iy untuk meniti karir di luar rumah. Zakariyya al-Anshari memberikan rambu rambu bolehnya perempuan berkarir di luar rumah dengan beberapa catatan.
Pertama, terselamatkan dari ancaman fitnah yang mengintainya, yang bisa mengusik keselamatan diri dan hartanya serta terjamin dari perbuatan maksiat (menutup auratnya saat berkarir).
Kedua, suaminya secara factual dan riil miskin, tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya.
Ketiga, jika suami masih mampu memberinya nafkah, maka ia harus mendapatkan restu suami untuk berkarir di luar rumah. Hasyiyah al-Jamal, 4/509