mengemis
mengemis

Jangan Menjual Kesengsaraan untuk Belas Kasihan, Haram Meminta-minta Kecuali Tiga Golongan!

Fenomena meminta belas kasih orang lain menjadi pemandangan biasa di negeri ini, apalagi di kota-kota besar. Di setiap persimpangan jalan, pasar, masjid, tempat ziarah, tempat rekreasi, dan area keramaian yang lain. Miris memang. Tapi menjadi fakta nyata.

Seakan mereka melakukan kapitalisasi kesengsaraan dan penderitaan dengan harapan mengetuk belas kasihan. Kalau yang berbuat demikian adalah mereka yang secara fisik tidak mungkin bisa bekerja masih bisa dimaklumi.

Namun bagi yang memiliki kekuatan fisik dan sehat secara jasmani, maka dirasa sangat tidak pantas. Karena agama Islam begitu keras melarangnya. Hukumnya haram meminta-minta. Sebab ada pengingkaran nikmat sehat jasmani yang tidak disyukuri dengan cara memanfaatkannya untuk bekerja.

Dari Qobishoh bin Mukhoriq al Hilali, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya meminta-minta tidak dihalalkan kecuali bagi salah seorang dari tiga golongan. Yakni, orang yang menanggung hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai melunasinya kemudian berhenti. Kemudian orang yang tertimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Dan, orang yang tertimpa kesengsaraan hidup sehingga tiga orang dari kaumnya yang mengetahui menyatakan “Si Fulan ditimpa kesengsaraan hidup”. Ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta, selain tiga golongan tersebut, wahai Qabishah, hukumnya haram dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram”. (HR. Muslim, Abu Daud, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).

Berdasar hadis ini, bila tidak sangat terpaksa, meminta-minta atau mengemis hukumnya haram. Meminta adalah perbuatan hina, merendahkan diri sendiri, jual muka dan akan diremehkan oleh orang lain. Jangan pernah menurunkan harga diri dengan meminta.

Islam adalah agama yang menjaga marwah dan harga diri dengan tidak meminta apalagi menjual kesengsaraan dengan cara meminta belas kasihan.  Sebagai umat Islam, tentu harus memanfaatkan seoptimal mungkin potensi yang dimiliki. Berkarya dan bekerja menjadi sebab tingginya derajat seseorang. Apalagi bagi yang telah memiliki tanggungan menafkahi orang lain. Seperti istri dan anak.

Di samping itu, bekerja dinilai ibadah dan ada ganjaran pahala. Jihad dimasa sekarang adalah bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bahkan Nabi sendiri mewanti-wanti bahwa Allah lebih menyukai orang-orang yang kuat dari pada orang-orang yang lemah.

 

Bagikan Artikel ini:

About Faizatul Ummah

Alumni Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo dan Bendahara Umum divisi Politik, Hukum dan Advokasi di PC Fatayat NU KKR

Check Also

Toa masjid

Toa dan Sejarah Tadarus Al Qur’an di Bulan Ramadan

Ramadan kali ini pun tak luput dari perdebatan soal pengeras suara (TOA). Polemik bermula dari …

manfaat tidur

Hati-hati, Ternyata Ada Tidur yang Membatalkan Puasa

Pemahaman tekstual terhadap dalil agama bisa berakibat fatal. Pemaknaan apa adanya tersebut berkontribusi memberikan informasi …